Berandankrinews.com-Nunukan, Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA/sederajat pada penerapan sistem zonasi di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, Rabu (3/7/19).
Puluhan siswa-siswi SMP bersama sejumlah orangtua mendatangi melakukn aksi protes di Alun-Alun Kabupaten Nunukan untuk memprotes sistem penerimaan siswa baru.
Arlex Kordinator aksi protes mengatakan Kami menilai PPDB di Kabupaten Nunukan berdasarkan sistem Zonasi di Nunukan belum layak sama sekali, kenapa, karena kita ini diwilayah terpencil, wilayah kepulauan. Bayangkan saja kalau tiga Kecamatan dalam satu zonasi atau zonasi tunggal, Kecamatan Seimenggaris, Kecamatan Nunukan Selatan dan Kecamatan Nunukan itu satu Zonasi.
Karena zonasi tunggal ini yang diberlakukan kementerian pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, anak yang tinggal di KPN, Mamolo, tidak diterima di SMA Negeri 1 Nusa, sementara yang diterima anak di Jalan Pelabuhan, tidak sesuai, kata Arlex.
“Yang dari Seimenggerasi bagaimana? Kita tahu kecamatan semenggaris terpisah-pisah wilayahnya, antara Desa Semaja dan Sri Meranti itu jaraknya puluhan kilo meter sementara tidak ada sekolah disana. Mereka ini mau sekolah dimana,” ungkap Arlex
Menurut Arlex, Pemerintah Kaltara kebablasan karena tidak belajar dari masalah yang terjadi pada tahun 2017 lalu. Seharusnya dengan kejadian yang terjadi di tahun 2017 sudah ada antisipasi melonjaknya lulusan SMP.
“Harusnya membangun sekolah di Nunukan Selatan atau di Perkotaan satu lagi, sementara SMK Negeri 1 Nunukan cuma satu meskipun ada beberapa jurusan namun tidak semua anak-anak berminat, sedangkan SMA Negeri 2 Nunukan Selatan menerapkan zonasi dengan radius 650 Meter kemudian di SMA Negeri 1 Nunukan diberlakukan semua. Namun yang menjadi masalah 418 anak ini mau sekolah dimana,” kata Arlex.
Memang ada beberapa Sekolah swasta di Nunukan, Kata Arlex bukan orang tua yang tidak mau namun biayanya terlalu besar, kemudian tenaga pengajarnya bantuan dari SMA Negeri.
“Kalau guru bantuan ini tidak hadir, siswanya terkatung-katung tidak belajar,” ujar Arlex.
Sementara aksi protes yang dilakukan oleh orang tua dan para siswa yaitu membakar SKHU dan membacakan Surat untuk Presiden.
Selain itu mereka juga menuntut meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Gubernur Kalimantan Utara, Dinas Pendidikan Kalimantan Utara
1.Segera mencairkan solusi siswa yang beum tertampung disekolah Negeri, meninjau kembali aturan permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 di wilayah Perbatasan khususnya Kabupaten Nunukan.
2.Memberikan perlakuan khusus untuk dunia pendidikan diwilyah perbatasan yang masuk kategori 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal).
3.Memprioritaskan Pembangunan SMA/SMK /SMP/dan SD di Kecamatan yang membutuhkan.
4.Setarakan Sekolah Negeri dengan Yayasan atau Swasta.
5.Meminta Pemerintah menghilangkan beban pembayaran baik di Swasta maupun di Yayasan.
6.Memberikn tunjangan perbatasan secara menyelurug kepada guru yang mengajar di wilayj perbatasan khususnya kabupaten Nunukan tanpa terkecuali.
7.Meminta Ombudsman RI perwakilan Kalimantan Utara agar mengusut tuntas pelaksanaab PPDB diwilayah Perbatasan Kabupaten Nunukan.
8.Meminta kepada KPK, Kapolda Kalimantan Utara, Kejaksaan RI agar mengusut Dana Pendidikan sejak terbentuknya provinsi Kalimantan Utara.
Sementara Ketua LSM Panjiku, Mansyur Rincing mengatakan, yang seharusnya dilihat itu hasilnya Ujian Nasional (UN) bukan Zonasi, jadi menteri mengeluarkan aturan bertentangan dengan nomor 4 tahun 2018.
“Penilaian harus hasil ujian nasional bukan zonasi, itu yang kita harapkan kepada pemangku kebijakan,” tegas Mansur.
Rencananya besok Kamis (4/7/19), orang tua dan para siswa akan melakukan orasi di Kantor DPRD Nunukan untuk memperjuangkan nasib mereka. (Red).
Berikut video orasi orang tua dan siswa