Jakarta — Berandankrinews.com — Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu dalam siaran persnya yang dirilis di Jakarta, Rabu, (8/5/19) mengatakan bahwa Menteri BUMN sebaiknya segera mengevaluasi Direksi Pertamina inisial MK yang diduga kuat melakukan praktek Pungli dan Suap di sektor distribusi gas LPG.
Jika ingin mengajukan menjadi Agen LPG dan SPPBE (Stasiun Pengisian Pengangkutan Bulk Elpiji) atau Retester Tabung Gas di Pertamina ada kode tertentu di dokumen permohonan untuk agen, SPPBE dan Retester dari pejabat tinggi setingkat direksi Pertamina dan ijin tersebut akan segera diterbitkan oleh Pertamina yaitu dengan kode VIP MK (artinya sudah bayar Pungli dan Suap kepada pejabat tersebut).
Dan jumlah biaya Pungutan Pungli dan Suap pada pejabat berinisial MK tersebut untuk mendapatkan ijin menjadi Agen Gas, SPPBE dan Retester di Pertamina itu berkisar 1 milyar untuk agen gas, 2 milyar untuk SPPBE dan 1.5 milyar untuk Retester.
Seperti bulan lalu ada 20 dokumen pengajuan izin agen LPG di Jawa Timur yang diberikan kode VIP MK dalam hitungan seminggu sudah bisa keluar izin agennya.
Kalau 20 dokumen berarti 20 milyar biaya punglinya yang diduga masuk ke pejabat berinisial MK. Jadi klop dengan pernyataan Ridwan Hisjam, Wakil Ketua Umum Komisi VII DPR RI, mengatakan indikasi adanya oknum nakal di Pertamina lantaran sulitnya untuk membentuk agen LPG yang menjadi garda terdepan pendistribusian LPG di daerah.
Padahal regulasi tidak menyebut adanya biaya untuk membentuk agen LPG. Namun, DPR banyak menerima laporan di masyarakat terkait sulitnya mendirikan agen, termasuk biaya yang dikutip dengan jumlah yang tidak sedikit.
“Untuk izin mendirikan agen biayanya sampai Rp 1 miliar, bayangkan enggak jelas begitu. Nah kalau dapat izin kan harus dikembalikan, jadi ambil dari uang itu (penyaluran). Birokrasi sulit,” kata Hisjam usai rapat dengar pendapat bersama Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM dan Pertamina yang digelar tertutup di Gedung DPR Jakarta, Rabu, (6/3/19).
Hisyam menegaskan pola-pola seperti itu bisa dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya, bisa terjadi kelangkaan di daerah. Hal itu juga bisa menyebabkan harga LPG bersubsidi melonjak.
Sistem perizinan di Pertamina terlalu berbelit. Padahal jika niatnya ingin mengawasi maka harusnya pengawasan dilakukan sampai ke pengecer dan tidak hanya sampai tingkat agen. Karena itu sistem distribusi seperti sekarang harus diperbaiki.
Laporan yang masuk ke Komisi VII menyebut pungutan liar tidak hanya untuk mendirikan agen LPG, namun juga untuk mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Karena itu LPG Bersubsidi Watch mendesak KPK untuk memantau praktek Pungli di Pertamina pada sistim distribusi LPG yang sudah merugikan negara dan masyarakat selama 1 tahun belakangan.
Dimana sistem di Pertamina yang dibuat terlalu birokrasi, oknum-oknum Pertamina dan daerah yang main. Jadi pengusaha keluar duit banyak alias dipungut Pungli oleh pejabat Pertamina.
FSP BUMN Bersatu melalui Julius Amo Ketua Bidang Hukum juga mendesak Menteri BUMN untuk memerintahkan Dirut Pertamina melakukan evaluasi di pendistribusian LPG guna memutus mata rantai praktek pungli.
Kedua, Menteri BUMN harus mencopot Direktur Pemasaran dan Retail Pertamina yang sudah gagal menciptakan sistim yang efisien dan bebas Pungli untuk pengurusan izin agen LPG, SPPBE dan Retester.
FSP BUMN Bersatu sudah memberikan data-data tentang pejabat Pertamina inisial MK pada KPK untuk dipantau agar bisa dioperasi OTT. (fri)