KONAWE – Sehubungan dengan berita temuan BPKP mengenai adanya 3,3 juta hektare perkebunan sawit dikawasan hutan, maka hari ini saya Agus Salim Misman Selaku Sekda LSM LIRA KONAWE telah membuat laporan kepada Ketua Satuan Tugas berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) nomor 9 tahun 2023, tentang Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, AGAR SEKIRANYA MEMERIKSA AKTIFITAS PERKEBUNAN SAWIT PT. TANI PRIMA MAKMUR di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara,
Dalam hal ini mengenai seluruh perizinan PT. TPM, seperti izin lokasi, pajak bumi dan bangunan (PBB), Hak Guna Usaha (HGU) dan izin usaha perkebunan (IUP), termasuk berapa luasan tanah sebenarnya yang dikelola oleh PT. TPM, karena sepengetahuan kami berdasarkan aturan yaitu setiap perusahaan atau group perusahan perkebunan pemilik IUP dalam mengelola tanah perkebunan maksimal seluas 100.000 Ha.
DPD LSM LIRA KONAWE menduga PT. TPM tidak melaksanakan ketentuan pasal 58 UU nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, mengenai kewajiban perusahaan perkebunan yang memiliki izin usaha perkebunan untuk budi daya wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 % dari total luas areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan. Hal tersebut didukung dengan pengakuan Legal Manager PT. TPM di Media online tribun news sultra.com, dimana dia menyebutkan pihaknya tidak melakukan inti plasma (bagi lahan) melainkan skema bagi hasil kemitraan, dengan alasan bahwa hal tersebut aspirasi masyarakat, koperasi, tokoh adat dan agama.
Padahal seharusnya Legal Manager PT. TPM memahami bahwa ketentuan pasal 58 itu kewajiban perusahan dan apabila tidak dilaksanakan dikenai sanksi sebagaimana ketentuan pasal 60 UU nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan. Selanjutnya Legal Manager PT. TPM seharusnya memahami yaitu antara pembangunan kebun masyarakat (pasal 58) dengan kemitraan usaha perkebunan (pasal 57) adalah dua hal yang berbeda dan diatur dalam pasal tersendiri dalam UU nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.
Fakta menariknya sejak PT. TPM masuk menemui masyarakat dan sosialisasi guna pengembangan tanaman sawit, PT. TPM menyampaikan kepada masyarakat bahwa usaha pengembangan kelapa sawit dibuat sistem kemitraan dengan pembagian yaitu 65 % dan 35 %, namun saat ini apakah pembagian telah sesuai persentase tersebut dan apakah para pemilik lahan semuanya menerima pembagian 35 %, hal tersebut tidak dibuka kepada publik.
FAKTA MENARIK LAINNYA YAITU TERNYATA DALAM DOKUMEN KEMITRAAN LAHAN PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT PT. TANI PRIMA MAKMUR, TERSELIP SURAT KESEPAKATAN PELEPASAN/PENYERAHAN TANAH DARI MASYARAKAT KEPADA PT. TANI PRIMA MAKMUR. HAL TERSEBUT DIDUGA KUAT SENGAJA DIBUAT OLEH PT. TPM GUNA PERLINDUNGAN PT. TPM KETIKA KEDEPANNYA ADA TUNTUTAN MASYARAKAT MENGENAI BAGI HASIL KEMITRAAN 65 % DAN 35 %.
Kami menduga juga kolusi antara PT. TPM dengan oknum Pemerintah di Kabupaten Konawe dengan oknum BPN Kabupaten Konawe, senada dengan itu mengenai dugaan pelanggaran Pejabat (Oknum) juga disampaikan oleh Ketua Satuan Tugas berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) nomor 9 tahun 2023, sebagaimana dituliskan media online detikfinance, (jumat 23 Juni 2023).
Harapan kami semoga Satuan Tugas yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) nomor 9 tahun 2023, bisa turun langsung ke Kabupaten Konawe untuk melihat secara langsung aktifitas usaha perkebunan PT. TPM dan dokumen-dokumen perizinan PT. TPM serta dokumen kemitraan PT. TPM dengan Masyarakat dan juga mengenai pelaksanaan pembagian hasil 65 % dan 35 % kepada masyarakat, termasuk dugaan tidak adanya kebun masyarakat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hal tersebut kami lakukan guna kepentingan Negara dan Masyarakat.
(*)