Nunukan (Kaltara)- Stunting, kata ini begitu familiar di telinga kita akhir – akhir ini. Pada saat debat Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) Tahun 2019 baru – baru ini, kata stunting bahkan sempat viral karena menjadi salah satu topik yang diperdebatkan.
Persoalan stunting dianggap sebagai persoalan lintas sektoral, dan bahkan sampai harus melibatkan 13 kementerian. Jumlah balita dan anak yang terkena stunting khusus di wilayah Kabupaten Nunukan juga tidak boleh disepelekan.
Berdasarkan hasil pendataan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, data penderita stunting yang sudah disusun berdasarkan nama dan alamat (by name by address) mencapai angka 28 persen, dimana penderita terbanyak berada di Kecamatan Lumbis dan Lumbis Ogong.
Sebetulnya apa itu stunting ? Stunting menurut Selamat Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan, adalah kondisi gagal tumbuh kembang anak yang terjadi dalam waktu lama, dimulai sejak 1000 hari pertama kehidupan, atau dimulai sejak ibu hamil. Sehingga secara fisik anak yang terkena stunting tinggi badannya lebih pendek daripada anak – anak normal seusianya atau tidak memenuhi standar WHO.
Jika seorang anak menderita stunting sampai pada usia 2 tahun, maka hal itu akan permanen dan ikut mempengaruhi tingkat kecerdasanya. “Karena 70 persen organ tumbuh kembang anak sudah terbentuk, sedangkan di sisa usia selanjutnya hanya sekitar 30 persen. Sehingga kepada anak yang sudah terkena stunting, langkah yang bisa dilakukan adalah mengurangi dampaknya,” tambahnya.
Berdasarkan identifikasi, stunting di wilayah Kabupaten Nunukan disebabkan tingkat konsumsi yang rendah dan infeksi berbagai penyakit.
“Tingkat konsumsi ini sangat erat kaitannya dengan akses pangan, sementara infeksi penyakit disebabkan juga oleh kondisi sanitasi dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan. Pola asuh orang tua yang salah juga menjadi penyebab stunting. Mungkin orang tuanya berkecukupan, tetapi karena anaknya tidak diurus dengan baik, dan pola makannya salah juga bisa menyebabkan stunting,” kata Selamat.
Usia pernikahan, pemeriksaan kesehatan dan asupan gizi pada masa kehamilan, dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) akan sangat menentukan apakah seorang anak bisa terkena stunting atau tidak. Sehingga semestinya tidak boleh ada yang bersikap acuh, semua harus ikut mengawasi, dan memberi pemahaman tentang ancaman stunting ini kepada masyarakat, dan ikut mencegahnya.
“Gerakan pencegahan stunting harus sinergi dilakukan, mulai dari memberi pemahaman kepada masyarakat, memperbaiki sanitasi, memperbaiki akses pangan, layanan kesehatan dan lain sebagainya. Ini melibatkan semua kalangan, mulai dari OPD – OPD, camat, lurah/kades, LSM, PKK, guru, hingga para orang tua, tidak boleh ada yang cuek karena stunting akan mengancam masa depan bangsa,” ujarnya.
Saat ini Pemerintah Kabupaten Nunukan sangat serius melakukan pencegahan stunting. Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura Hafid bahkan sudah menandatangani Komitmen Percepatan dan Pencegahan Anak Stunting dengan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Jakarta tanggal 3 Juli 2019 lalu. Komitmen itu selanjutnya diikuti dengan penandatanganan komitmen di tingkat daerah, dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait.(HUMAS)