Gubernur Hadiri Pelantikan Lembaga Adat Dayak Tenggalan

NUNUKAN – Dikenal sebagai daerah yang memiliki kekayaan budaya, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) memiliki warna tersendiri dalam keanekaragaman etnik khususnya Suku Dayak yang menjadi salah satu suku asli yang mendiami Bumi Benuanta.

Salah satunya, Suku Dayak Tenggalan yang baru saja menggelar Pelantikan Pengurus Lembaga Adat Suku Dayak Tenggalan yang disaksikan langsung oleh Gubernur Kaltara, Drs H Zainal A Paliwang SH M.Hum di Halaman Bangsal Desa Tulang, Kecamatan Sembakung Atulai, Kabupaten Nunukan, Senin (29/8).

Gubernur mendapat kesempatan menandatangani prasasti keberadaan Suku Dayak Tenggalan di Kaltara dan diikuti Kepala Suku Dayak Tenggalan, H. Pangeran Ismail PB dan beberapa ketua lembaga adat besar dari setiap suku yang berkesempatan hadir.

Dalam sambutannya, Gubernur mengutarakan bahwa Pemerintah Provinsi Kaltara turut mendukung penuh kepengurusan suatu organisasi kedaerahan atau kesukuan terbentuk di Kaltara seperti Suku Dayak Tenggalan. Ini bertujuan sebagai bentuk pelestarian budaya dan untuk meningkatkan partisipasi dalam pembangunan di Kaltara.

“Kita harus tetap mempertahankan budaya-budaya yang kita miliki saat ini, karena yang bisa melestarikan dan mempertahankan budaya-budaya yang kita miliki adalah kita sendiri bukan orang lain,” jelasnya.

Gubernur berharap kepada segenap masyarakat Suku Dayak Tenggalan untuk terus menjaga kelestarian budayanya yang mana merupakan salah satu suatu kekhasan yang dimiliki Kaltara dan turut berperan serta dalam pembangunan di Kaltara.

“Kita ketahui bersama bahwa pembangunan tertentu tidak dapat hanya dilakukan oleh pemerintah saja namun perlu bersinergi dengan berbagai pihak termasuk memerlukan berbagai masukan positif pengurus suku Dayak Tenggalan sebagai salah satu suku asli di Kalimantan yang tentu sangat mencintai dengan tulus tanah leluhurnya,” harapnya dihadapan keluarga besar Suku Adat Dayak Tenggalan.

Oleh karena itu, Gubernur mengajak kepada seluruh anggota pengurus untuk serius mengembangkan organisasi dan memberikan yang terbaik untuk meningkatkan potensi yang dimiliki dan terus melakukan inovasi di Kaltara sebagai rumah kita bersama untuk dapat Berubah, Maju dan Sejahtera.

“Mari bersama-sama kita bersatu padu di dalam menjalankan tugas secara amanah dan bertanggung jawab pada organisasi. Tenggalan Bersinergi, Tenggalan Bersatu, Tenggalan Berintegritas,” pungkasnya. (dkisp)

Gubernur Serahkan Sertifikat Tiga Instansi Vertikal

TANJUNG SELOR – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Drs H Zainal Arifin Paliwang SH, M.Hum., menyerahkan sertifikat tanah lahan hibah kepada kantor Pengadilan Tinggi (PT), dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Kaltara.

Selain dua instansi vertikal tersebut, diserahkan juga sertifikat tanah untuk pembangunan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltara, Senin (29/8).

Hadir pada momen penyerahan tersebut, Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim, Nyoman Gede Wirya, SH. MH., Wakil Ketua Pengadilan Agama Kaltim, H. Helminizami, SH. MH., dan Ketua Bawaslu Kaltara, Suryani.

Adapun pemecahan sertifikat baik Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Agama masing-masing menerima lahan seluas 22.500 meter persegi, sementara Bawaslu Kaltara menerima lahan seluas 4.006 meter persegi. Luas lahan peruntukkan Bawaslu Kaltara, nantinya juga ditempati Kantor Pemilihan Umum (KPU) Kaltara.

Gubenur mengungkapkan salah satu upaya dalam mempercepat pembangunan di Kaltara, yakni dengan melengkapi kantor instansi vertikal berserta sarana dan prasarananya.

Ia mengatakan bahwa saat ini sudah ada sekitar 11 instansi vertikal yang telah menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), diarea bakal Pusat Pemerintahan seluas 590 Hektare (Ha). Diantaranya BPKP, BPPT, Kemenag, KPU, Bawaslu, Kantor Pajak, Kajati, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, TVRI dan kantor ANTARA.

“Total sudah ada 11 instansi vertikal di Pusat Pemerintahan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan saat ini. Sementara akan menyusul Kanwil, BPN, BPOM, BNN, BLK, dan Korem,” tutur Zainal A Paliwang.

Penyerahan hibah berubah tanah kepada instansi vertikal diharapkan dapat mempercepat pembangunan di kawasan Pusat Pemerintahan. Untuk itu, Gubernur meminta kepada instansi yang telah mendapatkan lahan hibah untuk segera melaksanakan pembangunan.

“Saya minta agar instansi yang telah mendapatkan lahan hibah dari Pemprov segera melaksanakan pembangunan dan pengelolaan aset, sebagaimana disepakati dalam NPHD,” tuntasnya. (dkisp)

Postur Belanja di APBD-P Diusulkan Rp 2,7 T

TANJUNG SELOR – Usulan alokasi belanja pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD-P) Provinsi Kalimantan Utara mengalami penambahan sebesar 16 persen.

Usulan ini disampaikan Gubernur Kaltara, Drs H Zainal A Paliwang SH, M.Hum pada Rapat Paripurna ke-18 masa Persidangan II Tahun 2022 terkait Penyampaian Nota Pengantar Raperda tentang Perubahan APBD 2022 di Ruang Rapat DPRD Kaltara, Senin (29/8).

“Alokasi belanja daerah dalam APBD tahun anggaran 2022 semula ditetapkan sebesar Rp2,4 triliun mengalami penambahan sebesar 16 persen atau sejumlah Rp375 miliar sehingga menjadi sebesar Rp2,7 triliun,”beber Gubernur.

Adapun pendapatan yang semula Rp2,1 triliun pada nota keuangan yang disampaikan meningkat 18 persen sebesar Rp386 miliar sehingga menjadi Rp2,5 triliun.

Gubernur mengungkapkan, perubahan APBD merupakan upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangan dengan perkembangan yang terjadi.

Secara substantif, perubahan dimaksud merupakan penyesuaian-penyesuaian atas capaian target kinerja atau prakiraan/rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ia menjelaskan perubahan APBD dapat dilakukan bila terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan
asumsi kebijakan umum APBD. Kemudian, keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar program, antar kegiatan, dan antar jenis belanja. Dan, keadaan yang menyebabkan silpa tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan.

“Penyusunan nota keuangan perubahan APBD tahun 2022 ini merupakan tindak lanjut dari perubahan kebijakan umum anggaran dan perubahan prioritas plafon anggaran sementara yang telah dibahas dan disepakati DPRD dan Pemprov Kaltara,”terang Gubernur.

Penyusunan rancangan perubahan APBD tahun anggaran 2022 dilaksanakan untuk mengakomodir peraturan presiden nomor 98 tahun 2022 tentang rincian anggaran pendapatan dan belanja negara tahun anggaran 2022.

Rancangan perubahan apbd tahun anggaran 2022 ini, terdapat berbagai perubahan baik pada komponen pendapatan maupun belanja, dengan tetap memprioritaskan azas efisiensi dan efektivitas.

Pemprov bersama DPRD Kaltara sebagai mitra dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, berusaha menyusun rencana penganggaran yang berpihak kepada masyarakat.

Gubernur berharap kepada segenap anggota DPRD dapat memberikan persetujuan sehingga sehingga rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2022 dapat segera ditetapkan menjadi peraturan daerah.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada saudara ketua, para wakil ketua dan seluruh anggota dewan yang terhormat, atas kerja sama yang telah terjalin dengan baik selama ini, baik dari segi perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan anggaran daerah yang telah berjalan pada tahun ini,”katanya.

Hadir mendampingi Gubernur Drs H Zainal Arifin Paliwang SH, M.Hum., Wakil Gubernur (Wagub) Kaltara, Dr Yansen TP, M.Si, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltara Dr H. Suriansyah M.AP., Asisten bidang Perekonomian dan Pembangunan Dr. Bustan, SE.,M.Si., Asisten bidang Administrasi Umum Pollymaart Sijabat, SKM.,M.AP dan sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan kerja Pemprov Kaltara. (dkisp)

Kapolri Gelorakan Semangat Persatuan-Kesatuan Bangsa di Acara Kirab Merah Putih




Jakarta -Berandankrinews.com. Lintas elemen bangsa mulai dari instansi Pemerintah, tokoh agama, Polri, pemuda, mahasiswa hingga pelajar menggelar kegiatan kirab merah putih sebagai wujud untuk menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang hadir dalam kegiatan tersebut ikut menggelorakan semangat persatuan dan kesatuan bangsa sebagai modal ataupun kekuatan utama untuk Negara Indonesia dalam menghadapi segala macam tantangan yang ada.

“Acara hari ini sebenarnya adalah upaya kita semua untuk selalu menjaga semangat persatuan dan kesatuan, sebagai modal dasar dan modal utama kita untuk menghadapi berbagai macam tantangan bangsa,” kata Sigit di depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (28/8).

Kegiatan pembentangan bendera merah putih ini akan diselenggarakan di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, pada hari ini. Adapun rute kirab tersebut dimulai dari Istana Merdeka hingga Bundaran HI.

Sigit menuturkan, kirab merah putih ini juga masih merupakan rangkaian dalam memperingati momentum Hari Kemerdekaan Indonesia dengan tema ‘pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat’.

“Jadi hari ini kita bersama-sama dengan seluruh elemen bangsa baik dari instansi pemerintahan, kemahasiswaan, ormas-ormas total hari ini yang ikut bergabung kurang lebih 50 ribu orang. Dimana ini kegiatan kirab merah putih ini masih bagian dari rangkaian kegiatan perayaan hari ulang tahun kemerdekaan,” ujar Sigit.

Kirab merah putih dengan semangat menjunjung persatuan dan kesatuan ini, dikatakan Sigit sangat diperlukan bagi Bangsa Indonesia untuk menghadapi segala macam bentuk tantangan yang datang dari tingkat global maupun nasional.

Tantangan tersebut diantaranya, menurut Sigit adalah Pandemi Covid-19 yang masih melanda seluruh dunia termasuk Indonesia saat ini. Termasuk, terjadinya konflik Negara Rusia dan Ukraina, yang memunculkan potensi ancaman krisis pangan dan energi bagi seluruh dunia.

“Apalagi kita dihadapkan situasi-situasi sangat sulit, kita hadapi Pandemi Covid-19. Dan alhamdulillah berkat persatuan dan kesatuan semua itu bisa dilalui dengan baik. Saat ini kita juga menghadapi bernagai tantangan yang dihadapi berbagai macam masalah akibat perang Rusia dan Ukraina yang memunculkan krisis pangan dan energi,” ujar eks Kabareskrim Polri itu.

Mantan Kapolda Banten ini juga menyinggung soal pentingnya menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam menghadapi agenda nasional Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024 mendatang.

“Ini tentunya harus terus kita ingatkan bahwa siapapun pemimpinnya, maka persatuan kesatuan berada di atas segalanya. Sehingga, polarisasi yang pernah terjadi di tahun 2019, di tahun 2024 ini tidak boleh terjadi lagi,” ucap Sigit.

Lebih dalam, Sigit juga menuturkan, Indonesia di tahun 2030 akan mencapai bonus demografi. Sebab itu, Sigit menekankan, diperlukan semangat persatuan dan kesatuan oleh seluruh elemen bangsa guna memanfaatkan bonus demografi ke arah yang lebih baik.

“Sehingga kita betul-betul bisa memiliki lompatan kemajuan mewujudkan SDM kita yang unggul. Semangat-semangat ini yang tentunya harus kita jaga. Kita kobarkan, untuk wujudkan tujuan nasional kita, melanjutkan visi misi Indonesia Emas di tahun 2045,” tutur Sigit.

“Mungkin itu semangat yang kita bangun di dalam kirab merah putih hari ini, yang diikuti seluruh elemen. Kita harapkan ini menjadi suatu tradisi penguatan terhadap semangat seluruh elemen bangsa untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan,” tambah Sigit.

Diketahui, dalam acara kirab merah putih nantinya terdapat beberapa rangkaian kegiatan. Mulai dari, parade kirab merah putih, pawai, doa lintas agama, tausiah kebangsaan, sambutan, pembacaan ikrar, hingga hiburan.

Kirab merah putih ini dilepas oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dari depan istana merdeka bersama Ulama karismatik Habib Luthfi bin Ali bin Yahya dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

Heintce G Mandagie :Menanti Putusan MK Kembalikan Hak Regulator Kepada Organisasi Pers




Jakarta-Berandankrinews.com
Sidang perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 akan segera diputus oleh Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 31 Agustus 2022 mendatang. Setelah melewati sidang yang berkepanjangan putusan perkara ini akhirnya akan segera dibacakan Majelis Hakim MK.

Putusan MK terhadap uji materi Pasal 15 Ayat (2) Huruf f dan Ayat (5) UU Pers ini tentu sangat dinanti-nanti oleh seluruh insan pers tanah air yang berada di luar konstituen Dewan Pers.

Betapa tidak, hak konstitusional wartawan yang tergabung dalam organisasi-organisasi pers untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers, menyusun peraturan-peraturan di bidang pers, dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan, telah dirampas dan direnggut secara sepihak oleh institusi Dewan Pers sendiri melalui kaki tangan organisasi-organisasi pers berlabel Konstituen.

Padahal, hak konstitusional adalah hak yang dimiliki oleh setiap warga negara sesuai dengan konstitusi yang berlaku di negaranya. Keberadaan hak konstitusional merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin pemenuhan dan perlindungannya dalam konstitusi negara.

Namun sayangnya, hak konstitusional itu derunggut secara licik oleh petinggi organisasi pers melalui kaki-tangannya di Dewan Pers dengan cara menghilangkan hak wartawan untuk memilih dan dipilih dengan cara menetapkan peraturan organisasi konstituen Dewan Pers.

Wartawan Indonesia yang menjadi anggota organisasi non konstituen Dewan Pers kehilangan hak konstitusionalnya karena disingkirkan oleh sistem regulasi yang dibuat sepihak oleh oknum-oknum pimpinan organisasi pers dan para anggota Dewan Pers sebelumnya untuk menguasai Dewan Pers.

Akibatnya, tak sedikit wartawan senior berpengalaman dari daerah dan pusat yang berasal dari organisasi pers berbadan hukum harus kehilangan haknya untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers karena label ‘haram’ konstituen Dewan Pers. Hak konstitusional wartawan inilah yang ‘dirampas’ oleh Dewan Pers dan kroni-kroninya.

Padahal, dalam sidang Uji Materi di MK, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo selaku pihak pemerintah telah menyampaikan keterangan secara tertulis dan tegas bahwa dewan Pers bukan regulator melainkan hanya fasilitator.

Jika alasan Dewan Pers menerbitkan peraturan (Regulasi) sebagai bentuk implementasi dari kata memfasilitasi berdasarkan hasil kesepakatan bersama atau konsensus organisasi-organisasi pers, maka pendapat itu melanggar UU Pers itu sendiri yang hanya memberi fungsi kepada Dewan Pers sebagai Fasilitator bukan Regulator.

Dan pada prakteknya Dewan Pers menerbitkan Regulasi berdasarkan sederet Peraturan maka Dewan Pers sudah beralih fungsi menjadi Regulator Pers Indonesia. Padahal, fungsi dan kewenangan Regulator itu ada pada organisasi-organisasi pers sesuai UU Pers.

Namun betapa bodoh dan naifnya, organisasi-organisasi pers selama ini dibiarkan menjadi objekan Dewan Pers. Sesungguhnya Wartawan tidak bisa terpisahkan dari organisasi pers. Sehingga domain regulator pers harusnya dikembalikan kepada wartawan.

Saat ini domain regulator diserahkan kepada Anggota Dewan Pers yang di dalamnya ada anggota yang bukan wartawan. Dan selama ini orang-orang itu merasa orang yang paling berkuasa mengatur-ngatur wartawan Indonesia.

Memag benar UU Pers memberi ruang kepada Tokoh Masyarakat untuk menjadi Anggota Dewan Pers karena bertujuan agar Wartawan bisa difasilitasi oleh tokoh masyarakat bersama dengan wartawan senior dalam menjalankan fungsinya mengatur ruang lingkup pers. Bukan sebaliknya, Dewan Pers justeru berubah peran mengatur wartawan dan organisasi pers.

UU Pers sudah jelas mengatur domain pihak-pihak yang terlibat dalam ruang lingkup pers pada Pasal 1 Ketentuan Umum. Pada pasal ketentuan umum ini Dewan Pers tidak dimasukan oleh penyusun UU Pers karena sejarah kelam masa lalu sengaja dihindari agar wartawan bisa mendapat jaminan kebebasan pers agar tidak diatur-atur oleh pihak di luar itu.

Makanya keberadaan Dewan Pers hanya disisip pada Pasal 15 UU Pers dengan tujuan hanya untuk memberi fungsi memfasilitasi wartawan dan organisasi pers terjamin kemerdekaan persnya dalam menyusun regulasi dan meningkatkan kualitasnya.

Kata kasarnya, saat itu pers Indonesia dikasih hadiah ‘Office Boy’ atau ‘pembantu rumah tangga’ yang wujudnya bernama Dewan Pers, oleh para penyusun UU Pers. Jadi ‘Big Bos’ sesungguhnya berdasarkan sejarah pers, pasca Dewan Pers dan Departemen Penerangan dibubarkan, adalah Wartawan, Perusahaan Pers, dan Organisasi Pers sebagaimana diatur dalam Ketentuan Umum Pasal 1 UU Pers.

Pada prakteknya, saat ini si ‘Office Boy’ atau ‘pembantu rumah tangga’ itu sudah menguasai rumah majikan dengan alasan anggota keluarga menyetujui si ‘Office Boy’ atau ‘pembantu rumah tangga’ itu menjadi tuan tanah dan majikan baru regulator peraturan pers.

Di dunia ini hanya di Indonesia sebuah profesi diatur-atur oleh lembaga yang tidak berwenang selaku regulator dan oleh orang-orang yang tidak mengerti tentang pers. Coba bayangkan jika organisasi Kedokteran diatur-atur oleh orang yang bukan dokter, atau organisasi pengacara diatur-atur oleh orang yang bukan pengacara, apa jadinya diperlakukan demikian ?

Yang berhak mengatur ruang lingkup pers harusnya orang-orang yang berkecimpung di dunia pers. Dalam hal ini adalah organisasi pers.

Jadi Dewan Pers kedudukannya merupakan lembaga independen dan berfungsi sebagai fasilitator bukan regulator bagi insan pers. Jika Dewan Pers menerbitkan Regulasi berupa Peraturan Dewan Pers maka lembaga ini bukan lagi fasilitator atau lembaga independen melainkan Lembaga Regulator bagi insan pers tanah air.

Sangat disayangkan, ada Ketua Umum oragnisasi pers ‘Old School’ secara terang-terangan berkicau di media menuding Pelaksanaan UKW yang sah adalah lewat Dewan Pers. Dan pelaksanaan UKW di luar lembaga Dewan Pers adalah abal-abal.

Sang ketum organisasi pers ‘jadul’ ini mengkalim UKW versi Dewan Pers lebih sah dari Sertifikasi Kompetensi Wartawan versi Lembaga Sertifikasi Profesi Pers Indonesia yang didirikan Serikat Pers Republik Indonesia berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Sertifikat yang berlogo burung Garuda Pancasila versi LSP Pers Indonesia dan BNSP dituding abal-abal. Sementara UKW ilegal versi Dewan Pers oleh Lembaga Penguji ilegal diklaim sah karena dasar penafsiran Pasal 15 Ayat (2) huruf f UU Pers.

Rupanya si Ketum Organisasi ‘Jadul’ itu tidak mengerti bahwa UU Pers merupakan merupakan lex specialis dari KUH Pidana bukan kepada UU Ketenagakerjaan. Lex Specialis UU Pers untuk melindungi karya jurnalistik wartawan dan media agar tidak dikriminalisasi.

Namun bicara profesi harus tetap mengikuti aturan UU Ketenagakerjaan. KPK dan Polri aja tunduk pada peraturan BNSP dengan pendirian LSP KPK dan LSP Polri.
Terlebih, di dalam UU Pers tidak ada pasal yang mengatur secara eksplisit tentang pelaksanaan UKW bahkan SKW. Bunyi Pasal 15 Ayat (2) huruf f UU Pers : memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Pasal ini jelas mengatur fungsi Dewan Pers hanya memberi fasilitas kepada organisasi-organisasi pers untuk : menyusun peraturan dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan. Jadi menyusun peraturan dan meningkatkan kualitas profesi itu domainnya organisasi-oragnisasi pers bukan fungsi Dewan Pers sebagaimana dikalim selama ini.

Makanya, dalam uji materi di MK, pemohon menilai, Pasal 15 ayat (2) huruf f harus dimaknai ‘dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers’. Sebab selama ini fungsi tersebut dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers

Selanjutnya Pasal 15 ayat (5) harusnya dimaknai ‘Keputusan Presiden bersifat administratif sesuai usulan atau permohonan dari organisasi-organisasi pers, perusahaan-perusahaan pers dan wartawan yang terpilih melalui mekanisme kongres pers yang demokratis.’

Jika tidak dimaknai demikian, maka hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Karena pengujian Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers merupakan upaya hukum yang dijamin secara konstitusional, dalam rangka mengupayakan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara, termasuk wartawan.

Sebagai penulis yang kebetulan juga menjadi pemohon pada Uji Materi Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers di MK, tetap berharap MK bisa memutuskan secara profesional tanpa ada tekanan dari pihak manapun juga.

Sehingga publik pers berharap MK membuat keputusan yang dapat mengembalikan hak regulator kepada organisasi-organisasi pers dan wartawan