Kasus Kriminalisasi Wartawan Aceh dan Sulut Membuktikan Lemahnya Rakyat di Depan Penguasa dan Pengusaha

Jakarta – Berandankrinews.com – Maraknya kasus kriminalisasi terhadap wartawan dan warga masyarakat akibat menyampaikan aspirasi dan kritikan terhadap kondisi yang terjadi di sekitar mereka, membuktikan bahwa kehidupan demokrasi di negeri ini masih jauh dari harapan. Sistem otoritarianisme dan praktek tiran masih cukup kuat mencengkeram menindas rakyat, terutama yang dianggap tidak seia-sekata dengan pihak tertentu, yakni penguasa dan pengusaha. Jika di masa lalu, sikap otoritarian mewujud melalui penggunaan perangkat militer dan kebijakan sepihak penguasa, sekarang otoritarianisme langgeng didukung oleh perangkat perundangan dan hukum yang dibuat parlemen.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyikapi banyaknya persidangan di berbagai pengadilan di Indonesia yang mendudukkan rakyat sebagai terdakwa atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik, ujaran kebencian, penghinaan, dan sejenisnya melalui media massa, media sosial, dan jejaring pertemanan berbasis aplikasi telepon genggam. Wilson menunjuk secara spesifik terhadap dua kasus kriminalisasi wartawan yang sedang disidangkan di PN Bireuen, Aceh, dan PN Kotamobagu, Sulawesi Utara. “Bayangkan, wartawan saja yang memang tugasnya mencari dan mempublikasikan informasi ditangkapi dan dipenjara. Mereka dipayungi UU Pers, namun tetap tidak dapat pembelaan dari negara,” jelas Wilson yang merupakan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, dalam keterangan persnya di Jakarta Rabu Sore, (27/03/2019).

Tentu saja, lanjut Wilson, warga masyarakat biasa menghadapi situasi yang lebih rapuh dan berbahaya jika menyampaikan aspirasi ketidakpuasannya terhadap kinerja maupun perilaku para penguasa dan pengusaha. Kasus Supriadi Dadu yang dijadikan pesakitan akibat mempublikasikan berita terkait harta kekayaan salah seorang oknum anggota DPRD di daerahnya, misalnya, sesungguhnya tidak layak untuk diproses oleh aparat penegak hukum. “Isi beritanya tentang harta si anggota Dewan disadur dari data KPK yang ada di situs www.kpk.go.id, bukan berita bohong,” ujar Wilson heran.

Menurut dia, jika sang anggota Dewan merasa dicemarkan nama baiknya, justru sebenarnya si anggota Dewan itu tidak punya nama baik, alias namanya dia memang sudah buruk akibat perilakunya. “Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang faktual tentang perilaku buruk seseorang, maka sesungguhnya orang yang terkait pemberitaan itu tidak memiliki nama baik. Tidak perlu dicemarkan nama baiknya, memang sudah cemar karena sikap dan perilakunya sendiri,” tegas alumni pascasarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England itu.

Jikapun isi beritanya bohong dan tidak benar, maka berdasarkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, mekanismenya harus melalui hak jawab dan hak koreksi, bukan dikenakan delik pidana sebagaimana diatur oleh KUHP. “UU Pers kalah oleh energi kekuasaan anggota Dewan yang sedang berposisi sebagai penguasa. Ketentuan UU Pers diabaikan aparat hukum, diganti dengan pasal-pasal KUHP. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghukum seseorang. Jadi, tujuan hukum kita itu adalah untuk memenjarakan warga, bukan untuk menghadirkan keadilan,” imbuh Wilson.

Demikian juga kasus Epong Reza di Bireuen yang meringkuk di tahanan atas tuduhan mencemarkan nama baik seorang tauke, pengusaha besar di sana. “Epong dituduh menyebarkan berita bohong melalui medianya terkait perilaku sang tauke, yang menggunakan BBM bersubsidi untuk keperluan pabriknya. Kebetulan si tauke ini merupakan adik Bupati setempat. “Habislah si Epong, orang yang dihadapinya memiliki dua kekuatan besar, pengusaha yang banyak uang, sekaligus orang yang bergelimang kekuasaan sang abang yang penguasa,” kata Wilson.

Dari fenomena dua kasus kriminalisasi wartawan Epong dan Dadu di atas, Wilson mengaku sangat prihatin atas ketidakberdayaan keduanya menghadapi gempuran penguasa dan pengusaha. “Itulah potret ketidakberdayaan rakyat di depan para penguasa dan pengusaha di negeri ini. Mereka harus pasrah, tidak berdaya melawan kesewenang-wenangan oknum penguasa dan oknum pengusaha bertameng UU tersebut,” pungkas Wilson menyesalkan. (fri)

Resmikan MRT Jakarta, Presiden Jokowi: Rawat dan Jaga MRT Kita

Jakarta, Berandankrinews.com — Sebuah peradaban baru bagi warga Ibu Kota dan sekitarnya dimulai. Hal itu terjadi setelah Presiden Joko Widodo meresmikan beroperasinya moda raya terpadu (MRT) Jakarta fase pertama yang menghubungkan Bundaran HI dengan Lebak Bulus. MRT tersebut merupakan moda transportasi pertama yang hadir di Indonesia.

Presiden Jokowi didampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat berkeliling stasiun MRT

“Hari ini sebuah peradaban baru akan kita mulai, yaitu dengan dioperasikannya MRT di DKI Jakarta fase pertama. Siapa yang sudah mencoba MRT?” ujar Presiden di kawasan car free day, Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 24 Maret 2019.

Presiden, dalam sambutannya, mengharapkan agar kehadiran MRT pertama ini turut disertai dengan pembangunan budaya baru dalam bertransportasi bagi para penggunanya. Sejumlah kebiasaan dan kedisiplinan hendak ditanamkan kepada masyarakat terkait penggunaan moda raya terpadu ini.

Jokowi Bersama Para Menteri dan Gubernur DKI Jakarta mencoba MRT

“Yang pertama, jangan buang sampah di MRT dan stasiun-stasiun MRT kita. Jaga agar MRT dan stasiun-stasiun yang kita miliki tidak kotor,” tuturnya.

Selain itu, demi keamanan dan kenyamanan pengguna jasa MRT dan moda transportasi lainnya, Kepala Negara mengajak masyarakat untuk lebih tertib dengan membudayakan antre dan disiplin waktu.

“Kalau mau naik MRT antre. Jangan berdesak-desakan. Antre dan disiplin waktunya. Jangan sampai pintunya mau ketutup baru masuk, kejepit pintu nanti,” ucapnya.

Lebih jauh, terkait dengan pembangunan MRT, Kepala Negara mengatakan bahwa pembangunan MRT tahap selanjutnya akan segera dilakukan. Pihak pengelola akan segera memulai pembangunan koridor utara-selatan yang menghubungkan Lebak Bulus dan Kampung Bandan. Presiden sendiri berharap agar pembangunan koridor tersebut bersamaan dengan pembangunan koridor timur-barat.

“Segera ini akan kita lanjutkan ke fase ke utara, fase yang kedua. Paralel nanti dengan east-west. Akan kita kerjakan secara beriringan,” kata Presiden.

Presiden juga mengungkap bahwa pihaknya akan terus mengupayakan integrasi yang lebih luas terhadap segala moda transportasi yang ada di Ibu Kota dan sekitarnya. Dengan upaya itu, masyarakat diharapkan dapat lebih memilih menggunakan transportasi umum dibanding pribadi sehingga mengurangi kemacetan.

“Masyarakat akan diberikan kemudahan-kemudahan untuk datang ke sebuah tempat sehingga meninggalkan motor dan mobil pribadinya karena lebih nyaman dan cepat naik MRT, transjakarta, dan LRT yang juga akan segera selesai. Harapan kita itu,” tuturnya.

Untuk menuju bundaran HI, Presiden bersama sejumlah menteri Kabinet Kerja menggunakan MRT dari Stasiun Istora. Selanjutnya ketika tiba di stasiun bundaran HI, Presiden kemudian menandatangani prasasti peresmian Moda Raya Terpadu Jakarta Fase I.

Dari stasiun, Presiden berjalan kaki menuju panggung yang berada di depan air mancur bundaran HI.

Turut hadir mendampingi Presiden pada peresmian MRT Jakarta ini diantaranya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf. Juga hadir Ketua DPD Oesman Sapta Odang, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. (fri)

Himbau Wajib Lapor Sampaikan LHKPN

ABADIKAN MOMEN : Sekprov Kaltara H Suriansyah berfoto bersama usai acara Sosialisasi Pencegahan Korupsi dan Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah, di Balikpapan, Kamis (21/3).

BALIKPAPAN, Berandankrinews.com– Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltara, H Suriansyah menghimbau agar wajib lapor di lingkup Pemprov Kaltara segera menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) secara online sebelum masuk tenggat waktu yang ditentukan.

Menurut Suriansyah, LHKPN merupakan instrument penting untuk mengangkat atau mempromosikan penyelenggara negara sesuai dengan kepatuhan LHKPN-nya. Tidak hanya itu, ini juga sebagai alat untuk mempertanggungjawabkan kepemilikan harta para penyelenggara negara sehingga bisa bekerja dengan baik dan terlepas dari jerat korupsi.

Ini untuk pengawasan pengembangan harta kekayaan penyelenggara negara,kata Suriansyah, saat menghadiri Sosialisasi Pencegahan Korupsi dan Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah, di Balikpapan, Kaltim, Kamis (21/3).

Berdasarkan laporan dari Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah VII yang membawahi Kalimantan, hingga 18 Maret 2019 jumlah wajib lapor yang sudah menyampaikan LHKPN sebesar 57,72 persen. Ia optimis sebelum 31 Maret 2019 seluruh wajib lapor telah menyampaikan LHKPN. Tentunya ini akan terus bertambah secara real time, sehingga seluruh wajib lapor telah mengisinya,jelas Suriansyah.

Suriansyah pun terus mengingatkan bahkan mendorong para wajib lapor LHKPN di Provinsi Kaltara agar segera menyelesaikannya. Terlebih lagi untuk kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemprov Kaltara agar segera mengisi LHKPN. Ini kita upayakan terus, agar semua yang wajib lapor dapat segera mengisinya,kata Suriansyah

Selain pengisian LHKPN, pada agenda tersebut juga digelar Penandatangan Perjanjian Kerjasama antara Pemprov Kaltara dengan Bankaltimtara terkait layanan penerimaan pendapatan daerah secara non tunai di daerah Provinsi Kaltara. Pola kerjasama ini bertujuan, agar pendapatan daerah dapat dilakukan secara non tunai atau elektronik. (humas)

Kembali Fokuskan Pembangunan Jalan

INFRASTRUKTUR PERBATASAN : Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie saat meninjau progress pembangunan ruas jalan Long Bawan-Long Midang, belum lama ini.


JAKARTA, Berandankrinews.com Pembangunan infrastruktur jalan di wilayah perbatasan dan pedalaman Kalimantan Utara (Kaltara) terus berlanjut. Sejumlah pekerjaan kembali dilanjutkan tahun ini, baik pembangunan maupun pemeliharaan di tiap ruas jalan. Salah satunya, menyelesaikan pembangunan ruas jalan Malinau-Krayan (Long Bawan dan Long Midang).

Pada 2018 lalu, dari 206 kilometer total panjang ruas jalan Long Bawan-Long Midang melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional XII Balikpapan, sudah teraspal sepanjang 24 kilometer dari arah Malinau. Sebaliknya dari sisi Krayan, tepatnya di Long Midang sudah beraspal 5 kilometer menuju Malinau.

Untuk ruas jalan, menurut informasi BPJN (Balai Pelaksana Jalan Nasional) XII Balikpapan, secara data itu sudah tembus. Hanya tersisa kurang lebih 40 kilometer dari total panjang 206 kilometer serta pembangunan jembatan yang perlu dilakukan untuk penurunan grid agar mencapai target fungsional, kata Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie, baru-baru ini.

Sementara pada tahun ini, kata Irianto, akan kembali dilakukan sejumlah pengerjaan baik pembangunan maupun pemeliharaan. Di antaranya, pembangunan ruas jalan dari Long Bawan menuju Long Midang sepanjang 5,70 kilometer. Dan ruas jalan Malinau-Long Bawan sepanjang 2,08 kilometer.

Sedangkan pemeliharan pada ruas jalan dari (Long Semamu-Long Bawan-Long Midang) sepanjang 91,63 kilometer juga terus dilakukan. Kemudian jalan Malinau menuju Long Semamu dengan panjang jalan 80 kilometer. “BPJN XII Balikpapan akan fokus pada pengerjaan titik-titik rawan longsor dan tanjakan yang terlalu tinggi, ungkap Gubernur.

Selain pembangunan dan pemeliharaan jalan, juga dilakukan pekerjaan pembangunan jembatan. Jembatan PaBarenung (Long Semamu-Long Bawan-Long Midang) dengan panjang 20 meter. Untuk pengaspalan pada ruas jalan belum menjadi fokus BPJN XII Balikpapan. Target mereka, tahun ini fungsional dulu agar fasilitas umum yang dibuat pemerintah itu dapat dinikmati masyarakat, pungkas Irianto.(humas)

Penerimaan AKPOL Harus Steril Dari KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme )

Hendrik Yance Udam

Jakarta — Berandankrinews.com – Hendrik Yance Udam yang dikenal dengan HYU selaku Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Rakyat Cinta NKRI (DPN Gercin-NKRI) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jum’at, (22/03/2019) meminta agar supaya Bapak Kapolri Jendral Tito Karnavian selaku pimpinan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia berserta panitia pelaksana penerimaan Akpol ( Akedemi Kepolisian) kiranya dapat mengevaluasi proses seleksi penerimaan Akpol terlebih khusus yang ada di Papua.

“Oleh sebab kami meminta agar supaya para pelamar polisi khususnya Akpol putra- putra asli papua yang memenuhi kriteria serta non papua yang lahir dan besar di papua yang orang tuanya sudah berdomisili puluhan tahun lamanya di Papua agar supaya kiranya dapat diakomodir dalam seleksi penerimaan Akpol yang ada tahun ini. Lulusan ujian nasional tahun 2018 dan 2018 yang mengikuti ujian nasional perbaikan harus bisa di akomodir dengan baik dalam penerimaan Akpol agar tidak terkesan tidak adil karena membatasi bibit-bibit yang berpotensi karena mereka juga adalah anak bangsa yang harus diperhatikan.” ujar Hendrik.

“Sebab wujud nyata instruksi Kapolri bahwa jangan ada polisi yang menyakiti rakyat. Untuk itu instruksi Kapolri tersebut harus pula
diterjemahkan dengan baik oleh aparat Polri yang ada di seluruh indonesia.” imbuh HYU.

“Sebab dengan tidaknya diakomodir putra-putra terbaik Papua lulusan ujian nasional mulai dari tahun 2016 sampai 2019 yang mengikuti ujian nasional perbaikan, maka itu pula secara psikologis telah menyakiti hati rakyat yang ada karena tidak mempertimbangkan kesulitan atau hambatan daerah tertinggal sarana maupun prasarana yang menjadi pertimbangan Kemendikbud sehingga melaksanakan ujian nasional perbaikan ( UNP ) bagi siswa yang mempunyai nilai Ujian Nasional yang rendah akibat ujicoba ujian berbasis komputer.

Oleh sebab itu kami juga meminta kepada masyarakat yang ada agar kiranya dapat memantau jalannya seleksi penerimaan Personel Polri tahun 2019 agar supaya berjalan dengan lancar dan terhindar dari KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) dan Kami juga tak lupa mengucapkan duka yang mendalam di saat musibah banjir bandang yang menimpa saudara kita di Sentani Jayapura semoga tetap tabah menerima cobaanNya.” pungkas Hendrik yang juga Orang Asli Papua (OAP) ini. (fri)