PPWI Tamiang Kecam Keras Upaya Pendzaliman terhadap Pewarta

ACEH TAMIANG – Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPC PPWI) Aceh Tamiang mengecam keras terhadap upaya pendzaliman oleh sejumlah oknum terhadap seorang pewarta, yang bernama Zulfadli Idris alias Bang Iyong. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris DPC PPWI Aceh Tamiang, Syahriel Nasir, melalui rilis persnya, Selasa (03/09/2019).

Nasir menegaskan, PPWI Aceh Tamiang sangat tidak dapat menerima aksi dzalim yang dilakukan oleh oknum pengurus Majelis Pendidikan Daerah (MPD) setempat, berinisial ZH, dengan cara mengancam akan membunuh dan memutilasi Bang Iyong. “Aksi pengancaman ZH terhadap Bang Iyong pada 13 Agustus 2019 kemarin, dengan alasan bahwa Bang Iyong sering mengkritik MPD Aceh Tamiang melalui media sosial facebook, sangat tidak benar dan terlalu mengada-ngada,” jelas Nasir.

Menurut Nasir, pasca dilantiknya MPD Aceh Tamiang periode 2019-2024, pada 15 Februari 2019 lalu, Bang Iyong tidak pernah melontarkan kritikan kepada lembaga tersebut, baik melalui media sosial facebook, maupun media massa. Nasir menambahkan, saat itu ZH terkesan merekayasa alasan karena diduga sedang panik akibat kritikan Bang Iyong terhadap ulah oknum pengurus MPD Aceh Tamiang lainnya berinisial AML yang memposting komentar bernuansa rasa kebencian dan SARA melalui akun facebook oknum tersebut pada 10 Agustus 2019.

“PPWI Aceh Tamiang akan menelusuri kebohongan dari ZH dan akan menelusuri dugaan keterlibatan ZH terhadap laporan Mantan Plt Kadis Parpora, YN, terhadap Bang Iyong ke Polda Aceh. Karena laporan tersebut terkesan janggal sebab antara YN dan Bang Iyong sudah saling bermaafan pada 23 Juni 2019 lalu,” ungkap Nasir.

Untuk diketahui bahwa persoalan Bang Iyon dengan Yetno, S.Pd (YN) berawal ketika Bang Iyon sering melemparkan kritik terhadap Yetno saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kadisbudparpora Aceh Tamiang tahun 2015. Rentetan kritikan wartawan LintasAtjeh.com itu dibalas somasi ‘asal-asalan tanpa dasar’ dari Yetno ke Pimpinan Redaksi media LintasAtjeh.com.

Berita terkait dapat dibaca di sini: Surat Jawaban Somasi untuk Kadisbudparpora Aceh Tamiang (https://www.lintasatjeh.com/2015/11/surat-jawaban-somasi-untuk-kadisbudparpora-aceh-tamiang.html?m=1)
“Seharusnya kegaduhan ini juga menjadi atensi Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang. Bila tidak, maka PPWI tidak dapat membantu orang nomor satu di Pemkab Aceh Tamiang saat ini melaksanakan janjinya, seratus persen bersih dan amanah dalam menjalankan roda pemerintahannya,” pungkas Nasir.

Persoalan itu kemudian berakhir dengan proses saling memaafkan antar kedua belah pihak, Bang Iyon dengan Yetno. Jika kini Yetno melayangkan laporan ke Polda Aceh, maka patut diduga bahwa ada usaha sistimatis dan di luar logika publik tentang perilaku oknum pejabat tersebut. Hal itu akan berdampak pada ketidak-percayaan masyarakat kepada proses maaf-memaafkan antar pihak yang terlibat dalam perselisihan pendapat, pemikiran dan kata-kata di kemudian hari.

“Saya merasa aneh dengan fenomena masyarakat Indonesia saat ini, khususnya di Aceh, negeri yang mendasarkan segala pola pikir dan perilaku kepada Kitab Suci Al-Quran dan Sunnah, yang menjunjung tinggi prinsip silahturahmi, bekerjasama, bermusyawarah, dan saling memaafkan. Apa artinya negeri berlandaskan syariah jika sikap kritis publik direspon reaktif dan cenderung dzalim seperti yang diperlihatkan Yetno itu? Dia sangat tidak layak jadi pejabat yang isi perutnya dibiayai oleh rakyat yaa,” demikian komentar Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, kepada media ini menanggapi pelaporan Bang Iyon ke polisi, Selasa, 3 September 2019. (SNR/Red)

KPK Kembali Menangkap Tangkap Tangan Seorang Kepala Daerah di Kalimantan Barat

BENGKAYANG – Setelah sebelumnya menangkap tangan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap seorang Kepala Daerah di Kalimantan Barat (Kalbar), Selasa sore, 3 September 2019.

“Kami membenarkan ada kegiatan (OTT) di Kalbar. Ada kegaiatan anak-anak di Kalimantan tetapi detailnya kami belum berikan sekarang,” ujar Syarif, Selasa (3/9/2019).

Kali ini yang diciduk komisi antirasuah tersebut salah satunya Bupati Bengkayang, Kalbar, berinisial SG (Suyadmman Gidot). Selain Bupati, informasi diterima awak media, tim satgas KPK juga mengamankan dua orang lainnya, yakni Sekda Kabupaten Bengkayang dan Kepala PUPR Bengkayang.

Dari informasi yang dihimpun, diketahui OTT terhadap Bupati Bengkayang itu terjadi pada Selasa (3/9/2019) sore sekitar pukul 16.00 WIB di Mess Daerah Kabupaten Bengkayang, Jalan Karya Baru II, Kelurahan Parit Tokaya, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

Diketahui pula, saat ini pihak Kepolisian Polres Bengkayang juga telah melakukan penyegelan terhadap ruang kerja bupati, ruangan Sekda dan Kantor PUPR Kabupaten Bengkayang. Penjagaan ketat masih dilakukan polisi di lokasi. (Eddy)

Sering Kampanye Anti Korupsi, Bupati Muara Enim Justru Ditangkap KPK Karena Terima Suap

Jakarta – Setelah melalui pemerikasan dalam penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebagai tersangka dalam dugaan perkara penerimaan suap 16 Proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan tahun 2019.

Dalam keterangan Persnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung KPK, Selasa malam, 3 September 2019 malam mengungkapkan, selain menetapkan Ahmad Yani sebagai tersangka, KPK juga menetapkam 2 orang lainya yakni Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Elfin Muhtar.

“KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu ROF, AYN, dan EM,” ujarnya.

Basaria menuturkan, sebelumnya menangkap Elfin dan Robi melalui operasi tangkap tangan di Palembang, Sumatera Selatan pada Senin sore, 2 September 2019. Keduanya ditangkap di sebuah Restoran Mie Ayam setelah ditengarai terjadi penyerahan uang senilai US$ 35 ribu dari Robi kepada Elfin.

“Setelah membekuk Elfin dan Robi, KPK menangkap Ahmad Yani di kantornya,” papar Basaria.

Lebih lanjut Basaria menjelaskan, uang US$35 ribu tersebut diduga merupakan komitmen fee sebesar 10 persen dari Robi atas proyek yang didapatkannya. Proyek dengan 16 paket pekerjaan tersebut senilai Rp 130 miliar. Ahmad Yani sebelumnya telah mendapat duit dari proyek-proyek lain di lingkungan Kabupaten Muara Enim.

“KPK mengidentifikasi Ahmad Yani sudah menerima fee setotal Rp 13,4 miliar dari berbagai proyek itu,” ungkap basaria.

Atas perbuatanya tersebut, sebagai pihak yang diduga penerima, Ahmad Yani dan Elfin Muhtar disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga pemberi, Robi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Rabu (4/9/2019) pagi, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengabarkan bahwa Ahmad Yani ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Pusat (Jakpus). Sementara Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur dan Robi Okta Fahlevi selaku swasta pemilik PT Enra Sari ditahan di Rutan Guntur.

Diketahui, Ahmad Yani mengawali karier politiknya saat maju sebagai wakil rakyat dari Partai Demokratdi DPRD Kabupaten Muara Enim pada Pemilihan Legislatif tahun 2004. Berhasil terpilih, ia duduk sebagai anggota dewan selama dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014.

Nama Ahmad Yani bukan hanya terkenal didaerahnya saja namun juga dikenal di tingkat nasional. Pasalnya, Ahmad Yani merupakan salah seorang tokoh yang kerap menyuarakan perang terhadap korupsi.

Bahkan tak tanggung-tanggung, sebagai bagian dari perang melawan Korupsi Ahmad Yani pun mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Muara Enim Nomor: 660/KPTS/lnspektorat/2018 tentang Rencana Aksi Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Kabupaten Muaraenim Tahun 2018-2019 dan Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi.

Bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi pada bulan Desember 2018, Ahmad Yani juga diketahui pernah mengagas Pembacaan Ikrar Anti Korupsi bersama-sama di kantor Kabupaten Muara Enim. (eddy,S)

Perjuangan Legislator Dari Kampanye Hingga Menjelma Digitalisasi Di Perbatasan

NUNUKAN – Demi menciptakan keadilan sosial dalam pembangunan serta untuk mewujudkan wilayah Perbatasan sebagai elatase negara, Pemerintah terus melakukan penguatan pada semua sektor termasuk fasilitas komunikasi. Hal tersebut dibuktikan realisasi penguatan jaringan komunikasi melalui digitalisasi perbatasan

Dengan program tersebut, akan memungkinkan warga Indonesia di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal sebagaimana di wilayah-wilayah pedalaman di Nunukan dapat menikmati siaran tv digital, sebagaimana sudah dinikmati masyarakat di kota-kota besar nusantara.

Dpilihnya wilayah Nunukan sebagai program pertama Digitalisasi Perbatasan karena di wilayah yang tersebut belum memiliki fasilitas 4G seperti halnya di wilayah Pulau Jawa. Selain itu ditempat lainya Pemerintah akan terus membangun sarana dan prasana telekomunikasi di perbatasan mampu mencapai layanan fasilitas 3G.

Diketahui, sebelumnya ini siaran digital bagi masyarakat perbatasan telah tersedia fasilitas siar milik LPP TVRI yang berada di 17 lokasi perbatasan. Selain mencoba siaran digital di perbatasan Kalimantan, pemerintah akan mencoba melakukan siaran digital di Batam yang berbatasan dengan Singapura dan Malaysia.

Berbagai pihak mengpresiasi terobosan pemerintah yang dinilai sebagai bagian dari pemangkasan keterisolasian masyarakat Perbatasan tersebut. Eks Seretaris Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Maruf Amiin Kabupaten Nunukan Eddy Santry mengungkapkan bahwa hal itu adalah pembuktian pemerintah atas misi Nawacitanya

” Ini adalah bagian dari komintmen Pemerintah dalam membangun Indonesia dari Pingiran,” ujar Eddy, Rabu (3/9/2019).

Selain sebagai konsistensi dari Nawacita, Eddy menyebut bahwa terealisasinya digitalisasi perbatasan di Nunukan tak lepas dari peran Legislator terpilih Deddy Sitorus. Menurut Eddy, Politisi PDI Perjuangan tersebut semasa kampanye selain mengemban misi kampanye untuk dirinya Pebcalegab dirinya, yang bersangkutan juga melakukan investigasi terkait pembangunan di Tapal Batas.

“Tak bisa kita pungkiri, pengalaman dia ketika keluar masuk pedalaman diimplementsikan menjadi sebuah seruan agar jaringan komunikasi di pedalaman Nunukan terbenahi. Apalagi dia kan anggota TKN yg memang secara khusus tentu ada pesan dari Pak Jokowi selama ia kampanye Kaltara,” papar Eddy.

Hal tersebut, lanjut Eddy, adalah sebuah penegasan walau Pilpres telah berahir, tugas Relawan Pendukung Jokowi selesai. Karena ada janji-janji Kampanye yang menurutnya mesti ditunaikan kepada konstituent. Bahkan dalam kampanye pun ia mengungkapkan TKD selalu menyuarakan perihal ketimpangan di perbataasan.

“Selama kampanye pun kita tak egois mengejar kemenangan. Keluar kita sosialisasi tapi ke dalam kita juga menyurakan aspirasi terkait kondisi wilayah perbatasan. Contohnya yang dilakukan Deddy Sitorus. Setelah dia melihat sendiri kondisi pedalaman, di Rumah Transisi dia meminta percepatan penguatan sarana komunikasi yang ahirnya diealisasikan melaui pencanangan Digitalisai di Perbatasan 31 Agustus lalu,” paparnya.

Ketika dikonfirmasi, Deddy Sitorus mengaminkan pernyataan eks Sekrertaris TKD Nunukan tersebut bahwa selama kampanye, ia tak hanya sekedar sosialisasi namun dirinta aktif menyuarakan keterisolasian masyarakat yang selama ini tinggal di Pedalaman seperti Krayan dan Lumbis Ogong.

“Ya, itu sdh kita sampaikan waktu kampanye. Intinya membuka isolasi masyarakat perbatasan atau maaf saya menyebutnya pedalaman agar mereka menikmati hak sebagai warga negara yang menikmati pembangungan,” ujar Deddy.

Tahap kedua menurut Deddy adalah memperkuat jaringab internet. Hal itu sering ia suarakan bahkan kepada Presiden Jokowi agar masyarakat perbatasan/pedalaman terkoneksi dengan dunia. Hal tersebut menurut Deddt sangat penting untuk mengejar ketertinggalan informasi.

“Perjaalan saya semasa kampanye adalah pengalaman sangat berharga diantaranya sebuah pertanyaan, baru satu hari tanpa signal saja saya sudah kebingungan. Lantas bagaimana dengan mereka yang bahkan sejak Indonesia merdeka hidup dalam keterisolasian?,” tukas Deddy

Dari hal itulah Deddy lantas melakukan semi presentase di Rumah Transisi perihal pentingnya sarana konunikasi di willayah pedalaman Nunukan. Selain untuk komunikasi semata, Deddy melihat bahwa generasi muda di wilayah Perbatasan Kalimantan Utara adalah remaja dan anak-anak yang cerdas. Akan sangat menyayangkan apabila negara tak memvasilitasi sumber daya mereka demi kejayaaan bangsa.

“Itu juga untuk kebaikan generasi mendatang. Digitalisasi di Perbatasan ini kita harap dapat membuka akses langsung ke pasar nasional/internasional, pariwisata, dan peningkatan kualitas SDM mereka,” tutup Deddy.(***)

Polisi Menahan Tersangka Penyebar Hoax Yang Memicu Kerusuhan Papua

SURABAYA – Setelah melalakukan pemeriksaan intesif, Polisi ahirnya menetapkan Tri Susanti karena diduga telah menyebarkan pemberitaan palsu (hoax) serta hasutan sehingga terjadinya pengepungan Asrama Mahasiswa asal Papua di Jl. Kalasan, Surabaya pertengahan Agustus 2019 lalu. Wanita yang juga kerap dipanggil Mak Susi itu diketahui juga merupakan Koordinator Lapangan (Korlap) pada aksi tersebut.

Mak Susi ditahan selama 24 jam ke depan guna pemeriksaan lebih lanjut. Susi sendiri telah diperiksa selama kurang lebih 12 jam sejak Senin siang.

“Sementara Bu Susi ada penangkapan atau penahanan 1 x 24 jam,” ujar Kuasa Hukum Susi, Sahid, dikonfirmasi usai pemeriksaan kliennya, Selasa (3/9/2019).

Sahid mengaku kecewa Susi ditahan kendati hanya satu kali 24 jam. Menurut dia, hal ini tidak berdasarkan syarat penahanan yang diatur Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Ya, sebenarnya saya sebagai tim kuasa hukum ini sangat kecewa karena sudah jelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 itu kan tidak harus ditahan,” katanya.

Sahid juga menegaskan kliennya tidak berpotensi menghilangkan barang bukti, melarikan diri, apalagi berbuat tindak pidana lainnya sehingga seharusnya tidak ada alasan menahan Susi.

“Jadi unsur subjektifnya sudah tidak terpenuhi, kecuali dibuka dan ada kekhawatiran dari pihak kepolisian (Susi) akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti atau diduga ada indikasi melakukan tindak pidana, padahal tidak ada,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, buntut dari aksi pengepungan asrama Mahasiswa asal Papua di Kalasan Surabaya telah menyebabkan meletusnya unjuk rasa dengan diwarnai kerusuhan dibeberapa Kota di Papua dan Papua Barat.

Sejumlah bangunan dirusak dan dibakar dalam kerusuhan tersebut seperti Kantor Majelis Rakyat Papua di Kotaraja, lapak depan Papua Trade Center dan Mapolsek Japsel di Entrop, Kantor Bea Cukai dan ruko-ruko di sepanjang jalan depan Pelabuhan Laut Jayapura, Kantor Telkomsel dan ruko-ruko di Terminal Lama Pasar Jaya, serta Toko Buku Gramedia, Kantor Bank Indonesia, Kantor Jiwasraya, Kantor Navigasi, Kantor Perhubungan, dan Mall Jayapura.

Kerusuhan yang disebut buntut aksi Rasial saat pengepungan asrama Mahasiswa Papua di Surabaya itu tak hanya menyisakan rusaknya bangunan dan kerugian materi. Di Deiyai, seorang anggota TNI dan 4 warga sipil meninggal dunia. Kerusuhan juga menyebabkan puluhan orang baik dari TNI-Polri maupun massa pendemo mengalami luka-luka.

Atas perbuatanya, Susi dijerat pasal berlapis oleh penyidik Subdit Cyber Crime. Adapun pasal yang disangkakan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 160 KUHP dan atau PasaI 14 ayat (1) dan atau ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pasal 45 A Ayat (2): “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda banyak Rp 1 miliar.

Jo Pasal 28 ayat (2): “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama. ras dan antar golongan (SARA).”

Dan atau Pasal 160 KUHP: Barang siapa di muka umum dengan lisan atau dengan tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan yang dapat dihukum, melawan pada kekuasaan umum, dengan kekerasan atau supaya jangan mau menurut peraturan undangundang atau perintah yang sah yang diberikan menurut peraturan undangundang, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun. (eddysantry)