Kondisi Terkini Dampak Gempa Ambon : 23 Jiwa Meninggal Dan Puluhan Ribu Jiwa Mengungsi

Dampak Gempa Ambon (foto;istimewa)

Ambon – Hingga saat ini, korban jiwa yang meninggal akibat dampak Gempa magnitudo 6,5 skala richter yang mengguncang Kota Ambon, Maluku pada Kamis 26 September 2019 lalu mencapai 23 orang. Sementara sekitar 15 ribu jiwa masih berada di pengungsian.

“Korban meninggal tertinggi diidentifikasi di Kabupaten Maluku Tengah sebanyak 14 orang. BPBD Provinsi Maluku mencatat pada Kamis (26/9), pukul 21.53 WIT, total korban meninggal sebanyak 23 orang,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Agus Wibowo, Jumat (27/9/2019).

Terkait bealasan ribu jiwa yang masih mengungsi, Agus menyebut warga mengungsi sebagai antisipasi gempa susulan yang bisa merusak tempat tinggal mereka. Selain itu, Agus juga mengatakan ada ratusan korban luka yang tersebar di beberapa lokasi. Antara lain, 100 orang di Desa Liang, 5 di Ambon, dan 1 di Desa Waisama.

Sementara itu, Kepala BNPB Doni Monardo, didampingi Gubernur Maluku Murad Ismail, sudah mengunjungi lokasi yang terdampak gempa di Ambon. Doni memastikan penanganan darurat berjalan baik.

Diketahui, Gempa bermagnitudo 6,8 yang dimutakhirkan datanya menjadi 6,5 mengguncang Ambon, Maluku pada Kamis pagi, 26 September 2019. BMKG mencatat gempa itu terjadi sekitar pukul 06.46 WIB atau 08.46 WIT.

Lokasi pusat gempa berada pada koordinat 3.38 LS dan 128.43 BT, tepatnya sekitar 40 kilometer arah timur laut Ambon atau di daratan pulau itu. Sumber gempa berkedalaman 10 kilometer dan tidak berpotensi tsunami.

Guncangan gempa terasa berskala  V MMI di Ambon dan Kairatu, juga  di Paso dan Banda berskala II-III MMI dan Banda II MMI. Sekitar sejam kemudian muncul gempa bermagnitudo 5,6 pada pukul 7.39 WIB atau 9.39 WIT.

Terkait gempa di Ambon tersebut, Presiden Joko Widodo selain menegaskan akan segera memberikan bantuan, ia juga memerintahkan TNI/Polri, Kementerian Sosial hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) agar sigap turun tangan menangani para korban.

“Saya menyampaikan atas nama pribadi dan pemerintah mengucapkan duka cita yang mendalam atas gempa yang di Ambon, yang menimpa saudara-saudara kita di Ambon dan kemarin sudah saya perintahkan kepada Kepala BNPN Jenderal Doni di sana juga kepada TNI Polri dan kepada Menteri Sosial bergerak ke lapangan di tempat terjadinya gempa untuk membantu saudara-saudara kita yang di Ambon. Kepada korban yang meninggal saya tadi sampaikan ke Menteri Sosial untuk memberikan santunan dan untuk yang luka-luka perawatannya akan ditanggung pemerintah” jelas Presiden. (eddysantry).

Netizen Kritik Spanduk Aksi Mujahid 212 ‘Selamatkan NKRI’ Soal Tap MPR No 6 /2006

Spanduk aksi Mujahid 212 soal TAP MPR yang jadi sorotan Netizen. (foto: istimewa)

Jakarta – Aksi long march dari beberapa kelompok ormas yang tergabung dalam Mujahid 212 ‘Selamatkan NKRI’ di Jakarta hari ini berlangsung damai. Berbagai tuntutan mereka serukan diantaranya menolak RUU KUHP hingga tuntutan agar Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatanya sebagai Presiden RI.

Berbagai tuntutan mereka serukan baik lewat orasi maupun spanduk serta poster yang mereka bawa. Salah satu spandung yang mereka bentangkan berbunyi “Amanat TAP MPR RI No 6/Tahun 2000 Presiden Tak Dipercaya Rakyat Wajib Mundur”.

Tak ayal, spanduk tersebut mendapat respon dari berbagai pihak terutama netizen.  Akun @pradewitch umpamanya, ia mengatakan bahwa bunyi spanduk tersebut salah tujuan karena menurutnya Amanat Tap MPR RI No 6/Tahun 2006 bukan terkait pengunduran diri Presiden melainkan tentang berpisahnya Polri yang sebelumnyaa bergabung dengan TNI.

Akun @Afiffah_via juga melontarkan kritikan yang sama. Menurut Via, seharusnya sebelum aksi dilakukan, tulisan dan ungkapan pada poster apalagi spanduk harus diperjelas.

“Dalam sebuah aksi, selain orasi, spanduk dan poster adalah alat menyampaikan pendapat. Lha ini gimana kalau pendapatnya saja sudah salah?,” ujarnya

Salah satu peserta aksi yang tak mau disebutkan namanya saat  dikonfirmasi dilapangan enggan menanggapi perihal kritikan di jagad maya tersebut. Ia hanya katakan bahwa Jokowi harus mundur karena telah mengkriminalisasi Ulama.

“ Jokowi harus mundur. Rezim ini telah menjadi kepanjangan dari neolib dan liberal. Rezim ini juga telah mengkriminalisasi Ulama,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, aski long march Mujahid 212 ‘ Selamatkan NKRI’ diikuti berbagai organsisasi keagamaan seperti PA 212, FPI dan ormas lainya. Selain menuntut Jokowi mundur dari jabatan Presiden, mereka juga menolak RUU KUHP yang dianggap bertentangan dengan kehidupan sosial bangsa Indonesia.

Sebelumnya, Ketua Panitia Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI, Edy Mulyadi, menegaskan bahwa umat Islam ingin ikut serta dalam arus pengubahan. Ia pun meminta umat Islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya untuk ikut dalam Aksi Mujahid 212 Selamatkan NKRI.

“Kita ingin memberikan kontribusi maksimal untuk perubahan bagi Indonesia yang lebih baik bagi NKRI yang berdaulat, yang kokoh dan berdaulat. Bagi NKRI yang menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia,”ujarnya. (irwan/brd)

Mujahid 212 ‘Selamatkan NKRI’ Tuntut Jokowi Mundur Dari Jabatan Presiden

Aksi Mujahid 212 Selamatkkan NKRI

Jakarta – Sekelompok organisasi masa (Ormas) yang tergabung dalam Mujahid 212 ‘ Selamatkan NKRI’ menggelar aksi masa berupa long march dari Bundaran HI menuju Istana Negara. Saat ini, massa aksi masih berkumpul di sekitar Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat di sekitar Patung Arjuna Wiwaha.

Diatas mobil Komando, beberapa aktivis dalam aksi tersebut bergantian menyampaikan orasi  diantaranya meminta kepada Joko Widodo (Jokowi) agar segera mengundurkan diri dari jabatanya sebagai Presiden RI.

Salah satu orator mengatakan, selama Jokowi memimpin negeri, ia tak mampu membawa rakyat menuju kesejahteraan. Selain itu, Jokowi menurut salah satu Orator hanya menciptakan rezim yang gemar mengkriminalisasi Ulama.

Menurut salah satu orator, tuntutan agar Jokowi mundur tak hanya harapan para Mujahid 212 semata, melainkan harapan banyak masyarakat Indonesia.

Selain menuntut Jokowi mundur dari jabatanya, mereka juga menolak RUU KUHP. DPR ,menurut mereka juga tak bertindak benar dengan mengesahkan berbagai Rancangan Undang-undang (RUU) yang tak jelas dan tak berpihak bagi masyarakat Indonesia.

“Siap melawan? Kita lawan segala produk RUU yang tak jelas,” kata orator.

Dari pantauan, Jalan Medan Merdeka Utara depan Istana Kepresidenan sudah ditutup sejak pagi tadi. Begitupun dengan Jalan Medan Merdeka Barat di depan Patung Arjuna Wiwaha sudah ditutup dan dijaga ketat aparat. Sealin itu, nampak separator dipasang melintang.

Aparat gabungan kepolisian dan TNI sudah berjaga ketat dan mengalihkan kendaraan bermotor untuk melalui jalan lain. Praktis, akses depan Istana Kepresidenan tidak dapat dilalui.

Masa yang datang terdiri dari berbagai eleman mulai Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), FPI, dan ormas-ormas Islam lainnya  Mereka membawa berbagai atribut seperti bendera berisi kalimat tauhid, spanduk, hingga poster berisi tuntutan kepada pemerintah. (eddysantry)

Pasca Meninggalnya 2 Mahasiswa, Tito Karnavian Mencopot Iriyanto Dari Jabatan Kapolda Sulawesi Tenggara

Kapolri Jenderal Tito Karnavian

Jakarta – Melalui utasi pejabat kepolisian itu tercantum dalam surat telegram nomor ST/2569/IX/KEP/2019, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencopot Brigjen Pol Iriyanto dari jabatan sebagai Kapolda Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya, Iriyanto akan menempati jabatan baru sebagai Irwil III Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Sementara untuk memimpin Polda Sulawesi Tenggara, Tito mempercayakanya kepada Brigjen Pol Merdisyam.

Saat disinggung apakah pencopotan Iriyanto tersebut akibat imbas dari meninggalnya 2 Mahasiswa saat unjuk rasa, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan pergantian kedudukan di kepolisian wajar terjadi. Menurutnya hal itu dilakukan untuk penyegaran.

“Mutasi ini adalah hal yang alami dalam organisasi polri sebagai tour of duty dan tour of area, penyegaran, promosi dan dalam rangka peningkatan performa kinerja organisasi menuju SDM unggul dan promoter,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (27/9/2019).

Namun pergantian jabatan tersebut juga menjadi pembicaraan public bahwa pergantian jabatan Kapolda Sultra dilakukan tak lama setelah terjadi penembakan terhadap 2 mahasiswa yang berunjuk rasa di dekat Gedung DPRD Sultra.

Sebelumnya diberitakan dua Mahasiswa Randy (21) dari Fakultas Perikanan dan Kelautan serta Yusuf Kardawi dari Teknik Sipil dikabarkan meninggal saat mengikuti aksi unjuk rasa. Immawan Randy meninggal akibat luka tembak di dada sebelah kanan selebar 5 sentimeter dengan kedalaman 10 sentimeter

Sedeangkan Yusuf meninggal setelah sebelumnya sempat dirawat di RSU Bahteramas. Yusuf mengalami benturan di kepala dan terdapat sekitar lima luka dengan panjang sekitar empat sampai lima sentimeter.

Terkait peristiwa tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya dua mahasiswa tersebut. Presiden mengungkapkan bahwa dirinya mendapati laporan dari Kapolri bahwa Immawan Randi meninggal karena luka tembak. Sementara Yusuf Kardawi meninggal setelah mendapat perawatan di rumah sakit.

“Innalillahi wainnailaihi rajiun. Saya atas nama pemerintah menyampaikan duka cita yang mendalam dan berbela sungkawa yang mendalam atas meninggalnya Ananda Randi dan Ananda Yusuf Kardawi,” ungkap Presiden

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, bahwa sejak awal ia telah meminta Kapolri agar jajarannya tidak bertindak represif saat mengamankan unjuki rasa. Dan karena sebelumnya Kapolri telah menyatakan bahwa anggotanya tak ada yang membawa senjata api, maka Presiden memerintahkan Kapolri segera melakukan infestigasi terkait meninggalnya 2 Mahasiswa tersebut.

“Saya juga sudah sejak awal kemarin saya ulangi lagi kepada Kapolri juga agar jajarannya tidak bertindak represif dan saya perintahkan juga agar menginvestigasi seluruh jajarannya. Yang disampaikan kepada Kapolri kepada saya tidak ada perintah apapun dalam rangka demo ini membawa senjata, jadi ini akan ada investigasi lebih lanjut,” tandas Presiden. (eddysantry)

Yasonna Laoly Mundur Dari Jabatan Menteri Hukum dan HAM RI

Yasonna Laoly (foto: istimewa)

Jakarta – Jumat 27 Septembar 2019, secara resmi  Yasonna H. Laoly mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Yasonna mengundurkan diri karena ia akan segera dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Sebagaimana diketahui, pada Pemilu Legislatif 2019 lalu, Yasonna dipastikan terpilih sebagai anggota DPR dari PDI Perjuangan di Daerah Pemilihan (Dapil)  Sumatera Utara I.

Yasona mengungkapkan, dalam surat pengunduran diri yang ditujukan kepada tersebut, dirinya mengajukan pengunduran sebagai menteri terhitung 1 Oktober 2019. Pengunduran dirinya, ungkap Yasonna, juga sebagai ketaatanya terhadap Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

“ Dalam pasal tersebut, seorang menteri tak boleh rangkap jabatan,” ujar Yasonna , Jumat (27/9/2019).

Dalam surat tersebut, Yasonna juga menyampaikan terimakasihnya kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla karena dirinya telah diberi kepercayaan untuk mengemban tugas sebagai salah satu Menteri Kabinet Kerja.

“Saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan dari Bapak Presiden yang telah menunjuk saya sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla serta dukungan selama saya menjabat,” tulis Yasonna dalam suratnya. (eddysantry)