JAKARTA – Setelah melalukan penyidikan, Polisi ahirnya menetapkan seorang dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) bernma Abdul Basith (44) sebagai tersangka atas dugaan akan menciptakan kerusuhan pada saat adanya aksi masa Mujahid 212 pada Sabtu 29 September 2019 lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menuturkan, selain kepada Abdul Basith, Polisi juga menetapkan Sembilan orang lainya termasuk Laksamana Muda (Laksda) TNI (Pur) Sony Santoso terkait rencana aksi pelemparan Bom tersebut.
“Selain AB, sembilan orang lainnya yang jadi tersangka, yakni S, OS, JAF, AL, AD, YF, FEB, SAM, dan ALI,” ungkap Dedi, Selasa (1/10/2019).
Lebih lanjut Dedi memaparkan bahwa bahwa Abdul Basith berperan sebagai perekrut orang yang memiliki kemampuan untuk membuat bom. Sementara OS berperan menerima dana yang digunakan oleh para eksekutor untuk memprovokasi dan sehingga akan tercipta kerusuhan (chaos) saat masa Mujahid 212 berunjuk rasa.
Dalam aksinya, menurut Dedi, Tersangka S telah merekrut empat orang atas nama tersangka JAF, AL, NAD dan SAM. Mereka inilah yang menurut Polisi kesemuanya memiliki kualifikasi membuat bom sekaligus merangkap sebagai eksekutor.
Sementara tersangka OS merekrut tiga orang atas nama YF, A dan FEB. A dan FEB menerima perintah mendapatkan uang untuk operasional di lapangan sekaligus membeli bahan yang digunakan merakit bom molotov.
“Masih proses dan didalami dan sudah jelas master mind siapa, layer kedua siapa, kemudian operatornya siapa, mulai perakit dan eksekutor didalami oleh Polda Metro Jaya. Semua sudah tersangka,” ujarnya.
Sementara OS, lanjut Dedi, diketahui merekrut tiga orang lain, yakni YF, AL, dan FEB. Untuk tersangka FEB ditugaskan menerima uang yang digunakan untuk biaya operasional di lapangan, serta membeli bahan-bahan membuat peledak.
“Yang jelas ini sudah jelas master mind siapa, second line-nya siapa, operator di lapangan siapa, mulai dari perakit dan eksekutor. Masih didalami oleh Polda Metro Jaya,” ujarnya.
Atas perbuatannya ke-10 tersangka dijerat pasal berlapis, Pasal 169 KUHP dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
“Undang-Undang Darurat, KUHP [pasal] 169. Ada beberapa pasal yang diterapkan di sini sesuai dengan perbuatan masing-masing di sini cukup banyak. Baik pasal terkait menyangkut masalah UU Darurat kepemilikan terhadap bahan peledak,” jelas Dedi.
Sebelumnya polisi menangkap AB pada Sabtu 28 September 2019 lalu di Jalan Maulana Hasanudin, Kecamatan Cipondoh, Tangerang Kota, Banten. Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan AB diamankan karena menyimpan 28 bom molotov di kediamannya. (eddysantry)