Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Bupati Cirebon, Jawa Barat (Jabar) Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kepala daerah periode 2014-2019 itu sebelumnya telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima suap terkait jual beli jabatan di Kabupaten Cirebon.
Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif menuturkan, penetapan tersangka baru terhadap Sunjaya, setelah penyelidikan lanjutan di KPK menyertakan dasar dan fakta-fakta sahih yang terungkap dalam putusan dalam persidangan Sunjaya di PN Bandung, Jabar, Mei lalu.
“Penyidikan dan fakta-fakta persidangan itu, KPK menemukan sejumlah bukti dugaan penerimaan lain kepada Sunjaya yang ditaksir puluhan miliar. KPK sementara ini, baru berhasil mengidentifikasi penerimaan mencapai Rp 51 miliar,” tutur Syarif, Jumat (4/10/2019).
Menurut Syarif, dalam penerimaan tersebut Sunjaya mencoba mengelabui dengan menempatkan, atau mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asing, dan surat berharga. Tujuannya untuk menyamarkan sumber dan harta kekayaan.
“Sehingga KPK meningkatkan status penyelidikan dan penyidikan baru yang menetapkan SUN (Sunjaya) Bupati Cirebon, sebagai tersangka dalam tindak pidana pencucian uang,” katanya.
Kasus Sunjaya ini, sebetulnya salah satu hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK, atas transaksi ilegal jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon, pada 2018 lalu. Saat itu, KPK menemukan barang bukti dari upaya jual beli jabatan senilai Rp 116 juta dan bukti setoran ke rekening setotal Rp 6,4 miliar.
Selain Sunjaya, KPK juga menangkap salah satu pemberi suap dan gratifikasi, yakni Sekertaris Dinas PUPR Cirebon, Gatot Rachmanto. Setelah penyidikan, dan pembuktian di persidangan, terungkap penerimaan dana dari sumber lain kepada Sunjaya sebesar Rp 51 miliar.
“KPK memerinci dana tersebut ke dalam sejumlah perbuatan. Yakni, Rp 31,5 miliar terkait permintaan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon,” paparnya
Syarif mengungkapakn, uang senilai Rp 3,9 miliar untuk pemindahan dan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Lalu, senilai Rp 5,9 miliar, setoran ilegal sejumlah kepala dinas di lingkungan pemkab, juga jatah pemberian izin galian senilai Rp 500 juta.
KPK juga mengungkapkan adanya aliran dana senilai Rp 6,4 miliar kepada Sunjaya, terkait pemberian izin pembangunan PLTU 2 di Cirebon, juga sogokan senilai Rp 4 miliar dari janji pemberian izin properti. KPK juga mengendus adanya dugaan keterlibatan seorang anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan 2014-2019 yang diduga memberikan dana ratusan juta rupiah. Akan tetapi Syarif enggan membeberkan siapa oknum tersebut.
Selain itu, KPK juga tetap menyidik dugaan aliran suap dan gratifikasi kepada Sunjaya, terkait perusahaan otomotif Korea Selatan (Korsel). Semua aliran dana ilegal tersebut, KPK menuding dialihkan dalam bentuk lain.
Laode mengungkapkan, penyidik KPK mengidentifikasi pengalihan dana hasil suap dan gratifikasi tersebut, mengendap dalam beberapa rekening dengan nama lain, namun kepemilikannya tetap kepada Sunjaya yang digunakan sebagai keperluan pribadi.
Sunjaya juga memindahkan hasil suap dan gratifikasinya menjadi bentuk aset tak bergerak, berupa tanah seharga Rp 9 miliar di Talun, Cirebon yang dibeli dengan kontan. Sunjaya juga memerintahkan para bawahanya untuk mengubah uang suap dan gratifikasi, menjadi aset bergerak seperti kendaraan bermotor roda empat.
Sedikitnya, ungkap Syaruf, ada 7 mobil yang diidentifikasi dibeli oleh SUN dengan menggunakan nama orang lain dan diduga sebagai bawahan Sunjaya.
Menurut Syaruf, tindakan itu diduga bertujuan menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul penerimaan uang. Karena itu Sunjaya dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (eddyS)