Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Deddy Sitorus terus berupaya memperjuangkan hak masyarakat terutama yang tinggal di pedalaman Kalimantan Utara terpenuhi. Diantaranya dengan meminimalkan kesenjangan pembangunan yang selama ini dialami masyarakat pedalaman Kaltara. Salah satunya terkait jaringan listrik padahal sebagaimana diketahui, listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi masyarakat.
“Listrik saat ini telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Namu sebagian masyarakat di Kaltara belum mendapatkanya. Saat ini saja, sedikitnya 189 Desa di Kaltara belum mendapatkan listrik, belum terhitung dusun nya,” tutur Deddy, Rabu (14/4).
Menyelesaikan hal tersebut memang bukan perkara mudah, pasalnya, ungkap Deddy, anggaran yang tersedia hanya sekitar Rp. 50 Milyar/tahun yang hanya cukup dipakai untuk sekitar 20 Desa dengan tingkat kesulitan moderat.
“Jika terus begitu maka desa-desa di Kaltara baru akan dialiri listrik 10 tahun ke depan, itu pun belum tentu hingga ke dusun secara merata,” ungkapnya.
Namun bukan berarti ia berhenti. Poliitisi PDI Perjuangan itu terus melakukan segala upaya untuk mendapatkan solusi . Diantaranya melalui lobi langsung dengan para pemangku kebijakan terkait.
Diketahui, Rabu 14 April 2121, Deddy mendiskusikan persoalan serius tersebut langsung dengan Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini dan Direktur PLN Wilayah Sumatera-Kalimantan, Wiluyo Kusdwiharto.Tujuanya adalah, meminta penambahan alokasi Listrik Desa di Kalimantan Utara untuk tahun anggaran 2021.
“Hari ini , mendiskusikannya langsung dengan Pak Zul dan Pak Wiluyo. Mohon agar alokasi untuk Listrik Desa tahun anggaran 2021 di Kaltara bisa ditambah. Kami juga bersepakat untuk memperjuangkan tambahan anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) Program Listrik Desa untuk PLN pada tahun anggaran 2022 bisa ditambah,” paparnya.
Deddy menjelaskan bahwa dana untuk Program Listrik Desa tersebut berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PLN sebagai BUMN yg merupakan mitra Komisi VI DPR RI
Tahun anggaran 2020 menurut Deddy memang hanya dialokasikan sebesar Rp.5 Triliun. Dan untuk memperoleh penambahan anggaran, Deddy akan memperjuangkannya melalui Badan Anggaran dan lintas Komisi di DPR RI
“Saya akan memperjuangkannya melalui Banggar dan lintas Komisi yakni Komisi 6 dan Komisi 11 serta Kementerian Keuangan karena masing – masing punya kewenangan. Mudah-mudahan berhasil, mohon doanya,” pungkas Anggota DPR RI peraih dukungan terbanyak se – Kaltara pada Pileg 2019 tersebut.
Nunukan – Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Nunukan, Hasan Basri Mursali mengingatkan generasi muda NU tak hanya sekedar menjadi menjadi turut serta dalam organisasi. Namun ia minta para pemuda dan pemudi Nahdlatul Ulama dapat membuktikan eksistensinya sebagai bagian dari milenial yang berdaya saing dalam segala bidang.
‘ Saya sangat mengapresiasi generasi muda Nahdlatul Ulama di Nunukan ini semakin aktif, contohnya keterlibatan mereka dalam setiap kegiatan yang kita adakan. Namun eksistensi kader muda NU jangan sampai disini saja, akan tetapi harus mampu berdaya saing,” tuturnya disela – sela Istighosah dan Pengukuhan NU Care – Laziznu di Pondok Pesantren Ibadurrahman, Nunukan, Minggu (11/4) sebagaimana dilansir dari NU Online.
Intelektual NU yang juga menjabat sebagai Kabag Humas dan Protokol di Pemerintah Kabupaten Nunukan itu mengungkapkan bahwa para keder muda NU sangat perlu menjadikan Resolusi Jihad sebagai spirit dalam menghadapi persaingan global.
Esensi dari resolusi jihad NU adalah mempertahankan Negara Kesatuan RI. Dalam konteks kekinian berarti mengisi kemerdekaan, mengamalkan Pancasila, dan mengawal NKRI secara utuh dari berbagai ancaman dan rongrogan
” Semangat Resolusi Jihad NU harus selalu tertanam dalam diri setiap Generasi Muda Nahdlatul Ulama. Jika dulu Resolusi Jihad menjadi semangat mempertahankan Kemerdekaan, maka sekarang Resolusi Jihad harus menjadi semangat dalam mengisi Kemerdekaan – Hasan Basri Mursali “
Jika dulu Resolusi Jihad dikeluarkan oleh Hadratusyaih Hasyim Asy’ari untuk mempertahankan kemerdekaan, maka sangat tepat apabila saat ini para pemuda menjadikan Resolusi Jihad sebagai spiritnya dalam mengisi Kemerdekaan
Apalagi sekarang ini sebagian masyarakat kita ada yag salah dalam memaknai kata jihad. Bahkan seseorang dengan tubuh berbalut kabel dan detonator yang masuk ke gereja atau café bahkan masjid, dan meledakkan diri di sana, menjadi tafsir jihad yang lain.
“Para pemuda pemudi Nahdlatul Ulama harus berperan aktif sehingga tingkah lakunya dapat menjadi referensi masyarakat tentang jihad dalam mengisi kemerdekaan. Karena cinta tanah air itu bagian dari iman. Dan mempertahankanya adalah Jihad,” tandasnya.
Hassan Basri minta generasi muda NU tahu bahwa jika dicermati secara seksama, kondisi bangsa saat ini menghadapi dua macam ancaman, yakni pemikiran Barat (kapitalisme dan liberalisme) dan faham Khilafah yang sifatnya trannasionalis.
“Dan keduanya sangat kontra dengan kultur budaya bangsa Indonesia,” jelasnya.
Hasan Basri mengungkalkan, ncaman liberalisme ekonomi contohnya adalah dikuasainya sumber-sumber daya energi yang dikeruk habis dan dikirimkan ke luar negeri oleh bangsa asing maupun bangsa sendiri.Sehingga bangsa ini kekurangan bahan energi tersebut.
Sementara dari sisi ancaman paham yang berkedok keagamaan, menurut Hasan Basri, bangsa Indonesia saat ini sedang diancam oleh paham radikalisme, puritanisme dan khilafah yang menformalkan hukum-hukum syari’ah dalam kehidupan bernegara.
“Agama Islam hendak dipraktikkan secara ‘letterlijk’, tanpa memerhatikan keragaman budaya lokal. Dan, korban terbesar radikalisme bertopeng agama ini adalah para anak muda.” katanya
Lebih lanjut Hasan Basri menjaskan, kemudahan mengakses internet dan konten serta meningaknya minat masyarakat terutama milenial, saat ini dimanfaatkan pula oleh pihak – pihak pengusung ideologi Khilafah dalam menyebarkan propagandanya.
Pelibatan media sosial dalam penyebarluasan pesan-pesan yang memuat radikalisme ini membuat masalah terorisme bukan lagi sekadar persoalan keamanan, melainkan komunikasi. Kelompok radikalisme dan organisasi teroris mengadaptasi teknologi komunikasi baru, termasuk media sosial, untuk tujuan mereka, yakni mendapatkan banyak anggota, donasi, dan pengaruh.
Selain berperan aktif melakukan Jihad di media sosial, Hasan Basri mewanti – wanti agar dalam diri setiap kader muda NU tertanam spirit Rabbani sehingga menumbuhkan sikap taat kepada Tuhan dan menyayangi sesama.
Hasan mengungkapkan bahwa setidaknya ada lima kesadaran yang harus dimiliki GP Ansor dan terus menjadi karakteristik generasi muda Nahdlatul Ulama, yaitu al Wa’yu ad-Diniy (kesadaran beragama), al-Wa’yu al-Ilmi (berilmu), al-Wa’yu al-Wathoni (berbangsa dan bernegara ), al-Wa’yu al-Itima’I (bermasyarakat) dan terahir al-Wa’yu an-Nidzami (berorganisasi)
Kesadaran beragama, yaitu kita sebagai pemuda NU merupakan hamba Allah yang berkewajiban menyembah dan mengagungkan-Nya dalam ibadah-ibadah wajib dan sunah.
“Kedua, kesadaran ilmiah atau al-Wa’yu al-Ilmi berarti generasi muda NU harus senantiasa memelihara semangat keilmiahan dengan senantiasa belajar dan menambah ilmu dengan berbagai cara dalam setiap kesempatan dan di berbagai tempat,” tuturnya.
Selanjutnya kesadaran berbangsa dan bernegara membut Milenial NU harus mengambil peran dalam percaturan politik dan kemasyarakatan. Milenial NU tidak boleh acuh dan tidak ambil peduli dengan perkembangan yang terjadi di masyarakatnya, tapi harus berusaha mengambil peran dengan cara yang sebaik-baiknya dan dengan mendahulukan akhlakul karimah. kesadaran bermasyarakat, Pemuda NU harus aktif dalam masyarakatnya dalam bidang-bidang yang luas dengan tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
“Yang terakhir adalah al-Wa’yu an-Nidzami atau kesadaran berorganisasi. kesadaran ini sangat penting karena didasarkan pada pemikiran bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri dan mencukupi seluruh kebutuhannya sendiri. Manusia harus mengorganisasikan dirinya bersama orang lain untuk mencapai suatu tujuan yang diidamkan,” pungkasnya. (Eddy Santry)
Jakarta, BerandaNKRInews.com–Selama 300 tahun atau lebih dari 3 abad, timah Kepulauan Bangka Belitung (Babel) diambil, tapi yang didapat oleh daerah itu ‘hanya’ royalti dari PT Timah sebesar 3%. Wajar saja seorang Gubernur Babel, Erzaldi Rosman membawa ‘suara’ rakyatnya ke Pusat untuk didengar, agar bisa menekan PT Timah memberikan royalti lebih, atas kerugian dan kerusakan alam yang dirasakan daerah tersebut.
Di hadapan Komisi VII DPR RI, Gubernur Erzaldi berkata, “Kami harapkan ke Pemerintah Indonesia untuk berikan saham sebesar 14% dan tambahan royalti,” saat beraudiensi di Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara I, Rabu (07/04/2021).
Wajar jika masyarakat Babel meminta lebih, karena setidaknya 350 tahun atau 3 abad alam dikeruk, namun yang didapatkan oleh daerah kurang sebanding.
Gubenur Erzaldi atas nama masyarakat Babel meminta royalti dari PT Timah Tbk dinaikkan dari saat ini hanya 3% menjadi 10%. Bahkan tidak hanya soal royalti, Pemprov. Babel juga meminta agar ada kepemilikan saham sebesar 14% di PT Timah.
Bayangkan saja, lahan kritis akibat aktivitas penambangan timah di Babel menyentuh angka 16,93% atau 278.000 Ha. Hal tersebut merupakan salah satu pemicu musibah banjir, tanah longsor dan imbasnya, mengakibatkan rusaknya infrastruktur jalan, jembatan, pemukiman, dan lahan-lahan usaha pertanian.
Pemerintah beserta masyarakat harus menanggung beban dan biaya yang besar akibat dampak dari bencana banjir, tanah longsong yang kerap terjadi. Ironis, daerah yang wilayahnya memiliki kekayaan alam bijih timah terbesar di Indonesia, seharusnya kaya dan sejahtera, malah kenyataanya bergumul dengan permasalahan, baik bencana alam dan konflik sosial.
“Kami masyarakat Babel berharap diberikan hak hibah saham 14% PT Timah Tbk milik Pemerintah Pusat serta kenaikan royalti timah 10% untuk masa depan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di Bangka Belitung,” ungkap Gubernur Erzaldi.
Pria yang disapa masyarakatnya dengan panggilan Bang ER, mengatakan Babel dikaruniai sumber daya alam mineral timah. Tetapi berbanding terbalik dengan kondisi Babel yang berkapasitas fiskal rendah. Sehingga baik provinsi, kota, dan kabupaten kesulitan membuat kebijakan, karena permasalahan dana yang minim.
“Kami rela alam kami dieksploitasi bagi bangsa dan negara, meski miris rasanya ketika daerah kami dengan sumber daya alam berlimpah ini tidak sebanding dengan apa yang kami dapati,” ungkapnya, agar Pemerintah RI selaku pemilik saham sebesar 65% di perusahaan plat merah, melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), tergerak untuk menghibahkan 14% saham kepada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Terlebih lagi, Pemprov. Babel tidak tercatat sebagai pemegang saham, sehingga tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Timah Tbk.
Akibatnya, semua saran dan masukan, sinkronisasi kebijakan serta program antara Pemprov. Babel dan PT Timah Tbk menjadi kurang efektif. Pengawasan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi kepada PT Timah Tbk juga tidak dapat dilakukan secara optimal.
“Kami berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, DPR RI, Pemprov. Babel dan DPRD Babel untuk duduk bersama, memberikan solusi agar pertambangan di Babel ini berimbas baik terhadap pembangunan Provinsi Babel itu sendiri,” ucapnya.
Di samping itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019, tarif royalti logam timah ditetapkan hanya sebesar 3%. Bandingkan dengan royalti hasil pertambangan lain, seperti royalti batu bara 7%, bijih besi 10%, bijih nikel 10%, emas 5%, perak 3,25%, dan bauksit 7%. Oleh karena itu, seiring dengan target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) Minerba yang cenderung meningkat setiap tahunnya, maka Bang ER mengusulkan agar royalti dinaikkan menjadi 10%.
“Hal ini penting, karena kapasitas fiskal Babel masih rendah, naif rasanya apabila daerah kami sebagai salah satu daerah penghasil SDA yang tinggi, tidak mendapatkan hak yang layak. Sehingga wajar kami meminta hak kami untuk membangun daerah, peluang yang paling cepat yakni royalti yang minta dinaikkan, karena selama ini hanya 3%,” ungkapnya.
Gubernur Erzaldi juga menambahkan, penerimaan Babel dari PNBP SDA (sumber daya alam) ada dari iuran tetap, landrent, dan royalti. Sedangkan khusus untuk royalti, masanya sudah lama dan tidak pernah berubah persentasenya.
Dia juga meminta Pemerintah Pusat mengeluarkan aturan larangan ekspor untuk bahan baku logam timah dalam rangka mendorong industrialisasi dan peningkatan nilai tambah mineral bagi Babel, serta memperketat pengawasan ekspor logam tanah jarang.
DPR RI Menanti ‘Kicauan’ Dari Dapil Babel Sementara itu Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan terkait aspirasi tersebut, Komisi VII DPR RI akan menindaklanjuti dalam Rapat Kerja atau Rapat Dengar Pendapat dengan mitra terkait, dalam hal ini Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN.
“Secepatnya, saya akan tindaklanjuti dengan mengundang Menteri Keuangan dan Mentri BUMN melalui rapat lintas komisi untuk penyelesaian persoalan ini,” ujarnya.
Ketua Komisi VII Sugeng juga meminta Anggota DPR RI Dapil Bangka Belitung, yakni Rudianto Tjen, Bambang Patijaya, dan Zuristyo Firmadata untuk mengawal aspirasi ini hingga menghasilkan kebijakan yang dapat menguntungkan bagi semua pihak.
Mengenai royalti, Anggota VII DPR RI, Bambang Patijaya mengatakan PT Timah dapat mengalami kenaikan biaya produksi yang diakibatkan kenaikan royalti, maka dirinya mengusulkan adanya royalti berjenjang.
“Misal harga pokok produksi 18.000 dolar, tetapi apa bila harga di atas angka tersebut, maka jelas PT Timah sudah mendapatkan keuntungan, sehingga bisa saja dinaikkan 10 persen royaltinya, sehingga semua pihak senang,” katanya.
Staf Khusus Gubernur Babel, Safari ANS mengatakan sebesar 3% dari royalti yang diterima sebesar 20%-nya diperuntukkan untuk Pusat, sehingga jika royalti yang diberikan naik menjadi 10%, tidak hanya berdampak pada pemerintah daerah, namun Pemerintah Pusat.
“Kerusakan lingkungan kami sudah paling parah di antara semua provinsi yang ada di Indonesia, karena PT Timah menambang sejak zaman Belanda sekarang sudah 300 tahun lebih gak pernah berhenti,” ungkapnya.
Dilanjutkan Gubernur Erzaldi, pihaknya sedang membuat transformasi daerah dari pertambangan ke pariwisata. Meski demikian, menurutnya bukan berarti Babel menolak tambang timah.
“Kalau timah gak ada lagi, dari mana sumber kami untuk membangun. Ini pertimbangan kami ketika ajukan ini secara terbuka kepada Pemerintah RI,” jelasnya, agar Pusat bisa mengabulkan permohonan rakyat Babel kepada perusahaan yang didirikan pada 2 Agustus 1976 itu.
Sekedar untuk diketahui, dari laporan keuangan saham timah atau TINS 2020 mengungkapkan, sebagai pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Grup TINS memiliki kewajiban di antaranya membayar royalti, iuran tetap, dan iuran lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Laporan per Desember 2020, saham Seri A TINS dipegang Pemerintah RI 1 lembar, sementara saham Sesi B dipegang Mining Industry Indonesia (MIND ID) atau PT Inalum sebesar 65%, dan publik 35%.
JAKARTA – Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Utara, Deddy Sitorus, menyesalkan pencemaran Sungai Malinau yang berasal dari perusahaan tambang batu bara.
“Padahal, sungai tersebut merupakan sumber utama air bersih dan tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Malinau,’ jelas Dedy dalam keterangan tertulisnya yang sampai ke Redaksi, Senin (5/4).
Lebih lanjut Deddy menjelaskan bahwa pencemaran Sungai Malinau terjadi karena tidak jelasnya penanganan limbah yang dilakukan PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC). Bahkan aktivitas perusahaan tambang batu bara itu menimbulkan bencana lingkungan dalam beberapa tahun ini.
“Laporan yang saya terima dari warga, tercatat sejak 2018-2021, limbah secara rutin mencemari Sungai Malinau yang menghancurkan ekosistem sungai itu. Pencemaran menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar dan menyebabkan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) tidak dapat berfungsi,” kata Deddy
Anggota Komisi VII DPR RI itu melanjutkan, meskipun perusahaan tersebut telah berulang kali melakukan pencemaran berat, pemerintah daerah hingga pemerintah pusat terkesan tidak berdaya mengambil tindakan tegas. Buktinya, hingga hari ini belum ada tindakan yang diambil berbagai instansi yang terkait.
“Penanganan jebolnya kolam penampungan limbah batu bara di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, pada 7 Februari lalu, juga tidak tuntas,” paparnya.
Menurut Deddy, bukti-bukti pencemaran sudah sangat gamblang. Ekosistem sungai rusak berat dan pasokan air minum terhenti. Bahkan, Deddy menerima laporan perusahaan itu hingga hari ini masih sembunyi-sembunyi membuang limbah ke Sungai Malinau.
“Gubernur Kalimantan Utara, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kapolda Kalimantan Utara, hingga Kapolri. Tetapi belum mendapatkan jawaban resmi,” tandas Deddy
Bahkan Deddy menilai, PT. KPUC seolah – olah mempunyai keistimewaan terhadap hukum. Sehingga sampai saat ini belum ada satupun instansi yang mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang limbahnya telah menjadi sumber musibah tersebut.
“PT KPUC itu kebal hukum, buktinya hingga hari ini belum ada tindakan yang diambil oleh berbagai instansi yang terkait,” ujar Deddy.
Deddy dalam waktu dekat berencana mengirimkan surat kembali dan menemui pimpinan instansi-instansi terkait untuk mendapatkan jawaban dari tindak lanjut proses penegakan hukumnya.
“Saya setiap hari mendapatkan telepon dan pesan WA dari warga korban pencemaran Sungai Malinau tentang perkembangan penanganan kasus dan pertanggungjawaban KPUC. Saya harus memberikan jawaban kepada konstituen saya dan masyarakat terdampak,” terang Deddy.
Deddy mengungkapkan dirinya mendapat informasi bahwa Polda Kalimantan Utara telah selesai melakukan pengumpulan bukti dan keterangan, demikian pula dari pihak Gakum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Tetapi saya belum melihat kedua instansi itu bergerak untuk menuntaskan kasus perusakan lingkungan ini. Saya segera mencari tahu bagaimana perkembangannya,” tandas Deddy.
Dia menegaskan pemerintah harus bergerak untuk melakukan evaluasi, penegakan hukum, pemulihan lingkungan serta mencegah terulangnya peristiwa serupa di masa depan.
“Kalau berulang-ulang terjadi, namanya bukan bencana tetapi unsur kesengajaan dan pelanggaran hukum,” ucap Deddy.
Anggota DPR RI peraih suara terbanyak pada Pileg 2019 yang ini berharap agar Pemerintah Kabupaten Malinau menunjukkan kepedulian yang nyata, jangan hanya fokus pada ganti rugi kerusakan lingkungan tapi penegakan hukum dan pencegahan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang lebih parah.
“Saya khawatir bila dibiarkan berlarut-larut, masyarakat Malinau akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah dan penegakan hukum hingga akhirnya menimbulkan ekses yang tidak perlu,” pungkasnya. (Eddy Santry)
Nunukan – Bencana Alam berupa Banjir Bandang yang melanda 10 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Minggu 4 April 2021 dini hari telah menyisakan duka dan kerugian terutama bagi warga yang bermukim di wilayah tersebut.
Musibah tersebut juga telah menumbuhkan empati dari berbagai pihak. Semangat kebersamaan sebagai saudara sebangsa dan setanah air nampak dari berbagai aksi kemanusiaan yang spontan dilakukan dibeberapa daerah.
Tak terkecuali di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), masyarakat di wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini juga bangkit spontanitas nya dalam aksi solidaritas dengan mendirikan Posko Bersama untuk Para Korban di NTT
Posko yang mengambil markas di Jl. RA. Kartini , Nunukan tersebut dalam aksinya selain melakukan penggalangan dana juga menerima penyaluran bantuan lain berupa pakaian layak pakai, makanan instan dan bantuan lain dari para donatur.
“Posko ini memang didirikan atas dasar spontanitas dari solidaritas dari kami masyarakat Nunukan untuk saudara – saudara kita yang saat ini menjadi korban musibah di NTT. Kita harap posko ini akan menjadi basis dari berbagai elemen dalam penggalangan hingga penyaluran bantuan nantinya,” tutur Koordinator Relawan Posko Bersama, Abu Saman kepada Pewarta, Senin (5/4).
Aksi yang dilakukan, ungkap Abu Saman pun berbagai macam. Mulai dari menggalang dana dari para pemakai jalan raya di Kota Nunukan hingga pengaturan distribusi bantuan yang berupa pakaian layak pakai.
“Selain menggalang dana dan menerima penyaluran bantuan, Posko Bersama juga membuka rekening donasi,” ungkapnya
Bagi para dermawan yang tak berkesempatan menyalurkan langsung di Posko, donasi dapat disalurkan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) di nomor rekening 361601031082530 atas nama Dorothea Kidi Ruing atau Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim-Kaltara di nomor rekening 0097702071 atas nama Elizabeth Peni
Diketahui, Hingga Senin 5 April 2021 siang Pukul 15: 00 WIT, jumlah korban yang dinyatakan meninggal dunia bertambah menjadi 68 orang.
Angka ini merupakan jumlah keseluruhan dari 11 daerah terdampak dan merujuk pada data mutakhir yang didapatkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dari 68 orang meninggal dunia tersebut, 44 di antaranya merupakan warga Flores Timur, 11 orang di Lembata, 2 orang Ende, dan 11 orang Alor.
Selain itu, BNPB juga mencatat sebanyak 70 orang hilang dengan rincian 26 orang di Flores Timur, 16 orang Lembata, dan 28 orang dari Alor. (Eddy Santry)