Teddy Wibisana: Dewan Pengawas Yang Dapat Memperkuat KPK Adalah Berfungsi Sebagai Evaluator

 

Teddy Wibisana (istimewa)

Jakarta – Survey menunjukan bahwa 76% masyarakat mendukung dikeluarkannya Perppu KPK. Dalam arti, jika Presiden ingin memutuskan untuk mengeluarkan Perppu maka keputusan itu akan didukung masyarakat.

Terkait hal tersebut, mantan Aktivis Pro Demokrasi di era 90an Teddy Wibisana menilai keputusan keputusan politik tak semuanya dapat memuaskan kepentingan publik. Namun ia meminta agar semaksimal mungkin kekecewaan publik dapat di minimalisir.

“Memang setiap keputusan politik tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi sedapat mungkin keputusan politik itu, tidak menimbulkan kekecewaan yang terlalu besar pada kelompok strategis pendukungnya,” tutur Teddy dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/10/2019)

Lebih lanjut Teddy mengungakapkan bahwa dengan hak subjektif yang dimilikinya, Presiden dapat mengeluarkan Perppu untuk membangun KPK yang kuat sesuai dengan keinginannya (yang sering diucapkannya). Tinggal nanti bagaimana DPR bisa menerima atau tidak, atau bagaimana nanti publik menilai, apakah Perppu yang diterbitkan akan benar-benar memperkuat KPK atau tidak, sangat tergantung dari isi pasal-pasal Perppu.

Setidaknya, ungkap Teddy, ada 2 hal yang dijadikan alasan perlunya revisi UU KPK, yaitu capaian KPK yang dianggap rendah, dan perlunya Dewan Pengawas (Dewas) agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Kedua hal tersebut (peningkatan kinerja dan adanya Dewas), harus dapat diatasi oleh Perppu, dan pada akhirnya akan memperkuat KPK,” imbunya.

Untuk meningkatkan kinerja, maka perlu dibuat target. Komisioner dan penyidik KPK, ungkap Teddy, selama ini hanya bisa dicopot karena melanggar hukum, kedepannya mereka bisa dipecat karena tak mencapai target pemberantasan korupsi yang diharapkan.

“Bagaimana menyusun dan mengukur pencapaian targetnya? Pada tanggal 19 Desember 2018, KPK mengumumkan, sepanjang tahun 2018 ada 6.143 laporan masyarakat. Dari laporan tersebut, 3.990 laporan terindikasi tindak pidana korupsi. Dan dari 3.990 laporan yang terindikasi korupsi, yang ditangani oleh KPK hanya 57 Kasus,” paparnya.

Artinya kinerja KPK dalam hal jumlah kasus yang ditanganinya, sebesar 1.4% dari jumlah laporan yang terindikasi korupsi. Untuk tahun 2019, bisa kita targetkan misalnya jumlah penanganan kasus yang harus dicapai menjadi 3% dari laporan yang terindikasi korupsi. Tahun 2020 kita misalnya kita targetkan menjadi 5%.

“Dengan mekanisme seperti itu, semuanya menjadi terukur. Jika target tercapai mendapat reward, jika target tak tercapai mendapat punishment,” ujarnya.

Hal ini menuru Teddy akan memperkuat KPK. Pasalnya KPK akan diisi dengan orang-orang yang profesional, sesuai mekanisme “reward & punishment”. KPK akan diisi dengan SDM yang tau dan sadar bahwa kewenangan itu mengandung tanggung jawab.

Mengenai keinginan dibentuknya Dewan Pengawas (Dewas) untuk mengawasi KPK, maka Dewas yang akan dibentuk adalah Dewas yang fungsinya seperti yang diuraikan diatas, mengevaluasi kinerja Komisioner dan Penyidik KPK.

“Bukan Dewas yang mencampuri proses penyelidikan dan penyidikan, seperti memberi ijin penyadapan atau atau ijin-ijin lain terkait tugas KPK dalam memberantas korupsi,”tandas Teddy.

Fungsi Dewas sebagai evaluator kinerja bukan mengintervensi tindakan pro justitia. Dewas akan melakukan evaluasi kinerja secara teratur untuk membangun profesionalisme para Komisioner dan Penyidik KPK.

Dengan substansi isi pasal-pasal Perppu yang memuat adanya target penyelesaian kasus, adanya Dewas yang mengevaluasi kinerja/pencapaian target, kita bisa menilai komisioner dan penyidik KPK dengan lebih objektif. Hal ini akan memperkuat KPK seperti yang diinginkan kita semua, karena KPK diisi oleh para profesional.

“Dan lembaga dengan kewenangan besar jika diisi dengan orang-orang yang profesional, akan lebih efektif, dan memperkecil peluang penyalahgunaan kewenangan,” pungkas Komisaris di salah satu BUMN tersebut.

4 Warga Aceh Dituntut Hukuman Mati

 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, Aceh, meminta majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman maksimal berupa Vonis Mati terhadap empat terdakwa narkoba dengan barang bukti 53 kilogram sabu.

Empat terdakwa dituntut hukuman mati tersebut adalah Muhammad Arazi (26), Hamdan Syukranilillah (24) dan Irwandi (27), ketiganya warga Lhokseumawe. Serta Ibnu Sahar (37), warga Pidie.

Tuntutan dibacakan JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Lhokseumawe, Jumat (4/10). Sidang dengan majelis hakim diketuai Mukhtar, didampingi Jamaluddin dan Mukhtari, masing-masing sebagai hakim anggota.

Empat terdakwa dituntut hukuman mati yakni Muhammad Arazi (26), Hamdan Syukranilillah (24) dan Irwandi (27), ketiganya warga Lhokseumawe. Serta Ibnu Sahar (37), warga Pidie.

Keempat terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Anita Karlina. Sedangkan JPU yakni Helfandra Busrian, Muhammad Doni Sidik, dan Al Muhajir.

Dalam amar tuntutannya, JPU menyatakan keempat terdakwa terbukti bersalah secara meyakinkan melanggar Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 132 UU Nomor 35/2009 tentang narkotika.

Jaksa penuntut umum menyebutkan, terdakwa menyelundupkan 53 kilogram sabu-sabu dari Thaildand. Para terdakwa ditangkap tim gabungan Pangkalan TNI AL Lhokseumawe, Pangkalan Utama TNI AL I/Belawan, dan Komando Armada TNI AL I di perairan Lhokseumawe, pada 18 Maret 2019.

Anita Karlina, penasihat hukum para terdakwa, menyatakan tuntutan hukuman mati terlalu berat dan karena itu mereka akan mengajukan pledoi atau pembelaan. (eddyS/ antr)

KPK Cegah GM PT Hyunday dan Seorang Camat Berpergian Ke Luar Negeri

 

Jakarta – Selain menetapkan Eks Bupati Cirebon Sunjaya sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ‎pun mencegah General Manager PT Hyundai Engeneering Construction, Herry Jung dan Camat Beber, Cirebon, Rita Susana untuk bepergian ke luar negeri.

“Keduanya dicegah ke luar negeri untuk enam bulan ke depan,” tutur Komisioner KPK, Laode M Syarif saat menggelar jumpa Pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Menurut Syarif, pencegahan Herry Jung dan Rita Susana ke luar negeri tersebut berkait‎an dengan kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra. KPK telah mengirimkan surat pencegahan tersebut ke pihak Ditjen Imigrasi Kemenkumham.

“Sejak proses hukum di perkara terkait sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 2 orang tersebut,” paparnya.

Herry Jung maupun Rita Susana sebenarnya telah dicegah bepergian ke luar negeri sejak lama. Pencegahan terhadap keduanya telah dilakukan sejak 26 April sampai 26 Oktober 2019.

“Pencegahan ke luar negeri dilakukan selama 6 bulan sejak 26 April 2019 sampai dengan 26 Oktober 2019,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Komisi KPK kembali menetapkan mantan Bupati Cirebon, Jawa Barat (Jabar) Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Penetapan tersangka baru terhadap Sunjaya, setelah penyelidikan lanjutan di KPK menyertakan dasar dan fakta-fakta sahih yang terungkap dalam putusan dalam persidangan Sunjaya di PN Bandung, Jabar, Mei 2019.

Atas perbuatanya, Sunjaya dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (eddyS)

Mantan Bupati Cirebon Ditetapkan Sebagai Tersangka TPPU

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan mantan Bupati Cirebon, Jawa Barat (Jabar) Sunjaya Purwadisastra sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kepala daerah periode 2014-2019 itu sebelumnya telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima suap terkait jual beli jabatan di Kabupaten Cirebon.

Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif menuturkan, penetapan tersangka baru terhadap Sunjaya, setelah penyelidikan lanjutan di KPK menyertakan dasar dan fakta-fakta sahih yang terungkap dalam putusan dalam persidangan Sunjaya di PN Bandung, Jabar, Mei lalu.

“Penyidikan dan fakta-fakta persidangan itu, KPK menemukan sejumlah bukti dugaan penerimaan lain kepada Sunjaya yang ditaksir puluhan miliar. KPK sementara ini, baru berhasil mengidentifikasi penerimaan mencapai Rp 51 miliar,” tutur Syarif, Jumat (4/10/2019).

Menurut Syarif, dalam penerimaan tersebut Sunjaya mencoba mengelabui dengan menempatkan, atau mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asing, dan surat berharga. Tujuannya untuk menyamarkan sumber dan harta kekayaan.

“Sehingga KPK meningkatkan status penyelidikan dan penyidikan baru yang menetapkan SUN (Sunjaya) Bupati Cirebon, sebagai tersangka dalam tindak pidana pencucian uang,” katanya.

Kasus Sunjaya ini, sebetulnya salah satu hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK, atas transaksi ilegal jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon, pada 2018 lalu. Saat itu, KPK menemukan barang bukti dari upaya jual beli jabatan senilai Rp 116 juta dan bukti setoran ke rekening setotal Rp 6,4 miliar.

Selain Sunjaya, KPK juga menangkap salah satu pemberi suap dan gratifikasi, yakni Sekertaris Dinas PUPR Cirebon, Gatot Rachmanto. Setelah penyidikan, dan pembuktian di persidangan, terungkap penerimaan dana dari sumber lain kepada Sunjaya sebesar Rp 51 miliar.

“KPK memerinci dana tersebut ke dalam sejumlah perbuatan. Yakni, Rp 31,5 miliar terkait permintaan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Cirebon,” paparnya

Syarif mengungkapakn, uang senilai Rp 3,9 miliar untuk pemindahan dan mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Lalu, senilai Rp 5,9 miliar, setoran ilegal sejumlah kepala dinas di lingkungan pemkab, juga jatah pemberian izin galian senilai Rp 500 juta.

KPK juga mengungkapkan adanya aliran dana senilai Rp 6,4 miliar kepada Sunjaya, terkait pemberian izin pembangunan PLTU 2 di Cirebon, juga sogokan senilai Rp 4 miliar dari janji pemberian izin properti. KPK juga mengendus adanya dugaan keterlibatan seorang anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan 2014-2019 yang diduga memberikan dana ratusan juta rupiah. Akan tetapi Syarif enggan membeberkan siapa oknum tersebut.

Selain itu, KPK juga tetap menyidik dugaan aliran suap dan gratifikasi kepada Sunjaya, terkait perusahaan otomotif Korea Selatan (Korsel). Semua aliran dana ilegal tersebut, KPK menuding dialihkan dalam bentuk lain.

Laode mengungkapkan, penyidik KPK mengidentifikasi pengalihan dana hasil suap dan gratifikasi tersebut, mengendap dalam beberapa rekening dengan nama lain, namun kepemilikannya tetap kepada Sunjaya yang digunakan sebagai keperluan pribadi.

Sunjaya juga memindahkan hasil suap dan gratifikasinya menjadi bentuk aset tak bergerak, berupa tanah seharga Rp 9 miliar di Talun, Cirebon yang dibeli dengan kontan. Sunjaya juga memerintahkan para bawahanya untuk mengubah uang suap dan gratifikasi, menjadi aset bergerak seperti kendaraan bermotor roda empat.

Sedikitnya, ungkap Syaruf, ada 7 mobil yang diidentifikasi dibeli oleh SUN dengan menggunakan nama orang lain dan diduga sebagai bawahan Sunjaya.

Menurut Syaruf, tindakan itu diduga bertujuan menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul penerimaan uang. Karena itu Sunjaya dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (eddyS)

Polisi Tangkap 2 Orang Yang Diduga Sebagai Penculik Aktivis Ninoy Karundeng

JAKARTA – Setelah mendapat laporan dan melalui penyelidikan,Polisi akhirnya menangkap dua orang berinisial RF dan S yang diduga menculik pengiat media sosial Ninoy Karundung.Kedua pelaku tersebut ditangkap di jakarta pada Rabu (2/10) malam tampa perlawanan.

“Tadi malam kita mengamankan dua yang diduga pelaku. Yang kita amankan yaitu berinsial RF dan S. Kita amankan dan sekarang dalam pemeriksaan,” tutur Argo, Kamis (3/10/2019).

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengungkapkan bahwa satu dari dua orang yang diamankan tersebut merupakan anggota sebuah Organisasi Masyarakat (Ormas).

“ Satu diantara pelaku adalah anggota (Tergabung dalam) salah satu ormas,” papar Argo.

Menurut Argo, penangkapan terhadap kedua terduga pelaku setelah korban melaporkan kejadian yang menimpanya ke Polda Metro Jaya pada Selasa (1/10/2019) kemarin.

Dari laporan tersebut, Polisi langsung melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap kedua terduga pelaku di Jakarta.

“ Korban (Ninoy Karundeng) memang telah membuat laporan ke PMJ (Polda Metro Jaya). Melaporkan tindakan penganiayaan dan pengeroyokan yang dialaminya,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Pegiat (aktivis) Media Sosial Ninoy Karundeng diculik saat meliput aksi demo mahasiswa di depan gedung DPR, Senin 30 September kemarin. Rekan Ninoy, Jack Lapian menceritakan, Ninoy dicokok saat berada dekat masjid daerah Pejompongan. (eddySantry)