Ketika Raga Takluk Kepada Jiwa, Maka Sebuah Prinsip Bushido Jalan Samurai Masyarakat Bugis-Makassar

Dalam konsep filosofi manusia Bugis/Makassar kita sering mendengar isitilah siri’. Dimana ketika seorang manusia Bugis/Makassar telah berkata siri’ dia akan melakukan apa saja untuk melindungi, menjaga dan menegakkan siri’ nya tersebut, sehingga secara sederhana siri’ di artikan sebagai kehormatan atau harga diri. Dalam banyak kasus siri’ sering dihubungkan dengan tindakan kekerasan bahkan pembunuhan. Namun sesungguhnya Filosofi siri’ pada manusia Bugis/makassar tidaklah sesederhana itu.

Siri’ sesungguhnya adalah suatu keadaan ketika raga sepenuhnya takluk kepada jiwa, sehingga membuat manusia bugis “hilang” rasa takutnya yang dia lakukan adalah bagaimana cara menjaga dan menegakkan siri’ tersebut. Dia tidak peduli apakah fisiknya lebih lemah dari lawannya, atau dia kalah segala galanya dari lawannya. Sekalipun yang akan dia lakukan akan mengorbankan nyawa nya. Bagi manusia Bugis/Makassar mati karena siri’ adalah syahid, mati dengan kehormatan

sehingga muncul ungkapan mati karena siri’ adalah Mate Risantangi atau Mate Rigollai, yang artinya bahwa kematiannya adalah ibarat kematian yang terbalut santan atau gula. Dan, itulah sejatinya Kesatria.

Dalam berbagai literatur kita dapat menemukan referensi tentang siri’ antara lain Siri’ji nanimmantang attalasa’ ri linoa, punna tenamo siri’nu matemako kaniakkangngami angga’naolo-oloka.

Artinya, hanya karena rasa malu kita bisa hidup di dunia ini, jika rasa malu itu sudah hilang maka lebih baik mati karena engkau tak bearati lagi sama sekali bahkan binatang lebih berharga dibanding dirimu. Falsafah ini dipegang teguh oleh masyarakat di Sulawesi Selatan, khususnya etnis Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.

Falsafah ini selalu diyakini dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan terbentuk menjadi budaya Siri’ Na Pacce. Siri’berarti rasa malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebut Pesse yang berarti : pedih atau pedas (keras, kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan orang lain.
Nilai ini dipandang sebagai sebuah konsep yang memberi dampak terhadap perilaku masyarakat yang menganutnya.

Dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu (1) Siri’ Ripakasiri’, (2) Siri’ Mappakasiri’siri’, (3) Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), dan (4) Siri’ Mate Siri’. Kemudian, guna melengkapi keempat struktur Siri’tersebut maka Pacce atau Pesse menduduki satu tempat, sehingga membentuk suatu budaya (karakter) yang dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.
Siri’ Ripakasiri’ adalah Siri’ yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga. Siri’ jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa.

Contohnya adalah kasus kekerasan, seperti penganiayaan atau pembunuhan dimana pihak atau keluarga korban yang merasa terlanggar harga dirinya (Siri’na) wajib untuk menegakkannya kembali, kendati ia harus membunuh atau terbunuh. Utang darah harus dibalas dengan darah, utang nyawa harus dibalas dengan nyawa.

Kategori kedua, Siri’ Mappakasiri’siri’, merupakan Siri’ yang berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya,

“Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-maluin). Bekerjalah yang giat, agar harkat dan martabat keluarga terangkat. Jangan jadi pengemis, karena akan memalukan.
Dengan dimotori dan dimotivasi oleh semangat siri’, usaha harus dimulai sejak mata terbuka. Mereka selalu meyakini lebih baik tenggelam daripada balik haluan sebelum tercapai cita-cita.

Selanjutnya Siri’ Tappela’ Siri’ (Makassar) atau Siri’ Teddeng Siri’ (Bugis) artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan. Ketika sampai waktu yang telah ditentukan yang berutang tidak menepati janji, artinya mempermalukan dirinya sendiri.
Terakhir, Siri’ Mate Siri’, adalah Siri’ yang berhubungan dengan iman.

Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yang mate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai yang hidup.
Berdasar pokok hidup siri’ na pacce’ ini, masyarakat Sulawesi Selatan menjadikannya pola tingkah laku dalam berpikir, merasa, bertindak, dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat.

Antara siri’ dan pacce’ saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.
Filosofi Bushido samurai jepang dan filosofi Siri’ masyarakat Bugis/Makassar
Bushido berarti ‘jalan ksatria’ atau bisa disebut juga etika moral bagi kaum ksatria.

Makna secara umum dari Bushido adalah sikap rela berkorban bagi pemimpin atau negara. Yang kemudian diperluas dan diformalkan sebagai kode awal samurai dan menekankan pada penghematan, kesetiaan, penguasaan bela diri, dan kehormatan sampai mati. Bushido juga mencakup belas kasih bagi mereka dar status yang lebih rendah untuk pelestarian nama.

Awalnya Bushido berwujud literatur lebih lanjut dalam memberlakukan persyaratan untuk melakukan diri dengan ketenangan, keadilan, dan kepatutan.bagian lain dari filsafat bushido adalah mencakup bagaimana metode membesarkan anak, penampilan, dan perawatan. Namun semua itu juga dapat dilihat sebagai dari persiapan konstan seseorang menuju kematian yang baik dengan kehormatan yang utuh.

Aspek spiritual sangat dominan dalam falsafah bushido, seorang samurai memang menekankan kemenangan terhadap pihak lawan, tetapi tidak berarti dengan kekuatan fisik. Dalam semangat bushido,

seorang samurai diharapkan mampu menjalani pelatihan spiritual guna menaklukan dirinya sendiri, karena dengan menaklukan dirinya sendirilah samurai dapat mengalahkan orang lain.
Bushido telah terimplementasikan dengan baik dan sudah menjadi sistem kepribadian masyarakat Jepang, nilai-nilai tersebut yaitu :

Gi ( integritas)
Senantiasa mempertahankan etika, moralitas dan kebenaran. Integritas merupakan nilai bushido yang paling utama. Kata integritas mengandung arti keutuhan meliputi seluruh aspek kehidupan, terutama antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Nilai ini sangat dijunjung tinggi dalam falsafah bushido dan merupakan dasar untuk mengerti tentang moral dan etika sertta menjalankannya secara utuh dan menyeluruh. Integritas bisa diartikan kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan atau ketulusan. Semua arti kata itu tepat sekali mendukung pembentukan sosok pribadi manusia sesuai yang diharapkan yaitu manusia “paripurna” atau secara sederhana ialah manusia yang penuh dengan “kemuliaan”.

Integritas seringkali ditujukan pada orang yang dianggap sudah baik secara mental maupun spiritual. Karena itu kata integritas melekat pada pribadi orang-orang yang “arif dan bijaksana” yang dalam kehidupan kesehariannya mampu menjadi sosok manusia panutan dan sebagai teladan. Bagi seoarang pemimpin, integritas merupakan hal yang utama.

Karena integritas adalah kualitas paling vital yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Konsep integritas dalam masyarakat Bugis/makassar dapat dilihat dari ungkapan EPPAI AWANGENNA PARAMATA MATTAPPAE, IYANARITU :
Massedddinna : Seuwwani teppe’e
Maduanna : issengnge
Matellunna : gau pattuju’e
Maeppanna : siri-e
Artinya: ADA EMPAT PERMATA YANG MEMANCARKAN CAHAYA, Yaitu :
Pertama : iman dan takwa
Kedua : pengetahuan
Ketiga : perbuatan baik
Keempat: harga diri
Melihat konteks di atas ada persamaan yang utama antara prinsip bushido pada samurai dengan prinsip hidup manusia Bugis/makassar yang menekankan kepada integritas personal sebagai syarat mutlak menjadi “Manusia yang paripurna”.

Yu (keberanian) Keberanian merupakan asset yang berharga bagi siapapun yang hidup di dunia ini. Tanpa keberanian seseorang tidak akan menjadi siapa-siapa dan tidak akan meraih kesuksesan.

Keberanian biasa menjadikan sesuatu yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Keberanian memungkinkan seseorang untuk keluar dari kesulitan dan bahkan berhasil meraih kesuksesan.

Seseorang yang batinnya memang pemberani akan menunjukan loyalitas dan kasih sayang pada pimpinan dan orangtua.

Mereka juga mempunyai kesabaran, sikap toleran, serta menghargai apa saja. Bukan dikatakan pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya. Seseorang pemberani adalah mereka yang dapat menguasai diri atau nafsunya sewaktu marah.

Konsep keberanian dalam masyarakat Bugis/makassar telah di tunjukan salah satunya oleh leluhur Bugis/makassar sebagai pelaut yang mengarungi samudra dengan kapal phinisinya. Kisah keberanian orang Bugis/makassar juga dapat dilihat dari catatan Claude de Forbin seorang ksatria Prancis, yang dikirim ke Siam (sekarang Thailand) oleh Raja Louis XIV, dimana pasukan perancis, portugal dan Siam sebanyak lebih 2000 orang melawan orang makassar sejumlah 47 orang yang dipimpin oleh Dg. Mangale. Pada perang tersebut lebih 1000 orang pasukan gabungan Prancis tewas. Karena kekaguman atas keberanian Dg. Mangale kedua anak Dg. Mangale di bawa ke Prancis dan kemudian hari terkenal dengan nama Daeng Ruru bergelar Louis Pierre de Macassar, sementara saudaranya Daeng Tulolo mendapat gelar Louis Dauphin de Macassar.

Jin ( Murah Hati), Mencintai sesama, kasih sayang dan simpati. Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminine (yang). Jin mewakili sifat feminine.

Meski berlatih ilmu pedang dan strategi perang, para samurai harus memiliki sifat pengasih dan peduli pasa sesama manusia. Sikap ini harus tetap ditunjukkan baik di siang hari yang terang benderang, maupun di kegelapan malam. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan. Mencintai sesama, kasih saying dan simpati. Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminine (yang). Jin mewakili sifat feminine. Meski berlatih ilmu pedang dan strategi perang, para samurai harus memiliki sifat pengasih dan peduli pasa sesame manusia. Sikap ini harus tetap ditunjukkan baik di siang hari yang terang benderang, maupun di kegelapan malam. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan.

Konsep murah hati dalam filosofi Bugis Makassar dapat ditemukan dalam berbagai kisah dan pappaseng to riolo antara lain
Laoni Mai To Siattinglima Tositonra Ola Tessibelleang.

Marilah kita bergandengan tangan berjalan seiring tanpa saling menghianati.
Demikian juga disebutkan: Nasiri’I alena, nasiri toi padanna rupatau. Menjaga harkat dan martabat dirinya, serta menghormati harkat martabat orang lain.

Rei (Hormat dan Santun Kepada orang lain), Bersikap santun dan hormat pada orang lain. Ksatria tidak pernah bersikap kasar dan ceroboh, namun senantiasa menggunakan kode etiknya secara sempurna sepanjang waktu. Sikap santun dan hormat tidak saja ditujukan pada pimpinan dan orang tua, namun kepada tamu atau siapa pun yang ditemui. Sikap santun meliputi cara duduk, berbicara, bahkan dlam memperlakukan benda ataupun senjata.

Hingga saat ini kesantunan para samurai masih terlihat pada cara orang jepang menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat. Hormat dan santun kepada sesama merupakan nilai yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat Bugis/Makassar, di mana masyarakat Bugis/makassar sangat menghormati nilai nilai persaudaraan sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah pappaseng ENGNGERANGNGI DUWAE, ALLUPAI DUWAE, YANARITU:
1.Engngerangngi pappedecenna tau laingnge lao rialemu
2.Engngerangngi pappeja’mu lao ripadammu rupa tau.
3.Alupaiwi pappeja’na padammu tau lao rialemu
4.Alupaiwi pappedecemmu lao ripadammu rupa tau.
Artinya: INGAT DUA HAL, LUPAKAN DUA HAL, Yaitu:
1.Ingatlah kebaikan orang lain terhadap dirimu
2.Ingat juga keburukan dirimu terhadap orang lain.
3.Lupakan kebaikan kamu terhadap orang lain.
4.Lupakan keburukan orang lain terhadap dirimu.

Konsep ini mengajarkan untuk selalu berpikiran positif terhadap sesama dan menjaga harmonisasi hubungan sesama manusia.

Makoto – Shin (Kejujuran dan tulus ikhlas)
Samurai mengatakan apa yang mereka maksudkan, dan melakukan apa yang mereka katakan. Mereka membuat janji dan berani menepatinya. Jujur dan tulus ikhlas merupakan kode etik samurai yang berarti berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Para ksatria harus menjaga ucapannya dan selalu waspada tidak menggunjing, bahkan saat melihat atau mendengar hal-hal buruk tentang siapapun.

Filosofi kejujuran dan tulus ikhlas dalam masyarakat Bugis Makassar dapat dilihat dalam konsep Taro Ada Taro Gau prinsip ini mengajarkan betapa pentingnya memiliki sikap yang bissa dipercaya taro ada taro gau memiliki makna bahwa sebagai pemimin atau apapun profesi anda senantiasalah untuk selalu konsisten antara ucapan dan perbuatan. Demikian juga pappaseng lainnya yang berbunyi: “Naiya accae ripatoppoki jékko, ebara’ aliri, narékko téyai mareddu’, mapoloi

Artinya: “kepandaian yang disertai kecurangan ibarat tiang rumah, kalau tidak tercerabut, ia akan patah”. Di Bugis, tiang rumah dihubungkan satu dengan yang lain menggunakn pasak. Jika pasak itu bengkok sulit masuk ke dalam lubang tiang, dan patah kalau dipaksakan. Kias terhadap orang pandai tetapi tidak jujur. Ilmunya tak akan mendatangkan kebaikan (berkah), bahkan dapat membawa bencana (malapetaka)”

6.Meiyo ( menjaga nama baik dan kehormatan)
Samurai akan menghormati etika,bukan talenta. Dan mereka menghormati perbuatan, bukan pengetahuan. Salah satu cara mereka menjaga kehormatan adalah tidak menyia-nyiakan waktu dan menghindari perilaku yang tidak berguna.

Jika anda di depan publik, meski tidak bertugas, kau tidak boleh sembarangan bersantai. Lebih baik kau membaca, berlatih kaligrafi, mengkaji sejarah, atau tata krama keprajuritan.
Menjaga kehormatan dalam konteks masyarakat bugis dapat ditemukan dalam banyak pesan pesan dan filosofi antara lain:UWAPPASENGENGNGI MAKKATENNING RILIMAE AKKATENNINGENG, IYANARITU :
Mammulanna, ada tongengngé,
Maduana, lempu-é,
Matellunna, gettengngé,
Maeppana, sipakatau-é,
Malimanna, mappesonaé ri pawinru séuwaé,
Artinya :
AKU MEMESANKAN BERPEGANG PADA LIMA PEGANGAN, YAITU :
Pertama, perkataan yang benar,
Kedua, kejujuran,
Ketiga, keteguhan pada keyakinan,
Keempat, saling menghargai sesama manusia,
Kelima, berserah diri kepada pencipta yang tunggalChugo (kesetiaan pada pemimpin)
Kesetiaan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Kesetiaan seorang ksatria tidak saja saat pimpinannya dalam keadaan sukses dan berkembang. Bahkan dalam keadaan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, pimpinan mengalami banyak beban permasalahan, seorang ksatria tetap setia pada pimpinannya dan tidak meninggalkannya. Puncak kehormatan seorang samurai adalah mati dalam menjalankan tugas dan perjuangan. Seperti sabda Rasulullah “engkau tetap harus setia mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun ia memukul punggungmu atau mengambil haratamu, maka tetaplah untuk setia mendengar dan taat”.

Prinsip loyalitas terhadap pemimpin dalam masyarakat Bugis/Makassar salah satunya dapat dilihat dalam kisah Raja Bone ke 1 Manurunge ri Matajang dimana telah terjadi ikrar kesetiaan terhadap pemimpin oleh rakyatnya: Angikko ki raukkaju. Riao’ miri’ ri-akkeng. Matappalireng. Elomu rikkeng. Adammu kua. Mattampa’ko kilao, Millauko kisawe. Mauni anameng, pattarommeng. Rekkua muteawi, Ki-teai toi-sa. Ia kita ampirikkeng temmakare’. Dongirikeng temmatippe. Musalipuri’kkeng Temmacekke.”

Terjemahan : Anginlah engkau, kami daun kayu. Ke mana engkau menghembus ke sana kami terbawa. Kehendakmu kepada kami, titahmu jadi. Engkau menyeru, kami pergi. Engkau meminta, kami memberi. Engkau memanggil, kami menyahut. Walaupun anak kami dan isteri kami, apabila engkau tak menyukainya, kami pun tak menyukainya. Akan tetapi, tuntunlah kami menuju kemakmuran. Engkau menyelimuti kami agar kami tidak kedinginan. Bagi masyarakat Bugis/Makassar loyalitas kepada pemimpin adalah hal yang mutlak selama pemimpinnya mampu bersikap adil dan bijak melindungi rakyatnya.

Tei ( peduli) Tak peduli seberapa banyak kau menanamkan loyalitas dan kewajiban keluarga di dalam hati, tanpa perilaku baik untuk mengekspresikan rasa hormat dan peduli pada pimpinan da orang tua, maka kau tidak bisa dikatakan sudah menghargai cara hidup samurai.
Masyarakat Bugis/Makassar adalah masyarakat yang peduli sesama

hal ini di tunjukan di antaranya dalam filosofi;Rebba sipatokkong, mali siparappé, sirui ménré tessirui no, malilu sipakainge, mainge’pi mupaja.

Artinya: “rebah saling menegakkan, hanyut saling mendamparkan, saling menarik ke atas dan tidak saling menekan ke bawah, terlupa saling mengingatkan, nanti sadar atau tertolong barulah berhenti”. Mengandung pesan agar orang selalu berpijak dengan teguh dan berdiri kokoh dalam mengarungi kehidupan. Juga harus tolong-menolong ketika menghadapi rintangan, dan saling mengingatkan untuk menuju ke jalan yang benar. Jika semua itu dilaksanakan akan terwujud masyarakat yang aman dan sejahtera. Siri’ sebagai social kapital masyarakat Bugis/Makassar

filosofi Bushido dalam samurai jepang yang mengajarkan nilai-nilai untuk menjadi manusia yang paripurna adalah social capital/modal sosial masyarakat Jepang yang menjadikannya menjadi salah satu Negara maju di dunia dan dimana masyarakat jepang tetap menjaga nilai-nilai dan tradisi Bushidonya dalam kehidupan sehari hari. Filosofi Siri’ dalam masyarakat Bugis/Makassar tidaklah kalah dengan spirit Bushido Jepang.

Seharusnya spirit Siri’ masyarakat Bugis/Makassar mampu menjadi Social Capital bagi masyarakat Bugis/Makassar untuk menjadi masyarakat yang maju, moderen, terdepan dengan tetap menjaga tradisi kehormatan dan harga diri.
Spirit Siri’ tidak seharusnya diletakkan di tempat yang sempit dan menjadi sebuah nostalgia bahkan terkesan negatif.

Siri’ seharusnya menjadi sebuah nilai yang universal dalam masyarakat Bugis/Makassar untuk bisa menegakkan harga diri dan kehormatannya dalam dalam setiap sektor kehidupan. Menjadikan masyarakat Bugis/Makassar manusia manusia yang unggul dalam setiap lini kehidupan.

Seharusnya Siri’ menjadi sebuah spirit untuk menjadi primus inter pares (yang pertama dari yang utama) malu menjadi Bodoh, malu untuk berbuat curang, malu untuk bermalas malasan dan lain lain. Siri’ seharusnya mampu memacu spirit kompetisi menjadi yang terbaik dengan cara cara yang baik.

Watampone 19 Juli 2019

Penulis
Dray Vibrianto

Kadis Kesbangpol Kabupaten Bone

Mahabbah Institute For Peace And Goodness (MIPG) Mengadakan Kemah Perdamaian Pemuda di Kabupaten Wajo

Wajo,(Sulsel)-Mahabbah Institute for Peace and Goodness (MIPG) atau yang dulunya dikenal dengan nama Makassar Internasional Peace Generation kembali menyelenggarakan Kemah Perdamaian Pemuda Lintas Agama yang kali ini diadakan di Kabupaten Wajo.

Kegiatan yang pertama kali diadakan di Kabupaten Wajo ini diikuti oleh 30 peserta lintas agama dengan mengangkat tema “Unity in Diversity” dan akan berlangsung selama 3 hari, Jumat-Minggu 26-28 Juli 2019 di Rumah Adat Atakkae, Sengkang.

Pada pembukaan Peace Camp, Jumat (26/7) Drs. H. A. M. Diswan S, M.M. Staf Ahli bidang Pemerintahan mewakili Pemerintah Kabupaten Wajo menyampaikan terimakasih dan apresiasi kepada MIPG yang telah menyelenggarakan kegiatan Kemah Perdamaian Lintas Agama di Kabupaten Wajo.

“Kemah Perdamaian Lintas Agama yang akan berlangsung selama 3 hari kedepan merupakan Kemah Lintas Agama yang pertama kali diadakan Kabupaten Wajo, untuk itu kami sangat mengapresiasi kegiatan ini karena merupakan salah satu wadah kerukunan lintas agama yang dapat memperkokoh kemajemukan dan keberagaman di negara ini khususnya di Kabupaten Wajo” ucapnya.

“Sejak dahulu keberagaman yang kita praktekkan di daerah ini sejauh ini berjalan dengan baik dan bahkan tidak pernah terjadi konflik antar agama sebagaimana yang terjadi di daerah lain, untuk itu saya juga menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada para pemuka agama, sesepuh dan tokoh agama yang tersebar di Kabupaten Wajo atas prakarsa saudara dalam mengawal toleransi antar umat beragama didaerah kita ini, semoga melalui kegiatan ini toleransi dan keberagaman yang kita praktekkan selama ini dapat semakin kokoh dan berhasil dalam memajukan Kabupaten Wajo sebagaimana yang kita cita-citakan bersama,” tambah Drs. H. A. M. Diswan S, M.M.

Selain itu Drs.H. A. M. Diswan S, M.M. juga berharap, para peserta Kemah Lintas Agama dapat menumbuhkan komitmen untuk menularkan nilai-nilai keberagaman beragama di lingkungan masing-masing sehingga mampu menganalisa dan menggali berbagai ancaman, tantangan dan hambatan terhadap penerapan toleransi umat beragama.

‌Sementara itu, Co-Founder MIPG, Ruben Lewi L. Dero menyampaikan, MIPG hadir tidak hanya untuk menciptakan perdamaian dunia tetapi juga untuk membantu memberdayakan masyarakat terutama anak-anak muda untuk menjadi pemimpin global dan siap bersaing di era global.

Sekedar diketahui kegiatan Kemah Lintas Agama ini merupakan kegiatan yang kesekian kalinya dilaksanakan oleh MIPG. Sebelumya kegiatan serupa juga telah beberapa kali digelar di berbagai kota di Indonesia seperti Makassar, Manado, Kendari, Pare-Pare, Gowa, dan beberapa kota lainnya.

Diharapkan melalui kegiatan ini para peserta bisa menjadi penebar benih-benih perdamaian dan mampu bersaing di era global, karena selain peserta dilatih bagaimana menghidupkan nilai-nilai luhur agama, budaya, dan kemanusiaan, mereka juga dibekali dengan kemampuan untuk menggali potensi diri.

( Humas Pemkab Wajo )

Melalui Gerakan 1000 Rupiah, Polres Sinjai Kembali Berikan Bantuan Pembangunan Masjid

SINJAI – Melalui Gerakan Seribu Rupiah Kembali Polres Sinjai memberikan bantuan, Kali ini melakukan aksi sosial dengan berbagi reski berupa bantuan material pembangunan masjid Nurul Islam Sapuberu, Desa Pasimarannu, kecamatan sinjai timur, berupa bahan bangunan material Batu Bata sebanyak 5000 biji, Jum’at (26/7/2019).

Penyerahan bantuan oleh Waka Polres sinjai Kompol Sarifuddin, S.Sos didampingi beberapa perwira dan diterima secara simbolis oleh
Imam Masjid bapak A. Maggusila.

Kegiatan tersebut merupakan sebagai wujud kepedulian dan kedekatan Polri kepada masyarakat, dalam membantu pembangunan rumah ibadah, dan bantuan tersebut tidak seberapa dan setidaknya bantuan yang diberikan dapat sedikit membantu penyelesaian pembangunan masjid. ujar Wakaolres Sinjai.

Kapolres Sinjai, Akbp Sebpril Sesa, S.Ik melalui Wakapolres Sinjai mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bagian bentuk kepedulian kita terhadap pembangunan rumah ibadah mesjid dan aksi ini adalah berbagi rezki dari tuhan, Allah SWT hasil dari program seribu rupiah setiap harinya.

Ini sebagai bentuk ungkapan syukur kami dari Polres Sinjai terhadap rezki dari yang maha kuasa dengan berbagi seperti ini. Bantuan atau sedekah yang diberikan adalah hasil dari kegiatan berbagi seluruh personil Polres Sinjai dalam gerakan 1000 rupiah sehari, dimana anggota Polres Sinjai rutin setelah apel pagi menyisihkan rejekinya dan sebagai ladang beramal untuk membantu sesama yang membutuhkan dan juga untuk membantu rumah ibadah yang ada di kab sinjai. Dan kita percaya dengan berbagi rezki kepada sesama juga akan mendapat ganjaran yang lebih dari Tuhan,” tuturnya.

Sementara itu, bantuan batu bata yang diserahkan Wakapolres Sinjai disambut baik oleh Imam Masjid bapak A. Maggusila mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Sinjai bersama jajarannya.

“Mewakili jamaah Masjid Nurul Islam beserta masyarakat setempat sekali lagi mengucapkan terima kasih. Bantuan ini sangat bermanfaat bagi pembangunan masjid kita,” ungkapnya.

Watampone Layak Menuju Kota Metropolitan Dengan Aspek dan Postensi yang Besar

Bone (Sulsel)- Kabupaten Bone salah satu wilayah terluas di provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Bone yang memiliki 27 Kecamatan ini selayaknya dimekarkan menjadi Kota Bone Metropolitan.

Hal ini dapat dilihat dari Jumlah penduduk yang terdaftar di Badan Pusat statistik Kabupaten Bone terdata kurang lebih satu juta jiwa, hal ini salah satu alasan Bone layak dimekarkan.

Dilihat dari Kota Watampone Kabupaten Bone yang dulunya pernah menjadi kotif, seharusnya dibangkitkan kembali mengingat Watampone merupakan salah satu kota terbesar di Sulawesi Selatan.

Salah satu jalur penyangga perekonomian Masyarakat Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara adalan Pelabuhan penyeberangan Bajoe, tercatat dalam sejarah Bone Bajoe merupakan bandar niaga pada masa lampau.

Kota Watampone pun bisa dimekarkan karena semua dari aspek maupun potensi sudah cukup terpenuhi dan sangat layak untuk menjadi kota madya, dari terminal tipe A, Pasar tradisional modern, Bandar udara dan stadion, hanya saja tinggal bagaimana pemimpin Bone mengembangkan kelayakan kota Watampone kembali menjadi kota menuju kota metropolitan.

Dengan banyaknnya Investor dari luar yang mulai melirik Watampone sebagai tempat menanam investasi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi Masyarakat. Tentu sangat penting adanya pedagang kaki lima (PKL) membanjiri kota Watampone baik PKL yang menetap mengunakan gerobak dorong maupun PKL kuliner dengan mobil disetiap tempat yang strategis merupakan sebuah tanda geliat ekonomi Kabupaten Bone dari sektor pedagang yang sungguh luar biasa.

Hal ini juga dengan menjamurnya Cafe dan warung kopi yang siap memanjakan para penikmat kopi atau Manusia Cafe,
Perekonomian Bone akan terdongkrak naik.

Harapannya Pemerintah Bone mampu memaksimalkan pengelolaan pajak, dengan begitu diyakini Bone akan sangat luar biasa.

Selain itu, Penataan gudang-gudang yang sudah mulai banyak menjadi penyebab kemacetan didalam kota, perlu dipikirkan untuk membangun insfrastruktur jalan baru sehingga tidak terjadi kemacetan di dalam kota.

Dari berbagai Prestasi bupati Bone, Dr Andi Baso Fashar Padjalangi, M. Si tak perlu diragukan lagi, dari catatan sejak pertama Beliau memimpin Kabupaten Bone dan mendapat pengakuan langsung dari pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dan pemerintah pusat.

Terbukti dari berdirinya, Lapangan Merdeka Watampone, Taman Arung Palakka, Museum Lapawawoi Karaeng Sigeri, Rumah Adat Bola Soba, Mesjid Al Markas Al Islam, Mall BTC, Wisata Alam Tanjung Pallette semua itu adalah Ikon kota Watampone. Tak hanya itu dalam waktu dekat Masyarakat kota Watampone akan dimanjakan Plaza Cinema, yang pembangunannya hampir rampung.

Dari segi pendapatan alam tentu Bone memiliki banyak potensi yakni tambang, pariwisata, pertanian, perikanan bahkan SDM Bone yang tak diragukan lagi
Wakil presiden, Menteri, Dirjen, Gubernur, serta Bupati yang merupakan orang bugis Bone yang berkiprah daerah lain.

Semoga kelak di Bone. Hadir universitas yang bisa menjadi tempat menuntut ilmu tentang kebudayaan, bukan hanya untuk masyarakat Bone tetapi semua Masyarakat indonesia daat menuntut ilmu di tempat tersebut.

Watampone, 25 Juli 2019,

Penulis: Iwan Hammer
Ketua umum Lsm Alakomai Group Indonesia

Persit KCK Cabang XXV Kodim 1407 Bone Berbagi Sedekah

Bone (Sulsel)-Pengurus Persit KCK Cabang XXV Kodim 1407/Bone Rem 141 PD XIV/Hasanuddin, menggelar Jumat Berkah dengan bagi-bagi Sedekah, Jumat (26/07/2019).

Jumat Berkah, Hetty Andika Perkasa bersama Persit KCK Cabang XXV Kodim 1407/Bone Rem 141 PD XIV/Hsn dipimpin langsung, Ketua Persit KCK Cabang XXV Kodim 1407/Bone, Ny. Prepti. R. Mustamin didampingi Danramil 1407-03/Cenrana Kapten Inf. Busra dan Kepala Desa Nagauleng Hamzah M. S. Sis., M. Si. bersama pengurus.

Dalam kegiatan tersebut, ketua Perait KCK Koorcab Rem 141 PD XIV/Hsn Ny. Heny Suwarno, berserta pengurus, hadir turut serta berbagi bagi Sedekah ratusan paket makanan dan minuman kepada kaum dhuafa yang kurang mampu di wilayah Kec. Cenrana tepatnya di pasisir suangi Kae,e dengan mengunakan Perahu Katinting di Desa Nagauleng Kec. Cenrana Kab. Bone.

Ketua Persit KCK Cabang XXV Kodim 1407/Bone Ny. Prepti R Mustamin menjelaskan, bahwa kegiatan Jumat Berkah ini kita laksanakan merupakan perogram dari Ibu Hetty Andika Perkasa bersama Persit Kartika Chandra Kirana Cabang XXV Kodim 1407/Bone Rem 141 PD XIV/Hasanuddin.

Dimana Kegiatan berbagi sedekah Jumat Berkah ini, tentu saja kami sebagai Persit Kartika Chandra Kirana Cabang XXV Dim 1407/Bone, sangat senang dengan adanya Program ini yang diorogramkan oleh Ibu KASAD , karena dengan adanya Program ini, kami bisa bersilaturahmi kepada Kaum Dhuafa yang bertempat tinggal diwilayah Teritorial Kodim 1407/Bone. seperti kami lakukan hari ini Jumat berkah dengan berbagi Sedekah kepada saudara kita yang kurang mampu, tepatnya di Desa Nagauleng Kec. Cenrana .

Kegiatan ini sangat besar sekali manfaatnya, karena selain kita bersilaturahmi untuk memberikan motivasi semangat hidup kepada saudara kita yang kurang mampu, juga dapat membagikan sedekah kepada orang yang dianggap kurang mampu dibandingkan dengan orang disekitarnya, dengan harapaan mereka bisa menikmati apa yang kita nikmati selama ini dan mudah mudahan dapat bermanfaat bagi mereka.

Deng materu 55 Tahun, salah seorang warga di kampung Nagauleng sangat bersyukur dan sangat senang sekali,” kami sangat senang atas kedatangan para Ibu-ibu Persit begitu sangat peduli kami, ia datang dari jauh jauh untuk melihat kami, “Kami tidak hanya menilai dari bentuk pemberiannya tapi dari rasa kepedulian dari para Ibu-ibu Persit telah datang ketempat kami untuk memberikan sedekah kepada kami,” ujar dia.

Senada Nenek Juhareng 80 Tahun warga kampung Nagauleng Kecamatan Cenrana salah satu penerima Sedekah, ia menyampaikan terima kasih kepada Ibu Persit yang telah peduli kepada kami dan lebih khususnya kepada Ibu-ibu persit Kodim Bone telah hadir dengan tulus dan ikhlas meneruskan amanah yang sangat mulia ini dari Ibu KASAD.

“Mudah-mudahan bermanfaat dan memberikan kemudahan dalam rejeki dan kami semua warga khususnyan warga Desa Nagauleng berharap dan berdoa semoga para ibu ibu persit selalu sukses, jaya dan semoga selalu dekat dihati masyarakat ,” ujarnya

(Irwan N Raju)