Batam-Berandankrinews.com
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) Hence Mandagie resmi melantik Junpa Siregar sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang SPRI Kota Batam bersama jajaran pengursnya pada Senin (13/5/2024) di Hotel Aston, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Ketum DPP SPRI Hence Mandagi menitipkan program utama SPRI kepada pengurus DPC SPRI Kota Batam yang baru saja dilantik, untuk melakukan pembinaan dan pemberdayaan bagi media dan wartawan yang berafiliasi dengan SPRI di Kota Batam.

Menurut Mandagi, pembinaan kepada wartawan di Kota Batam perlu dilakukan SPRI lewat pelatihan pers secara berkala untuk peningkatan kualitas dan profesionalisme wartawan. “Pelatihan pers bagi anggota SPRI bisa dirangkaikan dengan program setifikasi kompetensi wartawan di Badan Nasional Sertifikasi Profesi melalui Lembaga Sertifikasi Profesi,” ujar Mandagi dalam sambutannya.

Ketum SPRI ini menambahkan, program pembinaan dan pemberdayaan media juga penting dilakukan agar medianya berkualitas, wartawannya sejahtera, dan pada gilirannya masyarakat memperloeh berita dan informasi yang berkualitas dan terjamin kebenarannya.

Mandagi juga menegaskan, pengurus SPRI Kota Batam perlu mengedukasi pemerintah daerah agar propaganda negatif tentang keberlakuan Sertifikat Komepetensi Wartawan yang diterbitkan BNSP tidak perlu dipersoalkan lagi. “Sertifikat berlogo burung Garuda Pancasila yang diterbitkan negara oleh BNSP bagi seluruh profesi di Indonesia, termasuk Pers, adalah pengakuan negara kepada setiap individu yang memiliki keahlian, wawasan, pengetahun, dan kemampuan pada profesinya karena dianggap kompeten,” terangnya.

Ia menambahkan, Dewan Pers yang selama ini bangga mendorong pemerintah menjadikan sayarat kerjasama media harus terverifikasi Dewan Pers dan wartawannya sudah ikut UKW di Dewan Pers, sesungguhnya hal itu sama saja media dan wartawan disuruh ‘melacurkan diri’ dan menggadaikan idealisme pers.

Langkah yang tepat menurutnya, pemerintah harus didorong menerapkan mekanisme penggunaan anggaran sesuai ketentuan yang berlaku dengan cara menggunakan pihak ketiga atau perusahaan agensi dan sejenisnya dengan tender terbuka. “Jadi perusahaan inilah yang membangun kerjasama dengan jaringan media setelah memenangkan tender anggaran dari pemerintah. Bukan cara melanggar ketentuan yang ada saat ini, yaitu media menerima langsung pekerjaan kerja sama publikasi dengan pemerintah dari anggaran miliaran yang dipecah-pecah ke masing-masing perusahaan media,” ungakpnya.
Cara ini, tegas Mandagi, sangat merusak independensi dan kemerdekaan pers.

“Bagaimana mungkin media bisa mengontrol pemerintah. Yang terjadi justeru sebaliknya pemerintah mengontrol media. Coba saja media memberitakan hal pelanngaran atau penyimpangan dana oleh pejabat, maka kerjasama akan terancam diputus kontrak. Faktanya yang terjadi saat ini, banyak pejabat dan kepala daerah leluasa korupsi dan ditangkap Polisi, Kejaksaan, dan KPK karena media tidak melakukan control,” ungkapnya.

Sementara itu, Deputi BP Batam Wahyu, mewakili Kepala BP Batam Muhammad Rudi, menyampaikan selamat kepada pengurus DPC SPRI Kota Batam yang telah dilantik. “Semoga pengurus DPC SPRI dapat menjalankan tugas dan bersinergi dengan semua pihak untuk kemajuan Kota Batam,” kata Rudi dalam sambutannya yang dibacakan Deputi BP Batam.

Pada kesempatan yang sama, Ketua DPC SPRI Kota Batam, Junpa Siregar mengatakan, jajaran pengurusnya akan langsung mengadakan rapat kerja setelah resmi dilantik. “Program DPP SPRI akan kami sinergikan dengan program di daerah. Pelatihan pers dan sertifikasi wartawan menjadi prioritas.

Selain itu banyak persoalan serius di Batam terkait kebijakan pemerintah, pelanggaran pihak swasta yang merugikan warga, dan berbagai permasalahan lainnya akan kita dorong kepada media-media SPRI untuk aktif mengawasi,” ujar Junpa yang juga menjabat Pemimpin Redaksi Media Penajam Pasir.

Turut hadir dalam pelantikan pengurus DPC SPRI Kota Batam General Manager LSP Pers Indonesia Meytha Kalalo yang mempersiapkan pelaksanaan SKW.

“SKW kali ini ada 3 skema yakni Utama, Madya, dan Muda reporter. Semua menggunakan mekanisme portofolio karena wartawan berpengalaman,” ujar Meytha.

Hadir pula pada pelantikan ini Kasubsi Intel Kejaksaan Negeri Kota Batam, Samuel Panjaitan, Kasi Humas Polres Barelang AKP Tigor Silalahi, perwakilan BP Batam, wartawan, dan aktifis GAMKI. ***

Disomasi Hendri Bangun, Dewan Kehormatan PWI Semakin Tidak Terhormat

Jakarta –Berandankrinews.com. Semakin seru, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) secara diam-diam telah mengirimkan somasi kepada Dewan Kehormatan PWI. Dari bisik-bisik tetangga yang diterima redaksi media ini, pergolakan di internal organisasi wartawan yang dijuluki peternak koruptor binaan Dewan Pers itu semakin membara. Ketum PWI,

Hendri Ch Bangun, dan Sekjennya, Sayid Iskandarsyah, mensomasi Sasongko Tedjo cs atas Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI yang memberikan teguran keras kepada Hendri dan mewajibkan pengembalian dana hibah BUMN yang dikorupsi oleh dedengkot koruptor itu sebesar Rp. Rp1.771.200.000 (satu miliar tujuh ratus tujuh puluh satu juta dua ratus ribu rupiah).

Menanggapi hal tersebut, aktivis anti korupsi di kalangan pers, Wilson Lalengke, mengatakan bahwa ia sejak awal sudah memberikan statemen terkait eksistensi Dewan Kehormatan PWI yang dinilainya tidak memiliki kehormatan. Dengan munculnya gerakan mbalelo para koruptor Hendri Ch Bangun dan kawan-kawannya itu semakin memperburuk dan menghancurkan kehormatan lembaga di internal PWI yang semestinya menjadi symbol penjaga kehormatan, harga diri, dan keberadaban organisasi.

“Tulisan paling awal saya tentang kisruh pengurus pusat PWI adalah terkait eksistensi Dewan Kehormatan yang menurut saya nir-kehormatan atau tidak mempunyai kehormatan. Dengan adanya somasi dari koruptor Hendri dan Sayid terhadap dewan kehormatan organisasinya itu,

hal ini membuktikan bahwa kehormatan Dewan Kehormatan PWI memang nihil, yang artinya juga secara organisasi PWI tidak memiliki kehormatan sama sekali,” jelas Wilson Lalengke dalam pernyataan persnya, Selasa, 14 Mei 2024.

Berita terkait baca di sini: Dewan Kehormatan yang Nir-kehormatan (https://pewarta-indonesia.com/2024/04/dewan-kehormatan-yang-nir-kehormatan/)

Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini menambahkan bahwa kondisi itu merupakan pertanda bahwa organisasi PWI sudah di ambang kehancuran yang diakibatkan oleh perilaku buruk pengurus dan anggota PWI itu sendiri, baik di pusat maupun di daerah-daerah.

Harta terbesar, terbaik, dan paling berharga sebuah komunitas, organisasi, paguyuban, dan sejenisnya adalah harga diri, martabat, dan kehormatan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Kepemilikan harga diri dan kehormatan itulah yang akan melahirkan kepercayaan dan rasa hormat publik terhadap seseorang dan sesuatu lembaga.

“Jika unit dewan kehormatan sebuah organisasi sudah hancur, maka harga diri, martabat dan kehormatan organisasi itu ikut hancur-lebur. Dalam kondisi demikian, kepercayaan dan rasa hormat masyarakat terhadap lembaga itu dipastikan hilang sama sekali. Dan ini sama artinya organisasi itu sudah sekarat, tinggal menunggu waktu untuk tutup usia,” ujar lulusan pasca sarjana bidang Etika Global dari Universitas Birmingham, Inggris, ini.

Untuk itu, Wilson Lalengke menyarankan agar pihak dewan kehormatan harus menunjukkan kewibawaan mereka dengan tegas di depan sub-unit organisasinya. Jangan biarkan unit-unit yang berada di bawah kontrol dan pengawasan mereka melakukan tindakan sesuka hatinya. Perilaku Ketum PWI dan kawan-kawannya itu bukan lagi sekadar persoalan etika di internal organisasi PWI, tapi sudah masuk ranah pidana yang harus diproses di institusi aparat penegak hukum negara.

“Perilaku korupsi dan penggelapan uang rakyat oleh para dedengkot koruptor, Hendri Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhamad Ihsan, dan Syarif Hidayatullah, itu tidak hanya sekadar masalah pelanggaran aturan-aturan internal PWI, tapi itu adalah pelanggaran pidana yang harus dipertanggung-jawabkan di hadapan seluruh rakyat Indonesia,” tegas Wilson Lalengke dengan menambahkan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa atau extra-ordinary crime yang harus diproses hukum sesegera mungkin.

Bagaimana cara menegakkan wibawa Dewan Kehormatan PWI? Menjawab pertanyaan ini, tokoh pers nasional yang baru saja melaporkan Menteri BUMN, Dewan Pers, dan keempat pengurus pusat PWI itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) ini mengatakan itu hal mudah.

“Jawabannya sangat simple, Dewan Kehormatan hanya perlu melakukan dua hal. Pertama, seret para pengurus pusat PWI dan semua yang terindikasi terlibat dalam korupsi dan penggelapan dana hibah BUMN itu ke aparat penegak hukum, lebih cepat lebih baik.

Kedua, keluarkan maklumat memecat para pengurus dan merekomendasikan pelaksanaan munaslub organisasi secepatnya demi penyelamatan organisasi. Langkah luar biasa harus dilakukan dengan tegas karena lelaku kriminal para pengurus pusat PWI itu adalah kejahatan luar biasa yang tidak bisa diselesaikan dengan cara biasa,” tutur Wilson Lalengke menyarankan.

Sekadar pengetahuan bersama, melalui surat nomor: 019/TP-PWIP/V/2024, tertanggal 14 Mei 2024, Ketua Umum PWI, Hendri Ch Bangun, menyampaikan “Keberatan dan Somasi atas Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat nomor: 20/IV.DK/PWI-P/SK-SR/2024”, kepada Dewan Kehormatan PWI Pusat.

Dalam surat somasi setebal 13 halaman yang dilayangkan melalui tim penasehat hukumnya itu, Hendri Ch Bangun mengatakan bahwa dirinya keberatan atas teguran keras dan kewajiban mengembalikan dana hibah BUMN sebesar Rp. 1,7 milyar dengan alasan bahwa Dewan Kehormatan PWI Pusat tidak berwenang dalam memeriksa, mengadili dan memutus hal-hal yang sebagaimana dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dengan Nomor: 20/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang Sanksi Organisatoris Terhadap Saudara Hendry Ch Bangun. Surat somasi yang isinya sama seperti itu juga dikirimkan oleh Sekjen PWI, Sayid Iskandarsyah, melalui kuasa hukum yang sama.

“Orang-orang ini mau berkelit dari pengembalian uang karena menurut kabar burung uangnya sudah dibelikan mobil dan motor gede, yang akhirnya tidak bisa terjual akibat publik telah maklum barang-barang itu adalah hasil mencuri dari uang rakyat oleh para dedengkot koruptor PWI peternak koruptor binaan Dewan Pers itu,” pungkas Wilson Lalengke dengan nada prihatin. (APL/Red)

dr Ali Mahsun ATMO: Ahmad Luthfi-Sudaryono Harapan 4,4 Juta Ekonomi Rakyat UMKM Jawa Tengah

Jakarta,Berandankrinews.com. Tanpa keperpihakan negara atau pemerintah, 4,4 juta ekonomi rakyat UMKM se-Jateng sulit berkembang, maju dan unggul. Takkan mampu berhasil jemput puncak bonus demografi 2030. Hal tersebut ada dipundak Gubernur dan Wagub Jateng 2024-2029. Saat ini harapan itu ada pada Sosok Kapolda Jateng, Irjenpol Ahmad Luthfi dan Ketua Umum APPSI, Sudaryono, kenapa? tegas Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) saat roadshow ke Jateng bersama Direkur Eksekutif KERIS Agus Yusuf Ahmadi, di Solo, Minggu, 12 Mei 2024.

Ketua Umum APKLI Perjuangan ini lebih kanjut tuturkan, selama 4 tahun sejak 2020 sebagai Kapolda Jateng, Irjenpol Ahmad Luthfi berhasil wujudkan keamaan, ketertiban dan penegakkan hukum, mengayomi dan melindungi masyarakat, serta sangat dekat dengan pelaku ekonomi rakyat UMKM se-Jateng.

Lebih dari itu, pada Rapimnas APKLI Perjuangan 11 Desember 2021 di Lombok Barat 2021, Polisi ditetapkan sebagai Sahabat PKL, dimana piagamnya disampaikan ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang diwakili Kapolda NTB Irjen Pol M Iqbal. Singkatnya Irjen Pol Ahmad Luthfi jadi tumpuhan harapan 4,4 juta ekonomi rakyat UMKM se-Jawa Tengah.

Sudaryono itu Ketua Umum APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia), tokoh muda bangsa. Lebih dari itu, sangat menjiwai nasib dan masa depan 14 juta pedagang di 14.300 pasar tradisional seluruh Indonesia. Jadi Ahmad Luthfi-Sudaryono tumpuhan harapan 4,4 juta ekonomi rakyat UMKM Jateng mampu berkembang, unggul dan hidupnya sejahtera berkeadilan. Untuk itu, selaku Ketua Umum KERIS saya amanahkan kepada Agus Yusuf Ahmadi, Direktur Eksekutif KERIS untuk mengawal Pilkada Serentak November 2024. Tentunya juga Pilgub Jateng, pungkas dokter Ahli Kekebalan Tubuh yang juga Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI) yang pada Pilpres 2024 bersama 110 organisasi usaha dan ekonomi rakyat; Die Hard Menangkan Prabowo Gibran Satu Putaran.

Pada kesempatan yang sama, Agus Yusuf Ahmadi Direktur Eksekutif KERIS mejelaskan, “stabilitas keamaan dan ekonomi sangat penting bagi pelaku ekonomi rakyat UMKM di Jawa Tengah. Duet Luthfi-Sudaryono menjadi harapan besar peningkatan kepentingan potensi ekonomi dari hulu hingga hilir di 35 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah. Oleh karena itu, amanah Ketua Umum KERIS segera saya jalankan kawal Pilkada Serentak 2024. Lebih khusus lagi Pilgub Jateng 2024.

Dari hasil analisis internal Roadshow Ekonomi Rakyat yang di gelar KERIS (Komite Ekonomi Rakyat Indonesia) di 35 Kabupaten Kota se Jateng, muncul 7 nama tokoh Jawa Tengah sebagai bakal calon gubernur dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah 2024. Kapolda Jawa Tengah Irjen. Pol. Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.Mk, dan politisi Partai Partai Gerindra sekaligus Ketua Umum APPSI Sudaryono dan Wihaji Bupati Batang, juga politisi PDI Perjuangan Hendrar Prihadi dan Taj Yasin Maimoen selaku mantan Wagub Jateng, Dico M. Ganinduto Bupati Kendal, ulama Muhammad Yusuf Chudlori. Dan duet Lutfhi-Sudaryono terkuat dan jadi harapan 4,4 juta ekonomi rakyat UMKM Se Jateng, pungkas Tokoh Muda Bangsa yang juga Ketua Umum DPN Sapu Jagad.

Hadapi OmnibusLaw, dr Ali Mahsun ATMO: Challenge Hadirkan Revolusi Ekosistem Ekonomi Kesehatan


Jakarta,-Berandankrinews.com. Banyak pihak pertanyakan sosok Ali Mahsun ATMO tinggalkan profesi dokter dan 13 tahun dampingi pedagang kaki lima dan ekonomi rakyat UMKM Indonesia. Demikian pula,

Direktur Eksekutif Bakornas LKMI PB HMI dr Fahmi Dwika Hafiz Triono, serta Waketum PB IDI 2019-2022 dr Prasetyo Widhi Buwono SpG-KHOM dan Ketua Umum PB IDI 2012-2015 dr Zaenal Abidin pada Halal Bihalal Idul Fitri 1445 H Bakornas LKMI PBHMI di Kantor IAI Jakarta Barat Minggu 5 Mei 2024.

Bukan saja dijawab dengan lugas, lebih dari itu, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) men-challenge Alumni LKMI HMI berani lompat jauh ke depan, hadirkan Yayasan dan Revolusi Ekosistem Ekonomi Kesehatan.

Saya berasal dari pelosok kampung Mojokerto Jatim. Hidup dikeluarga serba terbatas 7 bersaudara. Sejak kelas 2 MI sudah jualan krupuk, tahu solet bahkan jadi sopir angkutan dan keruk pasir. Saya tidak punya cita-cita hidup karena yang penting bisa makan dan pertahankan harkat martabat kemanusiaan.

Adalah kejaizan Allah SWT bisa kuliah di Fak Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 1989. Lebih dari itu, saya baru beroganisasi saat Semester V di FKUB dibujuk senior masuk HMI. Dan baru 6 bulan diamanahkan Ketua Umum HMI Cabang Malang Komisariat FK UB yang semestinya tidak dibolehkan AD/ART HMI.

Jadi Dunia PKL dan ekonomi rakyat sudah saya geluti sejak kecil bantu orang tua dan untuk biaya sekolah, tutur dr Ali Mahsun ATMO M Biomed Ketua Umum Bakornas LKMI PBHMI 1995-1998.

Ketua dan Dewan Pakar PB IDI 2006-2009 ini lebih lanjut menyampaikan, hidup itu tantangan. Pilihan hidup itu pasti beresiko. Tak terbesit sedikitpun pada Munas IV LKMI HMI di Kampus III Unmuh Malang 1995 yang dibuka Kepala BKKBN RI Prof Haryono Suyono terpilih emban amanah Ketua Umum Bakornas LKMI PBHMI 1995-1998.

Pada saat yang sama, belum lulus dokter ambil S2 Biomedik Kekhususan Imunologi di FKUI. Lagi-lagi hanya Kejaizan Allah SWT yang tentukan garis tangan manusia. Optimisme dan berani lompat jauh ke depan apa pun resikonya adalah adrenalin tatap ke depan rengkuh hidup lebih baik, serta gapai harapan dan cita-cita.

Kemajuan teknologi (digital) akibatkan perubahan global sangat cepat dan revolusioner. Prinsip reformasi sudah usang tak mampu menjawabnya. Siapa yang mampu bidik kecenderungan, super inovatif dan kreatif, serta berani lompat jauh ke depan “dia” jadi leading sector. Kuncinya adalah bersatu dan solid, sinergi dan kolaborasi. Ke depan isu kesehatan, isi perut rakyat. ekonomi rakyat, serta pendidikan makin dominan.

Bahkan dunia kembali ke jaman kolobendu, base on community and cluster specific. Dan niscayakan over protective, baik dalam tata kelola bangsa dan negara, dunia profesi mau pun perekonomian, imbuh Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia (APKLI-P).

Berjibaku pada omnibuslaw kesehatan habiskan energi, ujung akhirnya very slowly jawab tantangan perubahan dunia kesehatan yang revolusioner. Hadapi omnibuslaw dengan optimis, rapatkan barisan, perkokoh soliditas, perluas network, serta lakukan sinergi dan kolaborasi.

Perkuat bank data alumni LKMI HMI, hadirkan yayasan kesehatan Indonesia, dan revolusi ekosistem ekonomi kesehatan Indonesia. Bentengi kedaulatan kesehatan Indonesia dengan optimis dan revolusioner, pungkas Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI)

Miris! Mahkamah Agung Terindikasi Kuat sebagai Pasar Gelap Jual-beli Perkara


Depok –Berandankrinews.com. Miris! Itulah kata yang dapat kita ucapkan tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi di negara ini. MA telah menjelma menjadi pasar gelap jual-beli perkara bagi para pencari keadilan. Hal ini disampaikan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menanggapi pengalaman pahit warga lanjut usia yang mengadukan nasibnya ke Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).

“Cukup banyak oknum pemain perkara di Mahkamah Agung itu, bahkan hampir semua hakim agung dan para birokrat serta staf di sana adalah pedagang dan/atau makelar perkara. Karena mainnya abu-abu cenderung gelap, makanya saya bilang MA itu ibarat pasar gelap tempat jual-beli perkara. Siapa punya uang, dia bisa beli keadilan di gedung bercat putih itu. Akibatnya, warga miskin selalu jadi pihak yang kalah jika berperkara di MA,” tegas Wilson Lalengke yang dikenal getol membela warga terzolimi di berbagai tempat ini, termasuk dalam kasus kriminalisasi Kepala SMAN 3 Poso oleh Mahkamah Agung beberapa tahun lalu, Sabtu, 4 Mei 2024.

*Baca di sini: Tragedi Suhariono, Suratan Nasib dan Harga Kopi (https://pewarta-indonesia.com/2022/02/tragedi-suhariono-suratan-nasib-dan-harga-kopi/)*

Salah satu korban jual-beli perkara di MA yang sedang merana saat ini adalah Dewi Anggrahaeni (71 tahun), warga Depok, Jawa Barat. Dewi Anggrahaeni selaku ahli waris dari Harjo Judotomo sedang memperjuangkan hak atas tanah milik almarhum suaminya yang diserobot orang lain, yang diduga bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Depok. Perkaranya sudah dimenangkan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, namun warga lansia itu harus menerima nasib dikalahkan karena tak mampu membayar sejumlah uang yang diminta oknum pegawai MA yang mengaku bernama Efriansyah dan Febri Widjayanto.

Awalnya, para oknum tersebut meminta uang muka sebesar 100 juta rupiah dari total 200 juta rupiah untuk pemenangan perkara. Uang muka tersebut kemudian turun menjadi 20 juta, sisanya dibayarkan apabila konsinyasi dari pembebasan Jalan Tol Cijago dibayarkan. Perkara ini kemudian disampaikan oleh penerima kuasa Dewi Anggrahaeni, yakni angggota PPWI Depok Rita Sari, kepada Wilson Lalengke yang juga adalah Ketua Umum PPWI.

Dalam keterangannya, Rita Sari menyebut bahwa sudah sangat jelas Dewi Anggrahaeni telah memenangkan perkara ini di Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung. Namun di tingkat kasasi di MA, perkaranya dikalahkan dengan cara yang sungguh tidak masuk akal. MA memenangkan pihak lawan dari Dewi Anggrahaeni dengan alasan bahwa Akta Jual Beli (AJB) yang dipegang Dewi hanya foto copy yang dilegalisir pihak Kecamatan.

“Jelas tidak masuk akal, apalagi sertifikat yang dimenangkan adalah bodong tidak mempunyai AJB. Pada saat Peninjauan Kembali (PK), Dewi Anggrahaeni memberikan bukti novum baru yaitu bukti keterangan bahwa AJB Justina Karinata (lawan Dewi dalam perkara ini – red) tidak terdaftar di kecamatan maupun di notaris manapun, sementara AJB Dewi Anggrahaeni walaupun hanya foto copy namun sudah dilegalisir oleh Camat karena memang terdaftar di Kecamatan Sawangan, Depok, Jawa Barat,” tutur Rita Sari, Kamis (2/5/24).

Pada suatu kesempatan, Rita Sari selaku penerima kuasa ditelpon oleh oknum yang mengaku bernama Efriansyah, mengaku stafnya Panitera Pengganti Febri Widjayanto, bahwa Panitera Pengganti ini akan menelpon dirinya terkait PK No.1305/PK/PDT/2023 yang dimohonkan oleh Dewi Anggrahaeni. Dan benar pada tanggal 8 Desember 2023 Rita menerima telpon dari Febri yang mengatakan bahwa perkara Dewi Anggrahaeni menang dan akan disidangkan pada Senin 11 Desember 2023.

Febri Widjayanto juga mengatakan kepada Rita bahwa pihak sebelah (Justina Karinata – red) meminta perkaranya dimenangkan tapi pihaknya menolak. Pada Senin 11 Desember 2023 Rita dikirimi bukti putusan perkara yang menang dan ditanda-tangani Majelis Hakim yang menyidangkan perkara Dewi Anggrahaeni vs Justina Karinata.

Namun, Rita sebagai penerima kuasa dari ahli waris diminta uang sebesar 300 juta awalnya. “Tapi Rita bilang bahwa uang di Pengadilan Negeri Depok yang masuk konsinyasi hanya 1 milyar 49 juta. Akhirnya angkanya turun, Febri Widjayanto minta 200 juta. Setelah Rita mendapat kiriman putusan melalui whatsapp, Febri Widjayanto minta uang muka sebesar 100 juta. Setelah negosiasi panjang angka itu turun hingga 20 juta, tapi karena belum ada dana juga, maka uangnya belum dibayarkan. Tiba-tiba, pada tanggal 20 Desember 2023 putusan PK Dewi Anggrahaeni terbit yang menyatakan PK ditolak,” tambah aktivis kemanusiaan yang tinggal di Depok ini.

Rita kemudian mengkonfirmasi soal bukti putusan yang dikirimkan Febri Widjayanto pada 11 Desember 2023 tersebut ke MA. Pihak MA mengatakan putusan yang dikirimkan oleh Febri Widjayanto saat meminta uang 300 juta rupiah itu adalah palsu.

“Aneh MA merupakan tempat yang tidak sembarang orang boleh masuk, tapi kenapa bisa kecolongan? Putusan berdasarkan sertifikat bodong Justina Karinata yang dimenangkan oleh MA sudah masuk ke website Mahkamah Agung dan sudah baku, artinya tidak bisa diganggu gugat lagi sampai putusan tersebut dikirimkan ke Pengadilan Negeri Depok,” ujar Rita penuh tanda tanya kecewa.

Lebih lanjut, Rita mengatakan bahwa pada saat ia dan wartawan Sinar Pagi, Anis, menemui humas MA, pihak humas MA bertanya maunya apa? Akan tetapi ketika Rita bertemu lagi dengan humas MA yang berbeda orang, pihak MA mengatakan itu sudah tidak bisa diubah, tapi bisa digugat lagi melalui PK ke-2 asalkan ada pidananya.

“Jelas itu ada pidananya karena sertifikat atas nama Justina Karinata cacat secara hukum sebab asal-muasalnya tidak jelas dan menyerobot tanah orang. Sampai kapanpun MA harus bertanggung jawab dengan putusan yang seenak udelnya itu,” tegas Rita.

Secara singkat, Rita menceritakan sejarah tanah itu yang awalnya dibeli secara kredit oleh Harjo Judotomo (Alm), suami dari Dewi Anggrahaeni (71 tahun), pada tahun 1977 dari pengembang tanah kaplingan bernama Soeparlan. Saat pembelian tanah tersebut, Harjo Judotomo menerima Surat Akte Jual Beli nomor: PM.141/17/10/12/XII/1977 tanggal 29 Desember 1977 atas nama Harjo Judotomo dari pemilik tanah asli bernama Naman Kotong (Alm). AJB tersebut dikeluarkan oleh Camat Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Tanah kaplingan terletak di Jl. Swadaya RT.006, RW.002, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo (dahulu Kecamatan Sawangan, Kewedanan Depok, Kabupaten Bogor), Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Bersama lahan kaplingan lain yang dijual oleh pengembang Soeparlan, tanah kosong tersebut selama bertahun-tahun ditanami palawija oleh warga sekitar.

Masalah muncul sekitar tahun 2015 ketika ada program pembebasan lahan untuk jalan toll Cinere – Jagorawi alias Toll Cijago. Pada saat pendataan tanah yang akan dibebaskan, ternyata muncul Sertifikat Hak Milik nomor 02447/Limo atas nama Justina Karinata, Surat Ukur nomor 577/Limo/2000 yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Madya Depok tahun 2001. Oleh Dewi Anggrahaeni sebagai ahli waris Harjo Judotomo, sertifikat yang diduga kuat bodong tersebut digugat ke PN Depok pada tahun 2019, dan diputus menang oleh majelis hakim. Demikian juga ketika pihak Justina Karinata melakukan banding ke PT Jawa Barat, majelis hakim banding memenangkan pihak Dewi Anggrahaeni.

Kisruh sengketa lahan tersebut tak kunjung berakhir ketika MA justru mengabulkan permohonan kasasi Justina Karinata. Walaupun alat bukti kepemilikan oleh pemohon kasasi adalah sertifikat bodong yang disinyalir merupakan hasil kerja para mafia tanah di BPN Depok, namun Justina Karinata dimenangkan oleh hakim (yang tidak) agung di tingkat kasasi.

Dewi Anggrahaeni tidak putus asa, ia mengajukan PK dengan melampirkan novum baru terkait fakta bahwa ada dugaan pemalsuan AJB atau setidaknya memberikan keterangan palsu oleh pihak Justina Karinata karena alas hak yang dijadikan dasar pembuatan SHM nomor 02447/Limo tidak terdaftar di notaris atau kecamatan/PPAT manapun di wilayah setempat. Namun, sebagaimana disampaikan di pemberitaan di atas tadi, permohonan PK wanita tua itu ditolak akibat lalai memberikan setoran 20 juta rupiah ke oknum pedagang putusan di Mahkamah nir-Agung Republik Indonesia, pasar gelap perkara ternama di tanah air tercinta ini. (TIM/Red)