Dedengkot Koruptor PWI Melapor ke Polisi dengan Tuduhan Fitnah dan Pencemaran Nama Baik, Wilson Lalengke: Bagus!

Jakarta –Berandankrinews.com. Beberapa media memberitakan tentang perilaku keblinger para dedengkot koruptor yang tergabung dalam kepengurusan pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk membuat laporan pasal pencemaran nama baik dan atau fitnah. Dalam pemberitaan itu disebutkan bahwa Sekretaris Jenderal PWI, Sayid Iskandarsyah, bersama beberapa kuasa hukumnya membuat laporan polisi pada Selasa, 11 Juni 2024. Sayangnya tidak dijelaskan siapa yang dilaporkan oleh oknum Sekjen PWI yang tidak jelas jejak kewartawannya itu.

*Berita terkait di sini: Sekjen PWI Pusat Datangi Polda Metro Jaya Kuasa Hukum Melaporkan Pencemaran Nama Baik dan Fitnah (https://www.edisi.co.id/berita/9712892032/sekjen-pwi-pusat-datangi-polda-metro-jaya-kuasa-hukum-melaporkan-pencemaran-nama-baik-dan-fitnah)*

Salah satu tokoh pers nasional, Wilson Lalengke, berkomentar ringan dengan mengatakan, “Bagus!” ketika dimintai tanggapannya oleh media ini. Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu juga menambahkan bahwa dengan langkah hukum yang dilakukan oleh Sayid Iskandarsyah bersama kroni-koruptornya, publik akan menyaksikan sikap dan tindakan Polri dalam menyikapi kasus dugaan korupsi dan atau penggelapan dana hibah BUMN yang digarong para dedengkot koruptor PWI peternak koruptor binaan Dewan pecundang Pers ini.

“Hahaha… mari kita nonton bersama atas apa sikap dan tindakan Polri terkait kasus korupsi dan atau penggelapan dana hibah BUMN yang adalah uang rakyat yang melibatkan para dedengkot koruptor PWI itu,” ujar Wilson Lalengke, Rabu, 12 Juni 2024.

Dalam kasus yang mulai terbuka ke publik dari pernyataan Dewan Kehormatan PWI dan Dewan Penasehat PWI pada Maret 2024 lalu itu, setidaknya Polri menerima 2 aduan dari organisasi yang sama, yakni Edison Siahaan yang adalah anggota PWI dan pengurus pusat PWI, Hendry Ch Bangun bersama Sayid Iskandarsyah. “Ini pasti menarik untuk menyimak sikap dan tingkah laku Polri dalam menangani kasus yang dipicu oleh perilaku koruptif para dedengkot koruptor PWI peternak koruptor Indonesia itu. Apakah Polri pro aktivis anti korupsi atau lebih memilih memihak para koruptor itu?” tambah Wilson Lalengke.

Sebenarnya, lanjut lulusan pasca sarjana Global Ethics dari Birmingham University, England, ini, tidak sulit bagi Polri menyelesaikan kasusnya, jika lembaga yang dibiayai negara itu melaksanakan tugasnya sesuai koridor hukum dan peraturan yang ada. Laporan pengaduan masyarakat oleh Edison Siahaan bersama Jusuf Rizal dari LSM LIRA terkait dugaan korupsi dan penggelapan dana hibah BUMN yang melibatkan pengurus pusat PWI sudah diterima Bareskrim Polri sejak 19 April 2024, namun masih jalan di tempat alias cenderung dipeti-eskan hingga hari ini.

“Jika saja Polri segera menindak-lanjuti dengan melakukan penyelidikan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap para terlapor, maka publik tidak akan ribut-ribut dengan berbagai berita dan postingan yang bernada kritik keras, baik terhadap Polri maupun para dedengkot koruptor itu. Sebagaimana kita ketahui, no viral no justice-lah yang berlaku di negara ini, maka masyarakat pers pasti akan terus bersuara keras mengkritisi para oknum wartawan korup dan kinerja Polri,” urai mantan dosen paruh waktu di Universitas Bina Nusantara Jakarta ini.

Karena Polri lalai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, bermunculanlah pemberitaan yang cukup massif dan keras terkait para dedengkot koruptor PWI yang dinilai kebal hukum tersebut. “Akibatnya, sudah pasti akan berdatangan laporan-laporan ‘palsu’ dengan menuduh para aktivis dan wartawan anti korupsi sebagai penyebar fitnah, hoax, dan pencemaran nama baik. Sudah jelas Dewan Kehormatan organisasinya sendiri yang menyatakan mereka garong uang rakyat, koq masih berharap punya nama baik? Benar-benar go-block bin dungu!” tegas Wilson Lalengke.

Untuk pengetahuan bersama, Wilson Lalengke dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI) telah membuat Laporan Pengaduan Masyarakat ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) terkait dugaan korupsi dan/atau suap dalam perkara penggarongan dana hibah BUMN ke PWI. Laporan ke KPK tersebut juga ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri BUMN, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kapolri. Selain itu, Laporan yang sama juga ditembuskan ke semua instansi yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemerintahan Daerah (Forkopimda), baik provinsi maupun kabupaten/kota, di seluruh Indonesia.

Di akhir pernyataan pers-nya, Wilson Lalengke berharap Polri dapat bekerja secara profesional dan prosedural, tidak perlu berkelat-kelit sana-sini, ragu dan apalagi takut terbongkar borok-boroknya karena serangan balik dari para pengurus dan anggota PWI yang notabene bercokol di berbagai media besar skala nasional itu. “Yang penting Kapolri bersama aparatnya melaksanakan tugas sesuai hukum yang berlaku, mengikuti peraturan penanganan perkara dengan benar, dan menetapkan sesuatu berdasarkan fakta lapangan, Polri pasti ramai-ramai dibela masyarakat,” pungkas trainer jurnalistik yang sudah melatih ribuan anggota TNI, Polri, ASN, buruh, LSM, wartawan dan masyarakat umum ini. (APL/Red)

Dinilai Tak Jaga Marwah Pemerintah Pusat di Mata Rakyat, Mendagri Diminta Ganti Pj Bupati Aceh Selatan

Banda Aceh -Berandankrinews.com Penandatanganan MoU Pembangunan Pabrik Semen dengan investor China yang dilakukan oleh Pj Bupati Aceh Selatan merupakan tindakan gegabah yang terlalu over acting dan melangkahi wewenang, tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang yang ditunjuk untuk perpanjangan tangan pemerintah pusat di Aceh Selatan.

“Seharusnya Pj Bupati Aceh Selatan sadar bahwa dirinya adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat dan berkewajiban melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dalam hal kebijakan-kebijakan demi menjaga pemerintah pusat sebagai pemberi mandat. Inikan aneh tanpa melakukan koordinasi tiba-tiba melakukan penandatanganan MoU dengan investor asing,

Terbukti sebagaimana pengakuan dari kementerian perindustrian dan BKPM/Kementerian Investasi di media, pertanyaannya kenapa seorang Pj Kepala Daerah yang ditunjuk mengisi kekosongan justru bertindak terlalu nekat dan over bahkan bertentangan dengan kebijakan moratorium yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat,” ungkap Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) Fadhli Irman melalui siaran pers, Minggu 9 Juni 2024.

Menurut GerPALA, sudah jelas-jelas saat ini di Indonesia sedang dilakukan kebijakan moratorium pembangunan pabrik semen, namun justru hal itu tetap dilakukan. Sehingga ketika perizinan nya melalui OSS tidak bisa karena sedang moratorium, maka imbasnya hadirnya spekulasi opini di publik seakan-akan pemerintah pusat yang sengaja tidak memberikan izin untuk menghambat perkembangan pembangunan di Aceh. “Jelas-jelas dampak dari tindakan Pj Bupati Aceh Selatan ini berpotensi dapat mencoreng citra Pemerintah Pusat di mata rakyat Aceh. Ini membuktikan bahwa Pj Bupati Aceh Selatan tidak menjaga marwah pemerintah pusat,” ujarnya.

Jika bicara terkait kesejahteraan masyarakat maka seharusnya Pj Bupati Aceh Selatan fokus untuk memaksimalkan APBK Aceh Selatan untuk bantuan-bantuan peningkatan kesejahteraan rakyat dan mengoptimalkan tugas yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat sehingga benar-benar dapat dirasakan oleh rakyat. Bukan justru lebih sibuk dengan urusan bisnis to bisnis atau investasi yang notabenenya belum dapat dipastikan indikator manfaatnya kepada daerah dan rakyat secara terukur .

“Ini aneh seakan-akan investasi asing terkait pabrik semen itu menjadi win solution untuk kesejahteraan masyarakat Aceh Selatan, padahal APBK saja belum dimaksimalkan penggunaannya untuk kesejahteraan masyarakat.

Bayangkan saja puluhan milyar hibah daerah untuk APH ditengah kondisi APBK 2024 yang defisit mencapai Rp 61 M, apakah itu bentuk keberpihakan pemerintah daerah kepada rakyat? Belum lagi jika kita lihat perusahaan-perusahaan tambang yang sudah beroperasi di Aceh Selatan juga tak berdampak signifikan kepada PAD dan kesejahteraan rakyat,”bebernya.

Dia melanjutkan, perlu diingat penandatanganan MoU dengan investor asing itu dilakukan dalam kapasitas pemerintah daerah bukan kapasitas pribadi seorang Cut Syazalisma. Jika bicara harga komoditas bahan bangunan seperti semen di Aceh Selatan, maka seharusnya Pemkab inpeksi lapangan ke para pedagang untuk mengantisipasi monopoli bukan memaksakan pendirian pabrik semen disaat kapasitas semen dalam negeri over supply.

“Pj Bupati hanya jabatan sementara untuk mengisi kekosongan, jika kebijakan krusial dan berkelanjutan seperti MoU ini yang diteken maka pemerintahan berikutnya juga akan terikat dengan MoU ini. Jadi jika ada persoalan yang akan bertanggung jawab adalah pemerintah daerah, bukan pribadi Cut Syazalisma. Seharusnya sebelum tandatangani MoU maka seorang Pj Kepala Daerah harus koordinasi terlebih dahulu dengan pemerintah ousat agar tidak merugikan daerah di kemudian hari dan tidak berimbas kepada citra Pemerintah Pusat dimata rakyat,” katanya.

Pihaknya juga meminta agar Menteri Dalam Negeri untuk mencopot Pj Bupati Aceh Selatan. “Sebagai masyarakat kita meminta Mendagri untuk mencopot Pj Bupati Aceh Selatan dan menggantikannya dengan sosok yang tepat dan amanah dalam menjalankan tugasnya, bukan sosok yang terlalu over acting dan bertindak terlalu jauh hingga urusan bisnis to bisnis seperti Pj Bupati saat ini,” pungkasnya.

Pemkab Lebak Sertifikasi para Balawista untuk Jamin Keselamatan Wisatawan

lebak-Berandankrinews.com
Secara geografis pariwisata Kabupaten Lebak berada di tepi Laut Selatan yang berombak besar dan berarus deras dari berbagai arah. Kondisi ini cukup beresiko bagi wisatawan sehingga perlu Langkah antisipatif agar faktor keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan di Lokasi wisata air Kabupaten Lebak ini bisa diatasi. Salah satunya melalui program pelatihan dan sertifikasi bagi Sumber Daya Manusia di bidang Balawista.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, Imam Rismahayadi dalam sambutannya yang dibacakan Kabid Sumber daya Pariwista dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Lebak Farid Suriawan pada pembukaan kegiatan sertifikasi profesi Balawista pada (7/6/2024) di Home Stay Sinar Matahari Sawarna, Pantai Sawarna, Kabupaten Lebak.

Menurut Kadis Imam Rismahayadi, keberadaan Balawista merupakan bagian terpenting dari ekosistem Pariwisata di Kabupaten Lebak. “Kegiatan peningkatan kualitas SDM Balawista tentunya akan membantu meningkatkan kepercayaan wisatawan nusantara dan mancanegara dalam berwisata air di Kabupaten Lebak,” ujarnya.

Dalam rangka itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lebak mengadakan kegiatan upgrading dan upscalling untuk profesi Balawista. Kali ini Dinas Pariwisata bekerjasama dengan Asosiasi Balawista Nasional dan Lembaga Sertifikasi Profesi Parnasa Pariwisata Flores untuk melaksanakan sertifikasi profesi Balawista selama dua hari, 7 dan 8 Juni 2024.

Kegiatan ini juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan dan memberi pengakuan atas kualifikasi dan kompetensi tenaga Balawista di Provinsi Banten khususnya di Kabupaten Lebak. Tercatat ada 25 orang peserta sertifikasi yang berasal dari daerah Pantai Selatan Kabupaten Lebak, terutama di daerah Sawarna yang menjadi salah satu objek wisata unggulan.

Peserta yang mengikuti sertifikasi kali ini disaring dari sekian banyak calon peserta yang mendaftar dan hanya 25 orang yang berhak ikut.

Pada kegiatan ini, Ketua LSP Parnasa Pariwisata Flores Andi Tenri Duppawati mendatangkan Dewan Pembina sekaligus Master Asesor Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) Annie Savitri .

Sertifikasi kompetensi profesi Balawista di Kabupaten Lebak ini juga menghadirkan Ketua Balawista Nasional yang bertindak sebagai asesor kompetensi Ade Ervin, bersama dua asesor lainnya Asep Kusdinar dan Wishnu Bambang Sayogo.

Di kesempatan ini, Ketua Umum Balawista Nasional Ade Ervin mengatakan, dalam rangka menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan berkualitas sesuai tuntutan pasar, diperlukan suatu standar kompetensi bagi SDM pariwisata di Indonesia.

Dalam sejarahnya, di negara-negara maju yang wisata tirta-nya sudah berkembang, peranan pemandu keselamatan wisata tirta/coastal life guard sangat menonjol dan merupakan bagian dari suatu kebutuhan yang tidak boleh diabaikan.

“Mengingat karakteristik wisata perairan sangatlah rentan dengan risiko kecelakaan sehingga kecelakaan seringkali sulit dihindari. Demikian halnya dengan kondisi wisata pantai Laut Selatan yang berombak cukup besar serta perairan terbuka lainnya di daerah Kabupaten Lebak. Perlu ada tenaga yang terampil dan kompeten di bidang ini,” tegasnya.

Pada kesempatan ini, Annie Savitri yang juga merupakan Anggota National Tourism Professional Board (NTPB) atau Tim Profesional Pariwisata Nasional (TPPN) mengatakan, kedepan nanti Asosiasi Balawista yang dipimpin Ade Ervin, dapat melakukan kerjasama bilateral dengan Australia dan negara ASEAN untuk melakukan harmonisasi kompetensi.

“Karena saat ini di Indonesia sendiri sudah ditetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang berjumlah kurang lebih 43 unit kompetensi dan tersebar untuk level/tingkat keahlian mulai dari level 2 (dua) hingga Level 7 (Tujuh), dan paska sarjana untuk Profesi Ahli,” ungkap Annie Savitri, didampingi koordinator panitia pelaksana Zivia Zorita dan anggota Maria Dasion.

Menariknya, terkait dengan profesi ini yakni Pemandu Keselamatan Wisata Tirta adalah seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penerangan dan petunjuk cara-cara yang tepat dalam melakukan kegiatan serta pemanfaatan obyek wisata tirta.

“Karena di Lokasi ini merupakan tempat untuk melakukan wisata tirta agar dapat terhindar dari risiko kecelakaan dan dapat melakukan penyelamatan jika terjadi kecelakaan,” terangnya Annie Savitri di sela kegiatan. (Red)

Dedengkot Koruptor PWI Dilindungi, Presiden Jokowi Ditelanjangi

_Oleh: Heintce Mandagi_

Jakarta -Berandankrinews.com. Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menciptakan ‘kuburan massal’ Pers Indonesia yang menjadi catatan sangat memalukan bagi perjalanan sejarah Pers Indonesia. Betapa tidak, Ketua Umum PWI, Hendri Bangun cs, yang terlibat dugaan korupsi dan penggelapan uang rakyat dari anggaran BUMN, nyaris tak tersentuh media mainstream nasional dan jaringan media terverifikasi Dewan Pers.

Sementara itu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang tidak pernah memerintahkan dan mengintervensi secara terang-terangan terhadap lembaga peradilan, terus saja diobok-obok oleh media nasional dan media jaringan konstituen Dewan Pers sampai hari ini. Media nasional terus membombardir pemberitaan terkait Keputusan Mahkamah Konstitusi merevisi usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, dan kini giliran Mahkamah Agung ‘dipreteli’ media gara-gara merevisi batas usia pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Media nasional membangun opini secara telanjang bahwa Presiden Joko Widodo berada di balik semua ini.

Semua pengamat dan tokoh oposisi diekspolitasi menyerang Presiden dan keluarganya demi menaikan rating media dan pundi-pundi income perusahaan pers nasional, termasuk kepentingan politik para pemilik media mainstream. Presiden dan keluarganya diobok-obok terus-menerus tak ada hentinya dengan isu politik dinasti.

Demi keseimbangan berita isu dinasti politik, media nasional pun begitu gagah berani mengekspolitasi berita kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaaan Agung RI. Lihat saja pada gemerlapnya pemberitaan tentang kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dan melibatkan suami seorang artis terkenal. Akibatnya satu negara pun bergosip miring terkait kasus ini.

Sayangnya, hingar-bingar isu politik dinasti yang menyerang Presiden Jokowi dan sederet kasus korupsi dengan kerugian negara triliunan rupiah, ternyata tak berlaku bagi petinggi organisasi PWI. Media seolah bungkam dan pura-pura amnesia demi melindungi ‘peternak koruptor’ PWI. (meminjam istilah Ketum PPWI, Wilson Lalengke).

Dalam kasus dugaan korupsi dan penggelapan uang rakyat oleh Ketua PWI Hendri Bangun cs, kehadiran media nasional dan media terverifikasi Dewan Pers menghilang dari peredaran bak ditelan bumi. Hanya tersisa satu media nasional bernama TEMPO yang aktif memberitakannya dan didukung sederet media online lokal dari jaringan media non konstituen Dewan Pers.

Dua orang tokoh pers nasional, Wilson Lalengke dan Jusuf Rizal, begitu keras bersuara dan mengambil langkah hukum dengan membuat laporan korupsi dan penggelapan dana BUMN miliaran rupiah untuk kegiatan Uji Komptensi Wartawan liar, terhadap Ketua PWI Hendri cs ke Mabes Polri dan KPK. Selain itu ada Ketum WAKOMINDO, Dedik Sugianto, yang ikut melaporkan kasus yang sama ke pihak kejaksaan melalui Kejati Jatim.

Anehnya, peristiwa hukum laporan dugaan korupsi ini hanya media Tempo yang berani memberitakannya bersama ratusan media online lokal non terverifikasi Dewan Pers. Media nasional lainnya, seperti Kompas, Media Indonesia, TVRI, dan lainnya diam membisu.

Pemberitaan dugaan korupsi dan penggelapan dana BUMN oleh Ketua PWI Hendri cs oleh Media Tempo dan jaringan media non mainstream, rupanya tak digubris sama sekali oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Parbowo. Sampai hari ini belum ada pernyataan resmi Kapolri terkait penanganan kasus yang maha dahsyat tersebut karena melibatkan petinggi organisasi pers tertua di Indonesia.

Serupa dengan Kapolri, Menteri BUMN Erick Thohir pun sama-sama diam seribu bahasa. Belum ada tindakan disiplin yang dilakukan Menteri Erick terhadap bawahannya yang diduga terima suap dengan dalih dana cash back sebesar lebih dari 1 miliar rupiah dari petinggi PWI.

Tak hanya Kapolri dan Menteri BUMN yang bungkam terkait PWI Gate ini. KPK dan Kejaksaan Agung pun ikut tutup mulut. Seolah ikut irama media nasional diam tak bersuara. Tak seperti biasanya petinggi KPK atau Kejagung pasti akan langsung bersuara ketika ada tokoh penting yang dilaporkan terlibat korupsi.

Padahal, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ketua PWI ini, prosesnya melibatkan Presiden RI Joko Widodo selaku pihak yang memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir sehingga dana miliaran pun digelontorkan untuk UKW liar yang berujung korupsi. Sehingga kasus ini selayaknya disebut sebagai Super Mega Skandal teranyar di Republik Indonesia.

Korupsi yang dilakukan wartawan sejatinya sama jahatnya dengan korupsi yang dilakukan oknum penegak hukum yakni jaksa, hakim, polisi, dan pengacara. Bahkan mungkin melebihi batasan extra ordinary crime karena yang bekerja mengawasi jaksa, hakim, polisi, dan pengacara adalah wartawan.

Kalau wartawan korupsi dan dilindungi media, maka akibatnya PILAR UTAMA kontrol sosial pers yakni wartawan dan media menjadi runtuh dan hancur berkeping-keping. ‘Kuburan massal’ pers Indonesia pun terhampar di mana-mana.

Keputusan Dewan Kehormatan PWI memberi sanksi dan pemecatan terhadap petinggi PWI sayangnya tak bisa diamankan seluruh jajarannya hingga ke daerah. Semua seirama diam tak bersuara.

Rasanya malu mengaku sebagai wartawan. Saya mencoba merekayasa perbincangan kalangan bawah terkait kasus korupsi Ketum PWI Hendri cs. Dua tokoh rekayasa yakni si Unyil dan si Usro.

“Bro, tau gak kamu ada ketua wartawan korupsi? Tapi teman-teman medianya gak berani beritakan dan malah melindunginya,” kata Unyil kepada Usro temannya.

Usro pun lansung menanggapinya. “Wah enak banget ya jadi wartawan. Kalau korupsi gak ada beritanya di media nasional. Kita-kita ini kalau maling sesuatu dan ditangkap polisi pasti jadi berita menarik bagi media. Nah giliran dia maling uang rakyat, mana berita televisi, kok gak ada? Gue jadi gak percaya sama media,” kata Usro kesal.

Melihat kawannya kesal, si Unyil pun berkata: ”Pada kemana ya si Rocky Gerung, aktifis ICW, petinggi LSM anti korupsi, Ketua Dewan Pers si Nining, Efendi Ghazali, dan para vokalis sok suci lainnya?”

Sebagai penutup, pernyataan si Unyil: “Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.” (*)

_Penulis adalah Ketua LSP Pers Indonesia_

Ketum KERIS Desak Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok Murah Kasihan Rakyat Kecil

Jakarta,Berandankrinews.com. Persoalan tembakau dan rokok tidak pernah usai. Bukan hanya karena sumbang sih cukai rokok per tahun fantastis Rp 271 trilyun. Namun disisi lain pemerintah berupaya nekan populasi perokok dengan berbagai tata aturan. Cukai rokok menjulang tinggi dengan klaster masing-masing golongan. Mengingat perokok mayoritas berpenghasilan rendah atau rakyat kecil, rokok murah makin laku, makin digandrungi. Selaku Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) desak pemerintah tidak naikkan cukai rokok murah. Tidak lakukan rasionalisasi persempit gap cukai rokok mahal dengan rokok murah, tegas Ketua Umum KERIS dr Ali Mahsun ATMO M Biomed, Jakarta, 4/6/2024.

Lebih lanjut Ketua Umum APKLI Perjuangan ini menuturkan, saat ini beban hidup rakyat makin berat. Daya belinya makin turun. Bahkan 40 juta kelas menengah terancam jadi miskin. Tidak boleh lagi terbebani akibat naiknya cukai rokok murah atau rasionalisasi gap cukai rokok mahal dan rokok murah. Petani tembaku, asongan, pedagang kaki lima juga warung kelontong butuh kehidupan yang layak dinegeri ini. Juga kuli bangunan, sopir, abang becak dan pemulung harus punya kesempatan bisa beli rokok murah.

Lebih kanjut Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI) ini menegaskan, tembakau, rokok dan merokok itu warisan budaya dan ekonomi leluhur bangsa Indonesia. Kebih dari itu, tidak dilarang di negeri ini. Adalah tanggungjawab pemerintah meregulasi, namun tidak boleh berangus warisan nenek moyang nusantara. Yaitu tembaku, rokok dan merokok.

Sekali lagi, naikkan cukai rokok murah, atau rasionalisasi persempit gap cukai rokok mahal dan rokok murah bisa anjlokan omset ekonomi rakyat UMKM. Lebih dari itu, menciderai keadilan bagi rakyat penghasilan rendah semisal kuli bangunan, pemulung, sopir, abang becak dan lainnya, pungkas mantan Ketua Umum Bakornas LKMI PBHMI dan Dewan Pembina PP IPNU.