Zulkifli Hasan Pimpin Rakor Bidang Pangan Di Sul-Sel, Hadir Mentan Andi Amran, Pj. Bupati Andi Winarno Hingga Bupati Terpilih Andi Asman Sulaiman


Makassar-Berandankrinews.com
Rapat Koordinasi Bidang Pangan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2025 berlangsung di Aula Tudang Sipulung di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan Jumat (17/01/2025). 

Kegiatan ini dihadiri oleh para tokoh nasional dan regional bersinergi dan berkolaborasi dalam sektor pangan yang  berkomitmen kuat terhadap ketahanan pangan Indonesia.

Rakor yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan RI Zulkifli Hasan, turut dihadiri Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, MP, Menteri Pertanian RI; Budi Santoso, Menteri Perdagangan RI; serta sejumlah menteri dan wakil menteri dari berbagai kementerian strategis, seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Dalam Negeri.

Selain itu, hadir pula Pj. Gubernur Sulawesi Selatan, para bupati dan wali kota dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, kepala Forkopimda Sulsel, pimpinan instansi vertikal, hingga rektor dari berbagai universitas di Sulawesi Selatan.

termasuk Kabupaten Bone, dalam menjaga stabilitas pangan nasional.

Sebagai salah satu kabupaten strategis dalam sektor pangan di Sulawesi Selatan, kehadiran H. Andi Asman Sulaiman menjadi perhatian khusus.  Bupati Bone terpilih menyampaikan komitmennya untuk mendukung program nasional terkait ketahanan pangan.

“Kami di Kabupaten Bone memiliki potensi besar di sektor pertanian dan perikanan. Kolaborasi lintas sektor seperti ini sangat penting untuk memaksimalkan potensi tersebut,” ungkap Andi Asman Sulaiman.

Lebih lanjut Bupati Bone terpilih H Andi Asman Sulaiman mengungkapkan dalam pertemuan tersebut ditekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah pusat, daerah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memperkuat ketahanan pangan di tengah tantangan global. 

“Sulawesi Selatan memiliki potensi besar sebagai lumbung pangan nasional. Dengan koordinasi yang baik, kita bisa memastikan pasokan pangan tetap stabil dan merata” Tukasnya.

Kapolres Bone bersama Ketua Bhayangkari Beri Bantuan Sembako dan Tali Asih kepada 4 Korban Kebakaran di BTN Amanda 2


BONE -Berandankrinews.com.
Kapolres Bone AKBP Erwin Syah, S.I.K.,M.H bersama Ketua Bhayangkari Ny.Siska Erwin Syah, Waka Polres Bone Kompol Antonius Tutleta, Pejabat Utama Polres Bone, Personel Polwan dan Anggota Bhayangkari melaksanakan kegiatan Bakti Sosial.

Kapolres Bone bersama Ketua Bhayangkari melaksanakan Bakti sosial dengan membagikan bantuan sembako dan tali asih kepada empat korban kebakaran di BTN Griya Amanda II, Jalan Sungai Limboto, Kec. Tanete Riattang.

Pada kesempatan tersebut, Kapolres Bone AKBP Erwin Syah, S.I.K.,M.H menyampaikan bahwa, Bantuan sembako dan tali asih diberikan Hamdan seorang Bhabinkamtibmas Polsek Tanete Riattang, Andi Lutfi, Asmar dan Iskandar yang meruapan seorang Wartawan.

“Pemberian bantuan ini sebagai bentuk kepedulian Polres Bone kepada korban kebakaran dan mudah-mudahan bantuan ini dapat bermanfaat dan meringankan beban hidup korban bencana kebakaran”, Ujar Kapolres Bone. Rabu (15/1/2025).

Kapolres Bone juga menyampaikan turut berduka atas musibah yang dialami korban sekaligus memberikan dukungan moral agar para korban tetap semangat dan bersabar menghadapi ujian tersebut.

Warga Jepang Terindikasi Lakukan Praktek Jugun Ianfu dan Telantarkan Keluarga di Indonesia, Ketum PPWI Surati Kedubes Jepang

Jakarta –Berandankrinews.com. Seorang lelaki berkewarganegaraan Jepang, Makoto Wakimoto, terindikasi melakukan praktek jugun ianfu, yakni mengambil wanita untuk memenuhi kebutuhan seksualnya semata selama berada di Indonesia dengan modus menikahi gadis Indonesia. Dugaan ini muncul ketika lelaki berusia 69 tahun itu meninggalkan dan menelantarkan istri, Siti Maesaroh (PR/49), di tahun 2008 setelah menikahinya di tahun 2002.

Selama belasan tahun ditinggalkan suaminya begitu saja, Siti Maesaroh berusaha membesarkan anak hasil perkawinanya dengan Wakimoto, bernama Azusa Wakimoto, dengan berbagai upaya yang bisa dilakukannya. Siti Maesaroh yang tinggal di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat ini, juga beberapa kali mengadukan nasibnya ke Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta, namun tidak mendapatkan pelayanan semestinya.

Hal tersebut diceritakan wanita yang dinikahi secara resmi oleh Makoto Wakimoto itu kepada Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, awal November 2024 lalu. Dalam keterangannya, Siti Maesaroh menjelaskan bahwa saat dinikahi Makoto Wakimoto, warga Jepang itu sedang berada di Indonesia untuk sebuah pekerjaan proyek.

Pernikahan Maesaroh dengan Wakimoto dilangsungkan secara Islam bertempat di Kantor Urusan Agama Kemayoran Jakarta Utara, dengan bukti Akta Nikah nomor: 888/109/VII/2002 tertanggal 16 Juli 2002. Pada tahun itu juga, anak pertama mereka lahir berjenis kelamin perempuan dan diberi nama Azusa Wakimoto.

Kedua suami istri beda kewarganegaraan itu hidup bersama selama 6 tahun sebelum akhirnya pria Jepang (jika masih hidup saat ini berumur 69 tahun) itu meninggalkannya. “Pada sekitar pertengahan tahun 2008, saat usia Azusa Wakimoto baru berusia 6 tahun, suami saya Makoto Wakimoto pamit pulang ke Jepang, dan hingga kini tidak ada kabar beritanya lagi,” ungkap Siti Maesaroh beberapa waktu lalu.

Bersama anak semata wayangnya, Siti Maesaroh terus berharap mendapatkan kabar tentang suaminya. Beberapa kali ia mendatangi Kedutaan Besar Jepang dan Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta untuk meminta bantuan menghubungi keluarga Makoto Wakimoto di Jepang, namun sia-sia.

“Jawaban terakhir dari Konjen Jepang ke saya mengatakan bahwa keluarga Makoto Wakimoto di Jepang juga tidak punya informasi tentang warganya itu. Hingga saat ini saya merasa masih sebagai istri Makoto Wakimoto, jadi saya tidak pernah berpikiran untuk menikah lagi dan berusaha sendiri sekuat tenaga menghidupi anak saya Azusa Wakimoto,” tambah Maesaroh dengan nada sedih.

Terkait pengaduan Siti Maesaroh tersebut, Ketum PPWI Wilson Lalengke melayangkan surat ke Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, yang ditujukan langsung kepada Duta Besar Jepang, Mr. Masaki Yasushi. Surat yang dikirimkan pada 6 Desember 2024 lalu ditembuskan juga ke Presiden Republik Indonesia, Wakil Presiden RI, Menlu RI, dan Menteri HAM RI.

“Amat disayangkan, sudah sebulan sejak surat itu kami kirimkan ke Kedubes Jepang, namun hingga hari ini belum ada respon sama sekali dari pihak Kedubes. Istana juga tidak merespon apa-apa tentang pengaduan warga negaranya yang ditelantarkan oleh warga Jepang itu,” jelas Wilson Lalengke mempertanyakan komitmen nilai moralitas Kedubes Jepang, Sabtu, 11 Januari 2025.

Dalam suratnya kepada Duta Besar Jepang, PPWI meminta agar Kedubes Jepang memberikan penjelasan resmi terkait kasus dugaan penelantaran keluarga (Siti Maesaroh sebagai istri dan Azusa Wakimoto sebagai anak – red) oleh pria Warga Negara Jepang bernama Makoto Wakimoto. PPWI juga berharap mendapatkan keterangan tentang kebijakan Pemerintah Jepang dalam menangani kasus dugaan penelantaran keluarga yang berpotensi kuat sebagai perbuatan melanggar hukum (PMH) tersebut. Selain itu, PPWI meminta agar Pemerintah Jepang memberikan informasi tentang keberadaan Makoto Wakimoto untuk kemudian, jika masih hidup, dipertemukan dengan istri dan anaknya, Siti Maesaroh dan Azusa Wakimoto sesegera mungkin, serta meminta pertanggungjawaban atas kasus dugaan penelantaran keluarga dimaksud.

Pada bagian berikutnya, PPWI juga menegaskan kepada Kedutaan Besar Jepang bahwa sebagai bangsa yang dikenal menjunjung tinggi kemanusiaan dan hak hidup layak di muka bumi ini, Pemerintah Jepang semestinya tidak dibenarkan lepas tangan dan bersikap tidak peduli terhadap keberadaan seorang anak yang merupakan hasil perkawinan seorang lelaki Warga Negara Jepang dengan seorang wanita dari manapun asalnya. “Praktek menikahi warga negara Indonesia dapat dianggap sebagai modus untuk mendapatkan layanan seksual dan atau sebagai pelampiasan hasrat seksual belaka untuk kepentingan diri sendiri Makoto Wakimoto selama di Indonesia, yang dapat dipersamakan dengan praktek jugun ianfu di zaman penjajahan Jepang atas Indonesia di masa lalu,” tulis Ketum PPWI, Wilson Lalengke, dalam suratnya.

Oleh karena itu, tambah lulusan program pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University dan Linkoping University itu, Pemerintah Jepang hendaknya menunjukkan tanggung jawab atas perilaku warganya, Makoto Wakimoto, yang telah menelantarkan warga negara Indonesia atas nama Siti Maesaroh dan anaknya Azusa Wakimoto.

“Pemerintah Jepang yang dikenal sangat memanusiakan manusia semestinya memberikan perlindungan kepada anak-anak hasil perkawinan warganya dengan perempuan dari manapun asalnya, dengan memberikan kompensasi biaya hidup berupa layanan kesehatan dan kesejahteraan ditambah biaya pendidikan bagi Azusa Wakimoto sebagaimana layaknya anak-anak warga negara Jepang lainnya,” tegas Wilson Lalengke.

Sebagai referensi dan pertimbangan bagi Kedutaan Besar Jepang dalam menganalisis dan mengambil kebijakan atas kasus dugaan penelantaran keluarga oleh pria Warga Negara Jepang dimaksud itu, PPWI menyertakan sebanyak 16 berkas dokumen. Dokumen-dokumen tersebut adalah:

1.Surat Kuasa dari Siti Maesaroh kepada DPN PPWI;
2.Surat Kuasa dari Azusa Wakimoto kepada DPN PPWI;
3.Salinan Surat Nikah Makoto Wakimoto dengan Siti Maesaroh;
4.Salinan Surat Keterangan Kelahiran atas nama Azusa Wakimoto;
5.Salinan Akte Kelahiran atas nama Azusa Wakimoto;
6.Salinan Surat Keterangan Pelaporan Kelahiran atas nama Azusa Wakimoto;
7.Salinan Family Register Certificate Nomor 1021 dari Konsulat Jenderal Jepang di Jakarta atas nama Makoto Wakimoto (suami), Siti Maesaroh (istri), dan Azusa Wakimoto (anak perempuan pertama);
8.Salinan Passport Jepang Nomor: TH4007027 atas nama Mokoto Wakimoto;
9.Salinan KTP atas nama Siti Maesaroh;
10.Salinan Passport Jepang Nomor: MZ0221103 dan MZ0530284 atas nama Azusa Wakimoto;
11.Salinan KTP atas nama Azusa Wakimoto;
12.Salinan Ijazah SMP dan SMA atas nama Azusa Wakimoto;
13.Salinan International Driving Permit atas nama Makoto Wakimoto;
14.Salinan Izin Tinggal Sementara hingga 06 Juni 2008 atas nama Makoto Wakimoto;
15.Salinan dokumen lainnya yang terkait dengan Makoto Wakimoto (versi bahasa Jepang).
16.Salinan Surat Balasan Kosulat Jenderal Jepang di Jakarta yang menolak permohonan bantuan dari Siti Maesaroh kepada Pemerintah Jepang tertanggal 17 Oktober 2011.

Hingga berita ini dipublikasikan, belum didapatkan tanggapan dari pihak Kedutaan Besar Jepang. Kepada semua pihak terkait, terutama Kedubes Jepang di Jakarta, jika ingin memberikan klarifikasi atas berita ini, silahkan kontak redaksi media ini, atau langsung ke Sekretariat PPWI Nasional di 081371549165 (Shony), email: ppwi.nasional2@gmail.com. (APL/Red)

Kapolda Sulsel Pimpin Serah Terima Jabatan dan Kenal Pamit Kapolrestabes Makassar dan Kapolres Soppeng


Makassar-Sulsel-Berandankrinews.com
Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol. Yudhiawan S.H., S.I.K., M.H., M.Si., didampingi Ketua Bhayangkari Daerah Sulsel, Ny. Yunita Yudhiawan Memimpin Langsung Serah Terima Jabatan dan Kenal Pamit Kapolrestabes Makassar dan Kapolres Soppeng di Aula Mappaodang Polda Sulsel, Jumat (10/01/25).

Hadir juga Wakapolda Sulsel, Brigjen Pol Nasri, S.I.K., M.H., para Pejabat Utama Polda Sulsel.

Dalam sambutannya, Kapolda Sulsel menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pejabat lama atas dedikasi dan pengabdian mereka. “Terima kasih atas tugas dan dedikasi yang telah dijalankan dengan baik. Semoga sukses dalam tugas berikutnya,” ujar Kapolda.

Kepada pejabat baru, Kapolda memberikan beberapa arahan penting. Ia menekankan pentingnya menjaga keakraban dengan masyarakat dan hubungan yang baik dengan media sebagai mitra Polri. “Kami berharap Kapolres yang baru dapat menjaga hubungan yang erat dengan masyarakat dan media, karena media adalah mitra penting bagi kita,” ujarnya.

Kapolda juga mengingatkan pentingnya komunikasi yang baik dengan anggota untuk menjaga citra Polri. “Dalam menghadapi tantangan dan berita negatif di media, penting bagi kita untuk menjaga komunikasi yang baik dengan anggota dan selalu menghindari pelanggaran,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap pelanggaran, terutama terkait narkoba. “Saya selalu mengingatkan bahwa tidak boleh ada anggota yang terlibat pelanggaran, apalagi narkoba,” kata Kapolda.

Mengakhiri arahannya, Kapolda mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam membangun Sulawesi Selatan yang lebih baik. “Mari kita bekerja sama untuk menjadikan Sulawesi Selatan lebih baik. Kesuksesan dalam menjalankan tugas bergantung pada kerjasama yang baik antara anggota,” tutupnya.

Adapun Kapolres yang diserahterimakan yaitu, Kapolrestabes Makassar dan Kapolres Soppeng.

Jabatan Kapolrestabes Makassar yang sebelumnya dijabat oleh Kombes Pol Dr. Mokhamad Ngajib, S.I.K., M.H., diangkat dalam jabatan baru sebagai Dirsamapta Korsabhara Baharkam Mabes Polri dan digantikan Kombes Pol. Arya Perdana., S.H., S.I.K., M.SI, jabatan sebelumnya Kapolres Metro Depok.

Untuk Jabatan Kapolres Soppeng yang sebelumnya dijabat oleh AKBP Dr. H. Muhammad Yusuf Usman, SH. S.I.K. MT. CIPA diangkat dalam jabatan baru sebagai Kasubbagren Bagrenmin Korsabhara Baharkam Polri., digantikan oleh AKBP Aditya Pradana S.I.K., M.I.K jabatan sebelumnya Kasubdit 2 Diintelkam Polda Sulsel.

Laporan Polisi Dihentikan, Soegiharto Santoso Mengadu ke Propam, Kapolri, Kompolnas hingga Kemenko Polkam


Jakarta-Berandankrinews.com
Peristiwa kriminalisasi yang dialami Ketua Umum APKOMINDO Ir. Soegiharto Santoso, SH., telah berakhir dengan putusan bebas murni di tingkat kasasi Mahkamah Agung RI. Selaku korban kriminalisasi, Soegiharto pun melaporkan balik para pihak yang diduga melakukan kriminalisasi terhadapnya.

Laporan Polisi No. LP/B/0117/II/2021/Bareskrim oleh Hoky sapaan akrab korban, dilakukannya pada 17 Februari 2021 silam terhadap terlapor Sonny Franslay dan Agus Setiawan Lie DKK.

Para terlapor diduga telah melakukan tindak pidana dengan sengaja mengajukan pengaduan/pemberitahuan palsu dan/atau memberitahukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan dan/atau memberikan keterangan palsu yang ditanggung dengan sumpah baik lisan maupun tulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 317 KUHP dan/atau Pasal 220 KUHP dan/atau Pasal 242 KUHP yang terjadi di Jakarta (Bareskrim Polri) dan di Yogyakarta (PN Bantul) pada bulan April 2016 sampai dengan September 2017.

Surat Pengaduan dengan nomor: 001/DPP-SPRI/I/2025 ditujukan kepada Menko Polkam RI, Kompolnas, Menteri HAM RI, Komisi III DPR RI, Ombudsman RI, Komnas HAM RI, Kapolri, Irwasum Polri, Kabareskrim Polri, Kadiv Propam Polri dan Karowassidik Bareskrim Polri, perihal dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri dan ketidakprofesionalan penyelidik dalam menangani 2 (dua) laporan Polisi yaitu No. LP/B/0117/II/2021/Bareskrim dan No. LP/5364/X/2018/PMJ/Dit Reskrimsus.

Dalam isi suratnya setebal 9 halaman, Hoky membeberkan secara lengkap dan dilampirkan bukti-bukti bahwa penanganan laporan polisi yang dibuatnya di Bareskrim Polri memakan waktu 2 tahun dan 7 bulan dengan status penyelidikan terus menerus, termasuk di Polda Metro Jaya memakan waktu waktu 5 tahun dan 6 bulan dengan status yang sama yaitu penyelidikan terus menerus, kemudian kedua laporan Polisi tersebut dihentikan.

Sedangkan pada saat Hoky di laporkan di Bareskrim Polri, pihak penyidik begitu cepat merespon sehingga dalam waktu 3 bulan sudah menjadi Tersangka, dan kemudian 3 bulan berikutnya berkas dinyatakan telah lengkap atau P21. Setelah 1 bulan berikutnya, dalam proses tahap 2, Hoky langsung ditahan di Rutan Bantul.

Hoky juga mengaku sudah menerima surat pemberitahuan penghentian penyelidikan No. B/742/IX/RES.1.24./2023/Dittipium tanggal 12 September 2023 yang ditandatangani oleh Kombes Pol. AS, selaku Kasubdit III Dir Tipium Bareskrim Polri dengan penyelidik Ipda EW, dan penyelidik pembantu Bripka SDY.

Termasuk telah menerima surat ketetapan No. S.Tap/56.a/IX/2023/Dittipium, tanggal 12 September 2023 tentang penghentian penyelidikan yang ditandatangani oleh Brigjen Pol. DRP, dengan alasan tidak ditemukan peristiwa pidana.

Padahal faktanya Hoky dikriminalisasi yaitu dilaporkan dan hanya dalam waktu 3 bulan dijadikan Tersangka, lalu dalam 4 bulan berikutnya sudah dilimpahkan ke JPU dan lanjut ke PN serta menjadi Terdakwa. Bahkan Ketika itu sempat ditahan selama 43 hari di Rutan Bantul, termasuk disidangkan di PN Bantul sebanyak 35 kali persidangan.

Buktinya Hoky dinyatakan tidak bersalah oleh PN Bantul, selanjutnya JPU Ansyori, SH dari Kejagung RI telah melakukan upaya hukum Kasasi, namun hasilnya telah di tolak oleh MA.

Lebih ironisnya dalam persidangan di PN Bantul terungkap dan tercatat dalam salinan putusan perkara No. 03/Pid.Sus/2017/PN Btl. (Hak Cipta) pada halaman 27 dan halaman 33 yaitu Saksi atas nama Ir. Henky Yanto TA dibawah sumpah memberikan keterangan antara lain; “Bahwa saksi tahu siapa-siapa orang yang menyediakan dana supaya Hoky masuk Penjara, seingat saksi Suharto Yuwono dan satu nya saksi tidak ingat.”

Selain itu, Hoky juga melaporkan soal Dugaan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan Ketidakprofesionalan Penyelidik atas Laporan Polisi No. LP/5364/X/2018/PMJ/Dit Reskrimsus, tanggal 05 Oktober 2018 dengan Terlapor atas nama Rudy Dermawan Muliadi yang dihentikan penyelidikannya.

Laporan Hoky tersebut terkait dugaan tindak pidana manipulasi, penciptaan, perubahaan, penghilangan, pengerusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang diketahui terjadi pada bulan Juni 2018 di Jakarta.

Hoky pun menjelaskan, bahwa setelah proses penanganan laporan polisinya itu berlangsung selama 5 tahun dan 6 bulan namun statusnya masih terus-menerus pada tahap penyelidikan, lalu LP Hoky tersebut juga dihentikan penyelidikannya sejak tanggal 26 April 2024 dengan alasan yang sama, yaitu tidak ditemukan peristiwa pidana.

Penghentian tersebut disampaikan melalui surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan No. B/1755/V/RES.2.5./202/Ditreskrimsus, tanggal 20 Mei 2024 yang ditandatangani oleh Kompol. ASU, selaku Kasubdit IV TIPID SIBER Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya dengan Penyelidik Briptu JSM.

Bersama surat itu, Hoky menegaskan bahwa sebagai warga negara yang hak-haknya dilindungi dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dirinya menaruh harapan dan kepercayaan kepada Menko Polkam RI, Menteri HAM RI, Kapolri, Komisi III DPR RI, Ombudsman RI, Komnas HAM RI, Kompolnas RI, Irwasum Polri, Kabareskrim Polri, Kadiv Propam Polri dan Karowassidik Bareskrim Polri untuk menanggapi surat yang dilayangkannya tersebut.

Hoky juga menyatakan siap jika dilakukan konfrontasi dengan para pihak penyelidik yang dilaporkan ataupun para Terlapor yang di laporkan di Bareskrim Polri dan di Polda Metro Jaya agar menjadi terang dugaan tindak pidananya.

Ia pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman sesama wartawan yang hadir dan meliput saat membuat pengaduan dan telah menerima 2 (dua) surat penerimaan surat pengaduan Propam Nomor: SPSP2/000039/1/2025/BAGYANDUAN dan Nomor: SPSP2/000041/1/2025/BAGYANDUAN, tertanggal 06 Januari 2025.

Sedangkan surat pengaduan dibuat khusus pada tanggal 5 Januari 2025, sebab tepat 8 (delapan) tahun yang lalu, yaitu di tanggal 5 Januari 2017, dirinya dikeluarkan dari Rutan Bantul oleh putusan PN Bantul setelah ditahan selama 43 hari, padahal ia tidak melakukan tindak pidana.

Ia pun berharap hal ini perlu menjadi perhatian seluruh masyarakat karena sangat memprihatinkan sekali. “Saya yang berprofesi sebagai Wartawan dan bahkan kini berprofesi sebagai Advokat, bisa dikriminalisasi. Lalu saat saya membuat laporan Polisi pun dihentikan oleh oknum penyelidik, sehingga sepertinya sulit sekali mencari keadilan di Indonesia. Lalu bagaimana dengan masyarakat umum yang tidak mengerti tentang hukum, akankah mereka bisa memperoleh keadilan? Ini fakta dan sungguh ironis, namun secara pribadi saya tetap optimis, karena kebenaran akan menemukan jalannya dan semua ada waktunya, serta semua ada masanya,” papar Hoky penuh optimis. **