Soal Garap Hutan Tanpa Izin, Petani Desa Buong Dibebaskan dari Segala Tuntutan PT AHL 

TANA TIDUNG – Ahmad bin Hanapi, seorang petani dari Desa Buong Baru, Kalimantan Utara (Kaltara), dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum setelah ditangkap pada 25 Maret 2024 atas laporan PT AHL.

Ahmad dituduh menduduki dan menggarap kawasan hutan tanpa izin, yang diancam pidana berdasarkan Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Kehutanan, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Dihubungi melalui telpon WhatsApp, pada Senin (14/10/2024) pagi, Kuasa hukum Ahmad, Muhammad Asrul, mengungkapkan bahwa Ahmad telah menggarap tanah keluarganya seluas 3 hektar yang memiliki bukti penguasaan berupa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) sejak tahun 1990.

“Namun, PT AHL mengklaim bahwa tanah tersebut masuk dalam konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diberikan izin oleh pemerintah pada tahun 1996,” ungkapnya.

Selama persidangan, lanjut Asrul, terungkap kawasan hutan di Kabupaten Tana Tidung (KTT) belum pernah dilakukan penataan batas, pemetaan, dan penetapan secara hukum, sesuai dengan perintah Pasal 14 dan Pasal 15 UU Kehutanan.

“PT AHL tidak pernah bermusyawarah dengan warga Desa Buong Baru, yang telah lama menggarap tanah tersebut, sebelum izin HTI dikeluarkan,” tegas Asrul.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Selor, yang diketuai oleh Hakim Budi Hermanto, akhirnya memutuskan bahwa Ahmad bin Hanapi tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Dalam putusannya, hakim menekankan bahwa PT AHL seharusnya mengeluarkan tanah-tanah warga desa dari area konsesi, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 88/kpts-II/1996.

Setelah menjalani proses persidangan selama empat bulan tujuh hari, Ahmad bin Hanapi dibebaskan dari Rutan Nunukan, tempat ia ditahan selama proses hukum berlangsung.

Ahmad, yang ditahan di Rutan Nunukan yang berbatasan dengan Malaysia, harus menempuh perjalanan panjang untuk kembali ke kampung halamannya.

Ia didampingi oleh kuasa hukumnya melalui perjalanan darat dan laut, dengan transit di Kota Tarakan sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Buong Baru.

“Ahmad kini dapat kembali berkumpul dengan keluarganya setelah melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan,” pungkasnya.

(*Timeskaltim.com)