Soal Hak Pekerja dan Buruh Lepas PT DTR, Manajemen Perusahaan : “No Comment, Mau Tanya Apapun Saya Tidak Akan Jawab

NUNUKAN – Beberapa perwakilan pekerja dari PT Duta Tambang Rekayasa (DTR) di Kecamatan Sei Menggaris bersama dengan DPD SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) sambangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Nunukan dengan bawa sejumlah tuntutan, Senin (29/05/2023).

Bersama dengan itu, turut hadir pihak manajemen PT DTR di Kantor Disnakertrans untuk melakukan mediasi.

Selaku Ketua DPD SBSI Kab.Nunukan, Iswan yang mengkoordinir ratusan pekerja tersebut mengatakan terdapat beberapa tuntutan terkait hak pekerja serta izin usaha pertambangan (IUP) PT DTR yang akan berakhir dan memunculkan kekhawatiran bahwa hak buruh tidak terpenuhi.

“Kami datang dengan membawa beberapa tuntutan untuk meminta hak para pekerja yang tidak terpenuhi, dan juga 31 Mei 2023 IUP PT DTR di Sei Manggaris akan berakhir, dimana memunculkan kekhawatiran hak-hak mereka belum dipenuhi oleh perusahaan,” ujar Iswan.

Adapun, tuntutan pertama kata Iswan yakni dikarenakan IUP akan berakhir terdapat pekerja telah masuk umur 57 tahun tidak dipensiunkan tetapi di PHK.

“Ada pekerja yang sudah masuk usia pensiun 57 tahun, tapi karena IUP mau berakhir maka di kualifikasi PHK, padahal harusnya masuk kualifikasi pensiun, karena nilainya pasti berbeda,” ungkap Iswan.

Selain itu, tuntutan lainnya adalah soal pesangon bagi pekerja yang sudah berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) serta kompensasi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tidak sesuai.

“Para karyawan tetap meminta perusahaan harus kaji ulang upah lembur yang belum disesuaikan dengan PP Nomor 35 Tahun 2021 yang terbaru, sedangkan acuan perusahaan pakai Permen ESDM Nomor 15 tahun yang lebih menguntungkan perusahaan daripada pekerja serta ada PHL yang bertahun tahun sudah kerja tapi tidak dipermanenkan,” terang Ketua DPD SBSI Kab.Nunukan.

Lalu, Iswan membeberkan tuntutan selanjutnya terkait penyesuaian upah lembur yang tidak sesuai.

“Untuk Upah lembur itu tidak sesuai karena ada yang bekerja lembur di hari libur nasional tetapi tetap dihitung upah hari biasa,” ucap Iswan.

Lalu Iswan menyebutkan tuntutan terakhir pekerja PT DTR soal uang pisah sebagaimana yang sudah menjadi aturan perusahaan.

“Selisih perhitungan upah lembur ini ada perubahan. PT DTR gunakan Permen ESDM Nomor 15 tahun 2005 yang mana semua pekerja diratakan 7,5 jam per hari. Sementara dalam PP 35 Tahun 2021 tidak begitu,” sambungnya.

Sementara itu, Iswan juga mengungkapkan jika belum menemui titik terang maka akan berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

“Jika belum menemui kesepakatan ataupun perusahaan belum memenuhi tuntutan para pekerja, ya pastinya akan berlanjut ke PHI yang berada di Samarinda,” kata Iswan.

Selaku mediator antara pekerja dan PT DTR dari Disnakertrans, Eko menyampaikan bahwa memberikan waktu 7 hari kerja dan setelah itu akan memberikan anjuran yang wajib dibalas kedua belah pihak.

“Setelah perundingan kami kasih batasan waktu 7 hari kerja, selama itu kami memberikan kebebasan kedua belah pihak, jika memang ada hal hal yang disepakati secara personal ya silahkan, setelah itu kami pasti akan berikan anjuran yang mana wajib dibalas oleh para pihak selama 10 hari kerja, karena jika memang ini berlanjut ke PHI, maka anjuran itulah yang menjadi tiket,” lanjutnya.

Sementara itu, manajemen PT DTR enggan memberikan tanggapan terkait hasil mediasi tuntutan para pekerja.

“Saat ini saya no comment, mau tanya apapun saya tidak akan jawab,” jawabnya tanpa mengindahkan para awak media dan bergegas pergi menuju ke arah parkiran mobil kantor Gadis (Gabungan Dinas-Dinas) I Kab.Nunukan.

(Nam)