TANJUNG SELOR – Dalam rapat virtual yang dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo, Senin (12/9). Pemerintah daerah diminta untuk melakukan sejumlah langkah antisipatif guna mengendalikan inflasi di daerah masing-masing.
Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Drs. H. Zainal Arifin Paliwang SH M.Hum., bersama Wakil Gubernur (Wagub) Dr Yansen TP. M. Si., juga ikut dalam rapat tersebut mengamati dan mencatat arahan dari Presiden RI Joko Widodo.
Hadir mendampingi Gubernur mengikuti zoom meeting, diantaranya Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dilingkup Pemprov Kaltara, serta jajaran tim TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah).
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 3 September 2022 lalu, sudah diprediksi berdampak pada kondisi perekonomian secara nasional, termasuk dalam hal inflasi.
Guna menjaga stabilitas perekonomian di daerah, Presiden mengundang seluruh kepala daerah melakukan pertemuan secara hybrid membahas terkait pengendalian inflasi di daerah.
Dalam arahan Presiden, Gubernur mengungkapkan, terkait penanganan inflasi Pemerintah Daerah (Pemda) diminta menyiapkan sebanyak 2% (dua persen) dari Dana Transfer Umum (DTU), yaitu DAU (Dana Alokasi Umum) dan DBH (Dana Bagi Hasil), untuk pemberian subsidi akibat penyesuaian kenaikan harga BBM.
Subsidi ini, kata Gubernur, akan diperuntukkan bagi angkutan umum, ojek, nelayan hingga usaha mikro serta untuk perlindungan sosial tambahan. Selain itu, Pemda juga diminta untuk melindungi daya beli masyarakat.
“Jadi sesuai arahan Presiden, pemberian subsidi inflasi ini bisa berupa Bansos, diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan sebagai intervensi terhadap peningkatan harga. Salah satunya terhadap transportasi bahan pangan, sehingga harga dan ketersediaan dapat terjangkau,” terang Gubernur.
Seperti diketahui, Presiden Jokowi memprioritaskan untuk melindungi masyarakat kurang mampu. Pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.
Implementasi kebijakan dimaksud diwujudkan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022. Dengan adanya PMK ini, maka Pemda berkontribusi memberikan dukungannya berupa penganggaran belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober sampai dengan Desember 2022 sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) di luar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya.
Adapun belanja wajib perlindungan sosial ini dipergunakan untuk, pertama, pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan. Kedua, penciptaan lapangan kerja. Dan atau ketiga pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
Besaran DTU yang dihitung sebesar penyaluran DAU bulan Oktober-Desember 2022 dan penyaluran DBH triwulan IV Tahun Anggaran 2022. Belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25 persen dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD Tahun Anggaran 2022.
Penganggaran belanja wajib perlindungan sosial dilakukan dengan perubahan Peraturan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD Tahun Anggaran 2022 untuk selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau Laporan Realisasi Anggaran bagi Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau telah melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022.
“Daerah wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 (bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU) kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri c.q. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah,” jelas Gubernur.
Laporan terdiri dari pertama, laporan penganggaran belanja wajib, paling lambat pada tanggal 15 September 2022. Kedua, laporan realisasi belanja wajib, setiap tanggal 15 pada bulan berikutnya. Ketiga, laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui e-mail resmi DJPK.
Dengan adanya sinergi penanganan untuk perlindungan sosial antara pusat dan daerah, masyarakat yang terdampak akibat inflasi di bidang energi dapat terbantu. “Di samping itu, uang negara dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang membutuhkan,” ungkap terangnya.
Efektivitas atas pelaksanaan bantuan sosial juga sangat diperlukan. Untuk itu, pengelolaan dan pemantauan atas pelaksanaan belanja wajib dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan juga diawasi pelaporannya oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah Daerah. (dkisp)