Nunukan – Selain melimpahnya sumber daya alam di sektor bahari, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) juga merupakan wilayah yang sangat kaya di sektor agraris. Hampir sebagian besar masyarakat Nunukan menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu penyangga ekonominya.
Namun alih-alih dapat menjadi daerah yang surplus pangan, hingga saat ini masyarakat di Nunukan justru masih bersandar pada daerah lain terkait kebutuhan pangan. Kurang optimalnya solusi, membuat permasalahan yang sebenarnya jauh lebih vital dibanding sekedar membesar-besarkan slogan swasembada pangan tekesan lamban.
“Sumber daya alam di Nunukan ini terbilang sangat melimpah. Sehingga sangat miris jika kita justru bergantung kebutuhan kepada daerah lain apalagi sampai bergantung kepada negara lain,” ujar Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Utara, M Khoiruddin, Sabtu (1/1/2022)
Padahal apabila sektor penyangga ekonomi diperlakukan sebagaimana mestinya, maka Khoiruddin menilai bukan sebuah kemustahilan jika pihak-pihak yang selama ini menyuplai kebutuhan pokok makanan ke Nunukan, suatu saat nanti yang akan berbalik arah dan jusrtu bergantung dengan sumber daya alam dan produk dari masyarakat Indonesia.
Kunci utama mewujudkan swasembada pangan setelah optimalisasi lahan, adalah pembukaan akses tranaportasi. Karena tanpa adanya sebuah akses jalan, seluas dan sesubur apapun lahan dan hasil budidaya para petani apabila terkendala dalam mengangkut hasil panen, maka akan ada 2 kerugian berupa kesia-siaan usaha para petani itu sendiri dan mubazirnya hasil panennya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mencontohkan, saat ini tidak sedikit hasil panen dari para petani yang boleh dikata sangat melimpah. Sayuran hasil budidaya petani di Kampung Pisang maupun di Kampung Tator saat ini boleh dikata cukup untuk memenuhi kebutuhan masyakat di Pulau Nunukan.
Tapi yang terjadi saat ini, masyarakat justru masih harus mengkonsumi cabai bahkan tomat yang dipasok dari luar daerah Nunukan seperi dari Sulawesi.
“Hal itu terjadi karena komoditi para petani lokal kurang maksimal untuk menjangkau pasar terlebih sampai ke konsumen. Itu disebabkan karena minimnya akses transportasi bagi para petani dalam mengangkut hasil panenannya,” jelasnya
Pun dengan para petani kelapa sawit, Khoiruddin mengungkapakan bahwa masih minimnya akses transportasi membuat buah yang seharusnya dapat dibawa ke pembeli tak sedikit yang membusuk setelah dipanen.
Untuk itu Khoiruddin berharap kepada Pemerintah untuk memprioitaskan keterbukaan akses transportasi di lahan – lahan pertanian. Ia mengingatkan bahwa dalam konteks sistem pertanian modern, diperlukan penambahan maupun penyempurnaan prasarana dan sarana pertanian yang menunjang untuk penggunaan peralatan dan mesin untuk pra dan pasca panen, serta pengangkutan saprodi dan hasil pertanian dari dan ke lokasi.
“Jalan usaha tani ini sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian nasional yakni menyediakan pangan untuk seluruh rakyat, meningkatkan kesejahteraan petani dan tentu bukan mustahil akan terwujud Nunukan yang berswasembada pangan,”tandasnya.
Alasan pentingnya pembangunan akses jalan usaha tani, ungkap Khoiruddin didasari pada beberapa aspek. Pertama, aspek sosial, yaitu guna membuka keterisoliran masyarakat terhadap daerah sekitarnya. Kedua, aspek ekonomi yaitu untuk mengatasi biaya transportasi yang tinggi akibat minimnya akses angkutan dari lahan pertanian ke sarana produksi. Ketiga, aspek lingkungan, yakni sebagai peningkatan kualitas jalan dan mencegah terjadinya longsor.
Selain itu, ia kembali mengingatkan bahwa Pemerintah sendiri telah mentargetkan Nunukan sebagai salah satu daerah penyangga pangan untuk Ibu Kota Negara (IKN) baru. Maka sudah serusnya Pemerintah dalam hal ini untuk menseriusi peningkatan produksi para petani.
“Untuk mewujudkan Nunukan sebagai salah satu daerah penyangga pangan IKN, maka produksi petani harus maksimal. Dan untuk mewujudkanya tentu sarana dan prasarananya terutama akses transportasi harus maksimal pula,” tegasnya
Pewarta : Eddy Santry