Oleh: Veeramalla Anjaiah
Jakarta –Berandankrinews.com. Kita sudah menghadapi gerakan separatis dan kegiatan terornya di Papua yang kaya sumber daya dalam waktu yang cukup lama. Demikian juga, India telah menghadapi gerakan separatis, yang didukung oleh negara tetangga Pakistan, di Jammu dan Kashmir (J&K) selama hampir tujuh dekade.
Teroris dari Pakistan menyusup ke perbatasan yang rentan dan melancarkan serangan terhadap sasaran India di J&K. Mereka melatih pemuda setempat untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.
Selama dua tahun terakhir, skala kekerasan menurun drastis. Apa yang sebenarnya terjadi di J&K? Apa yang dilakukan oleh pemerintah India?
Pada 5 Agustus 2019, Pemerintah India, di bawah kepemimpinan dinamis Perdana Menteri Narendra Modi, mengambil keputusan bersejarah untuk mencabut Pasal 370 dan Pasal 35A Konstitusi India. Pasal 370 adalah ketentuan sementara dalam Konstitusi India untuk memberikan status khusus (semacam otonomi khusus – red) kepada negara bagian J&K. Sementara, Pasal 35A melarang warga dari luar J&K untuk membeli tanah dan mendapatkan pekerjaan di J&K.
Sejak 31 Oktober 2019, negara bagian itu dipecah menjadi J&K dan wilayah serikat (UT) Ladakh di bawah Undang-Undang Reorganisasi Jammu dan Kashmir tahun 2019. Wilayah persatuan di India secara langsung diperintah oleh pemerintah pusat.
Menurut Pemerintah India, semua dari 890 Undang-Undang pusat yang krusial berlaku untuk J&K sejak tahun 2019. Sebagian besar UU pusat ini bersifat progresif dan dapat memenuhi kebutuhan semua orang. Sekitar 205 UU negara bagian dicabut dan 130 UU negara bagian lainnya diubah.
Pada tanggal 24 Juni 2021, dengan mengesampingkan semua perbedaan politik, PM Modi menyelenggarakan pertemuan semua partai J&K di New Delhi. Tiga mantan kepala menteri (chief ministers) J&K, yakni Farooq Abdullah, Omar Abdullah dan Mehbooba Mufti hadir dalam pertemuan tersebut. Tujuan utama pertemuan itu adalah untuk memulai kembali proses politik dan mengembalikan status kenegaraan ke J&K dan melakukan pemilihan demokratis di sana.
Beberapa pemimpin yang berbasis di Kashmir mungkin mengklaim bahwa “semuanya telah direbut” dari orang-orang J&K setelah pencabutan Pasal 370. Saudi Gazette dari Arab Saudi baru-baru ini menerbitkan sebuah artikel menarik tentang J&K.
“Namun kenyataannya, tampaknya sama sekali berbeda. Faktanya, J&K belum menyaksikan satu pun protes terhadap keputusan yang diambil oleh Pemerintah India untuk membatalkan Pasal 370. Tidak ada satu suara pun yang menentang langkah tersebut; juga tidak ada reaksi terhadapnya yang dirasakan di mana pun. Orang-orang tetap sibuk dengan kehidupan sehari-hari mereka seperti biasa,” lapor Saudi Gazette pada 25 Juli 2021.
“Selama dua tahun terakhir, UT telah berjalan di jalur pembangunan sebagai hasil dari inisiatif pemerintah, yang mencakup berbagai skema pembangunan yang dilaksanakan di bawah Paket Pembangunan Perdana Menteri (PMDP) yang berfokus pada penerima manfaat individu dan menghidupkan kembali proyek-proyek yang telah lama tertunda dan terbengkalai selama beberapa dekade dengan menghilangkan hambatan, dengan cara memastikan administrasi yang efektif dan transparan.”
Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran Rs108.621 crore (USD 1,46 miliar atau sekitar Rp. 21 triliun) bagi Wilayah Serikat J&K untuk 2021-2022. Sekitar 37 persen dari anggaran ini akan digunakan untuk proyek pembangunan dan infrastruktur.
Sebelum tahun 2019, perekonomian J&K mengalami penurunan akibat penyelewengan oleh politisi lokal. Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana besar untuk J&K selama periode 2015-2019 tetapi pemerintahnya hanya menghabiskan 37 persen dari dana yang dialokasikan untuk berbagai proyek kesejahteraan.
“Selagi tetap berkuasa selama hampir 70 tahun, politisi yang berbasis di Kashmir menyesatkan rakyat jelata dengan slogan-slogan seperti pemerintahan mandiri, otonomi, ddan lain-lain, tetapi lupa untuk mengatasi masalah yang berpusat pada rakyat meskipun hibah moneter dari pemerintah pusat yang murah hati dimaksudkan untuk pengembangan J&K,” kata Saudi Gazette.
Keamanan yang Ditingkatkan
Pada tahun 1947, J&K menyatakan secara resmi dan legal bergabung dengan India. Sejak itu Pakistan, yang tidak memiliki hak hukum atas J&K, telah berusaha untuk menguasai J&K dengan segala cara. Pakistan adalah negara pertama yang menyerang negara bagian J&K dan membantai orang-orang di sana pada tahun 1947. Pakistan mengobarkan empat perang: tiga atas J&K dan satu dengan India. Tapi negara itu kalah dalam ke empat perang tersebut.
Kemudian, Pakistan mulai mendukung kegiatan teroris dan menyebut teroris sebagai pejuang kemerdekaan. Anggota kelompok teror terlarang seperti Lashkar-e-Taiba, Jaish-e-Mohammed dan Al Badr dari Pakistan mulai aktif di J&K.
Sebelum pencabutan Pasal 370, dalam kurun waktu 402 hari (29 Juni 2018 hingga 4 Agustus 20190 telah terjadi 455 insiden teror di J&K. Setelah pencabutan Pasal 370, terhitung mulai 5 Agustus 2019 hingga 9 September 2020 (kurun waktu yang sama 402 hari), ada 211 insiden teror di wilayah ini.
Menurut pasukan keamanan J&K, telah terjadi penurunan 40 persen dalam keterlibatan pemuda lokal dalam organisasi teroris. Insiden kekerasan berkurang secara signifikan di lembah Kashmir setelah 5 Agustus 2019.
Sebanyak 110 teroris lokal dan asing telah tewas di Kashmir pada tahun 2020, termasuk lebih dari 50 orang dari Hizbul Mujahidin dan masing-masing sekitar 20 dari Lashkar-e-Taiba dan Jaish-e-Mohammad, yang berasal dari Pakistan. Tahun ini, pasukan keamanan India menewaskan 89 militan, termasuk tujuh warga negara Pakistan. Lebih dari 200 teroris masih buron.
Hal tersebut merupakan keberhasilan besar bagi pasukan keamanan India untuk menghentikan kegiatan teror yang disponsori oleh Pakistan. Dengan situasi keamanan yang lebih baik, masyarakat sekarang merasa aman di J&K.
“J&K berkembang pesat dan orang-orang telah mengasosiasikan diri mereka dengan ‘India Baru’ di mana mereka tahu bahwa masa depan mereka aman dan mereka akan tumbuh,” kata Saudi Gazette.
Pertumbuhan Ekonomi
Dengan 14 juta penduduk, J&K memiliki kekayaan sebesar USD 25 miliar atau Rp. 360. triliun. Pemerintahan baru di J&K menerima proposal investasi senilai USD 2,01 miliar atau sekitar Rp. 29 triliun selama dua tahun terakhir dari 40 perusahaan di sektor-sektor seperti TI, pertahanan, energi terbarukan, pariwisata, keterampilan, pendidikan, perhotelan dan infrastruktur.
Menurut Pemerintah J&K, pencapaian terbesar dalam dua tahun adalah elektrifikasi rumah tangga 100 persen dengan daya 24×7 untuk semua. Dalam empat tahun ke depan, J&K akan mengalami surplus daya, lompatan rekor dari wilayah defisit daya menjadi surplus daya. Mereka membangun banyak pembangkit listrik.
Sambungan air rumah tangga telah mencapai 43 persen rumah tangga pedesaan yang dua kali lipat dari rata-rata nasional 21 persen. Peta jalan telah disiapkan untuk memastikan 100 persen cakupan pasokan air perpipaan ke semua keluarga di wilayah tersebut pada bulan September 2022.
India mungkin negara yang miskin tetapi mereka merupakan negara yang sejahtera. Demikian pula, Penyelenggara Administrasi J&K telah melakukan pendekatan holistik di semua bidang pendidikan, kesehatan, penciptaan lapangan kerja, pariwisata, pertumbuhan industri dan lainnya. Misalnya, J&K sekarang telah menyediakan Rs 1.000 atau sekitar Rp. 193.000 per bulan untuk 888.359 orang pensiunan.
Di sektor pendidikan, pemerintah meningkatkan beasiswa menjadi 455.287 siswa pada tahun 2021, meningkat lebih besar dari 133.485 beasiswa pada tahun 2019. Pemerintah juga mendirikan ratusan sekolah baru dan 50 lembaga pendidikan baru untuk menawarkan 25.000 kursi baru kepada siswa lokal.
Institut Teknologi India (IIT) baru dan Institut Manajemen India (IIM) akan segera hadir di J&K. Demikian pula, di bidang pendidikan kedokteran, dua Institut Ilmu Kedokteran Seluruh India (AIIMS), tujuh perguruan tinggi kedokteran baru, lima perguruan tinggi keperawatan baru dan sebuah lembaga kanker negara bagian sedang dibangun di J&K.
Tahun lalu, J&K sukses menyelenggarakan pilkada di tingkat desa.
Semua indikasi menunjukkan bahwa J&K bergerak dalam lintasan kemakmuran, kemajuan dan perdamaian.
Dalam konteks dalam negeri Indonesia, pengalaman India sebagaimana dipaparkan di atas dapat menjadi salah satu model penyelesaian untuk mengatasi berbagai problematika terorisme dan separatisme. Lingkungan yang aman, pembangunan ekonomi dan pemerintahan yang efisien sangat dibutuhkan di Papua untuk memberantas separatisme dan membawa kemakmuran dan perdamaian bagi masyarakat Papua.
Penulis adalah seorang jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.