Nunukan – Kasus dugaan pencurian buah sawit milik PT. Karangjoang Hijau Lestari (KHL) oleh 4 warga masyarakat adat Dayak Agabag sejak awal hingga tahap demi tahap dalam setuap persidanganya telah menarik perhatian beberapa pihak. Bahkan pada persidangan dengan agenda Tuntutan terhadap 4 Terdakwa masing – masing Abetmen, Bapuli dan Kual, dan Singgung tersebut puluhan massa dari perwakilan Tariu Borneo Bangkule Rajakng ( Pasukan Merah) se – Kalimantan Utara secara khusus menyampaiakan aspirasinya kepada Pengadilan Negeri Nunukan.
“Kami tegaskan bahwa kami adalah warga negara yang taat terhadap hukum dan undang – undang yang berlaku di NKRI, sehingga kehadiran kami bukan untuk mengintervensi jalanya persidangan. Akan tetapi meminta Pengadilan Negeri Nunukan untuk menempatkan sisi kemanusiaan diatas pasal -pasal keadilan,” tutur koordinator Aksi, Jerry dalam orasinya, Rabu (9/6)
Lebih lanjut Jerry mengingatkan bahwa Pancasila dan UUD 1945 merupakan puncak dari segala hukum yang berlaku di Indonesia. Sehingga sebuah ironi apabila Pengadilan Negeri Nunukan menyepakati adanya masyarakat yang mencuri di tanah air mereka sendiri.
“Keempat Terdakwa itu meyakini bahwa mereka memanen buah sawit di pohon yang mereka tanam di tanah mereka sendiri, Apabila lantas pihak Perusahaan mengklaim bahwa tanah tersebut kini berstatus HGU nya, seharusnya disinilah persoalan kasus ini dapat diurai,” papar Jerry
Jerry juga mengingatkan bahwa Perusahaan Perkebunan yang mengajukan Izin Usaha Perkebunan dengan luas 250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih tak terrkecuali PT. KHL , berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar (plasma) dengan luasan paling kurang 20% (dua puluh per seratus) dari luas areal yang dimilikinya
Kebun masyarakat yang difasilitasi pembangunannya tersebut berada di luar areal izin yang dimilikinya, yang dilakukan dengan memanfaatkan kredit, bagi hasil dan/atau bentuk pendanaan lain sesuai dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pelepasan 20 persen lahan oleh perusahaan perkebunan tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Ketentuan tersebut diperkuat lagi dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Maka sangat mengherankan apabila ada masyarakat setempat yang sampai dilaporkan ke kepolisian bahkan sampai di terdakwakan.,” tandasnya.
Permintaan untuk menempatkan Prikemanusiaan sebagai dasar dalam menjatuhkan putusan nantinya, menurut Jerry, lantaran keempat masyarakat adat Dayak Agabag yang saat ini dalam penahanan itu adalah tulang punggung keluarga.
“Sebelum menjatuhkan putusan, saya minta kepada Hakim untuk bertanya kepada hati nurani, seandainya anda dalam posisi mereka. Mohon kalian ketahui, bahwa keempat saudara kita yang saat ini ditahan itu adalah tulang punggung keluarga. Tentu dapat dibayangkan betapa vitalnya posisi mereka dalam rumah tangga apalagi dalam situasi pandemy covid – 19 seperti sekarang,” tegas Jerry
Diketahui, dalam Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Nunukan yang beranggotakan Ricky Rangkuti, Bonar Satrio Wicaksana, dan Amrizal Riza meminta Majelis Hakim agar menjatuhkan vonis berupa pidana kurungan selama 7 bulan dipotong masa tahanan dan membebankan biaya perkara sebesar Rp.3 ribu terhadap masing-masing Terdakwa.
“Dalam menjatuhkan tuntutan, kami juga mempertimbangkan jika Keempat Terdakwa adalah tulang punggung keluarga, sehingga atas asas keadilan, kami juga berikan terhadap Keempat Terdakwa, dengan menuntut terdakwa 7 bulan dipotong masa tahanan,” ucap JPU sebagaimana dilansir dari suaramabes.com
Ketua Majelis Hakim Rakhmad Dwinanto dalam sidang ini mengatakan, jika tuntutan ini bukanlah vonis akhir yang akan dihadapkan terhadap Keempat terdakwa. Dimana, putusan akhir akan dijatuhkan oleh Majelis Hakim.
Pewarta : Eddy Santry