JAKARTA — CIMA (Chartered Institute of Management Accountants), sebuah Lembaga Profesional internasional yang berbasis di London menyelenggarakan Workshop satu hari mengangkat tema, “Kebangkitan Industri Ekonomi Syariah: Peran Hukum Dagang Islam dan Pasar Modal Syariah dalam Pertumbuhan Industri Keuangan Syariah di Indonesia”. Acara tersebut diselenggarakan di sebuah Hotel di daerah Gondangdia Jakarta Pusat pada Sabtu, (07/12/2019).
Acara tersebut di awali dengan ‘keynote speech’ oleh Gunawan Yasni selaku perwakilan dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). “Konsep Ekonomi Syariah di Indonesia yang sedang berkembang di Indonesia pada esensinya juga bersifat ‘non-muslim friendly’. Ekonomi Syariah perlu terus dikembangkan dan disosialisasikan karena Indonesia warga negaranya adalah muslim terbesar namun masih banyak dikalangan muslim sendiri tidak faham dengan konsep ekonomi syariah,” tuturnya.
Selaku narasumber dari workshop tersebut adalah pakar ekonomi syariah Indonesia Farouk Abdullah Alwyni yang juga Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED).
“Dewasa ini kita melihat bahwa perkembangan keuangan Syariah di Indonesia mulai dipertimbangkan dalam konteks internasional. Banyaknya lembaga pendidikan yang memiliki program studi ekonomi Syariah di Indonesia & sukuk pemerintah berkontribusi dalam mendongkrak posisi Indonesia ke urutan ke empat di dalam Islamic Finance Development Report 2019, sebuah laporan tahunan yang diterbitkan secara bersama oleh Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD), sebuah ‘private sector development arm’ dari Islamic Development Bank (IDB) dan Refinitiv (sebuah lembaga penyedia data ‘financial markets’ internasional) untuk memonitor perkembangan keuangan Syariah diberbagai negara dunia,” papar Farouk.
“Memang secara kuantitatif aset industri keuangan Syariah di Malaysia lebih besar, ini tidak terlepas dari berbagai insentif fiskal & non-fiskal yang diberikan pemerintah Malaysia untuk mendukung perkembangannya,” jelas Farouk.
“Selain negara-negara yang mayoritas muslim aplikasi keuangan Syariah juga telah diterapkan di berbagai negara mayoritas Non—Muslim, pemerintah Inggris, Luxemburg, Hong Kong, dan Afrika Selatan sebelumnya juga sudah menerbitkan Sukuk,” tambah mantan profesional senior IDB ini.
“Pada dasarnya konsep ekonomi Syariah adalah refleksi dari esensi diturunkannya Islam ke muka bumi, yakni sebagai rahmat bagi sekalian alam. Disini konsep keadilan, kemanusiaan, dan kebijakan/keilmuan merupakan bagian integral dari obyektif Syariah itu sendiri. Disamping itu ukuran kesuksesan bukan hanya di dunia saja, tetapi juga di akhirat, disinilah upaya pencapaian kesuksesan duniawi tidak bisa mengorbankan nilai-nilai yang akan merugikan kita di akhirat kelak, tidak bisa menghalalkan segala cara hanya demi keuntungan duniawi. Syariah menekankan pentingnya menjaga hak orang lain. Paradigma seperti inilah yang juga akhirnya membuat Muslim generasi awal mencapai satu tingkat peradaban yang tinggi yang juga diakui oleh para pemikir Barat. Kita menyatukan ilmu dan wahyu/risalah,” imbuh mantan Direktur Bank Muamalat ini.
Dalam kesempatan workshop tersebut, Farouk juga menjelaskan bahwa kita perlu membedakan antara Syariah & Fiqh, Syariah tidak berubah karena berdasarkan Qur’an & Sunnah sedangkan Fiqh dapat berubah sesuai perkembangan zaman karena ada interpretasi manusia disitu. “Kepedulian kepada kesejahteraan masyarakat, sikap toleran, dan perlindungan kepada yang lemah adalah bagian integral dari Syariah itu sendiri,” urai alumni New York University & Birmingham University ini.
“Tentang perkembangan bisnis online yang marak serta pembayaran menggunakan virtual money menurut Farouk sah-sah saja bilamana membawa kemaslahatan, atau menguntungkan keduabelah pihak dan tak ada unsur penipuan dalam hal bertransaksi. Kita tidak bisa menghambat kemajuan teknologi. Tugas pemerintahlah untuk mengawasi dan membuat kebijakan agar pengusaha-pengusaha UMKM tetap bisa bersaing dan tidak dirugikan. Mungkin diantaranya dengan mengatur subsidi dan pajak. Penjualan secara online juga sekarang bisa dinikmati UMKM karena produk-produk dalam negeri bisa langsung dipasarkan ke luar negeri,” papar Farouk.
“Bagaimanapun pemerintah diharapkan bisa mengawasi impor yang berlebihan, khususnya yang bisa mematikan industri kecil & menengah, mereka tidak bisa bersaing dengan perusahaan besar yang punya modal besar, produk mereka pasti lebih murah karena diproduksi dengan skala besar. Pembukaan akses keuangan juga sangat dibutuhkan oleh UMKM,” pungkas Farouk yang juga Pengajar Perbanas Institute dan MM FEB UI ini. (fri)