Ini Penyebab Puting Beliung di Sebatik Timur

NUNUKAN – Pusaran angin puting beliung yang melanda dua desa di Sebatik Timur, pada Sabtu (2/11/2019), sekira pukul 14.30 WITA, memang meninggalkan kerusakan cukup para bagi rumah warga dan sekolah.

Namun berdasarkan analisis yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Nunukan pada Minggu (3/11/2019), menyimpulkan secara analisis global serta faktor lokal, puting beliung disertai dengan hujan di wilayah Nunukan (Sebatik Timur) dipengaruhi oleh peralihan fase udara basah ke udara kering.

Forecastes BMKG Nunukan, Taufik dalam keterangan tertulisnya menyatakan pergerakan matahari yang berada dibelahan bumi selatan dimana hampir sebagian wilayah indonesia memasuki peralihan musim, MJO yang berada Kuadran 5 (Maritime Continent).

Sehingga, kata dia, berkontribusi pada proses pembentukan awan di Indonesia, serta suhu muka laut yang hangat disekitar perairan Kaltara berkontribusi cepat dalam pembentukan awan konvektif seperti cumulunimbus. Ditambah lagi, adanya sirkulasi siklonik di utara perairan Kaltara dan tekanan rendah di daerah tersebut sangat berpotensi terjadi hujan disertai angin yang kencang.

Data pengamatan BMKG Nunukan dikatakan Taufik, juga menunjukkan adanya awan Cumulunimbus di jam kejadian peristiwa tersebut, dan perlu diketahui Awan CB (cumulunimbus) bisa menyebabkan hembusan angin kencang secara vertikal (Downburst) dengan kec.45 km/jam dalam waktu singkat.

Namun begitu, dia memberikan catatan, meskipun Kabupaten Nunukan tidak memiliki pola musim yang jelas, namun perlu diketahui masyarakat pola iklim di Kabupaten Nunukan bisa di bedakan Bulan kering dan Bulan Basah. Bulan basah Kabupaten Nunukan hampir disepanjang tahun yakni mulai Maret Hingga Oktober dengan 2 kali periode puncak hujan yaitu di Mei dan Juli serta fase kering di Desember, Januari, Februari. “Sehingga di bulan ini masih ada potensi terjadi hujan,” pungkasnya.

Lanjut dia, mengenai fenomena puting beliung yang terjadi perlu dikenali tanda-tandanya. Diantaranya, satu hari sebelumnya, udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah. Kemudian, udara mulai pagi hari sudah terasa panas serta cukup terik dan gerah.

Selain itu, umumnya mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan Cumulus (awan putih berlapis-lapis). Di antara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol. Kemudian, tahap berikutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam yang dikenal dengan awan Cumulonimbus (CB). Selanjutnya, pepohonan di sekitar tempat kita berdiri, ada dahan atau ranting yang mulai bergoyang cepat karena hembusan angin. Terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri.

“Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan lebat tiba-tiba. Apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita,” tuturnya.

Selain daripada itu, Taufik juga menjelaskan karakteristik puting beliung atau angin kencang yang berdurasi singkat. Sangat lokal, luasannya berkisar 5-10 km. Waktunya singkat, umumnya sekitar atau kurang dari 10 menit lamanya. Lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari.

“Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali di tempat yang sama. Sangat sulit diprediksikan karena sifat kejadian fenomenanya sangat lokal. Proses terjadinya puting beliung memiliki kaitan yang erat dengan fase tumbuh awan Cumulonimbus (CB),” pungkasnya.

Dirinya mewakili BMKG Nunukan juga mengimbau kepada masyarakat agar mengantisipasi terjadinya puting beliung. Jika terdapat pohon yang rimbun dan tinggi serta rapuh, agar segera ditebang untuk mengurangi beban berat pada pohon tersebut. “Perkuatlah bagian atap rumah yang rapuh karena sangat mudah untuk terhempas oleh puting beliung. Sedangkan atap rumah yang permanen, kemungkinannya kecil untuk terhempas. Dan hindari daerah sekitar awan ketika melihat awan yang semula cerah mendadak gelap,” tutupnya.(***)