Jakarta — Program studi SI Ekonomi syariah menyelenggarakan Kuliah Umum yang bertema, ‘Developing Islamic Worldview’ diadakan di Perbanas Institute Jakarta Selatan, Jumat (13/09/2019). Menghadirkan nara sumber dari Universiti Sains Malaysia, Prof.Dr.Muhammad Syukri Saleh, Prof.Dr.Zakaria Bahari, Dr.Shahir Akram Hassan serta Farouk Abdullah Alwyni,MA,MBA dosen ekonomi syariah Institut Perbanas.
Tujuan diadakannya kuliah umum untuk menjawab beberapa pertanyaan yang belum terjawab dalam praktek perbankan islam. Kondisi filosophi instrumen keuangan islam masih terpaku pada paradigma Barat dan hal-hal superficial dan khursid namun mengabaikan worldview dan penekanan epistemologi. Antara lain apakah betul bahwa sumberdaya terbatas, sementara kebutuhan manusia tidak terbatas? Seperti apa islam memandang hal tersebut.
“Secara fisik sumber daya terbatas, tetapi ‘Tidak terbatas’, jika kita memasukkan unsur tauhid di dalamnya. Karena dalam islam ada konsep rezeki, ada konsep berkah, serta distribusi keadilan. Apakah kebutuhan tidak terbatas? Betul jika kita menyertai kebutuhan itu dengan ‘keserakahan (gridy)’. Namun tidak berlaku demikian jika kita memenuhi kebutuhan dengan berlandaskan nilai syariah yang telah diatur dalam agama islam. Karena dalam agama islam pemenuhan kebutuhan menyertakan unsur mutmainnah, radhiyah, mardhiyah dan kamilah. Definisi Barat terkait sumber daya terbatas dan kebutuhan yang tidak terbatas belum jelas seperti kemiskinan dan keadilan,” papar Prof.Dr. Muhammad Syukri Saleh.
Dr. Sharir Akram Hassan juga mengatakan,” islam punya metodologi sendiri karena penerapan metodologi konvensional belum tentu sesuai syariah. Sebab dalam islam tujuan menjalankan sistem ekonomi itu untuk mencapai kesejahteraan bukan hanya di dunia tetapi juga sampai ke akherat (konsep falah). Apa yang dilakukan manusia dalam berbagai aspek kehidupan tak terkecuali aspek ekonomi untuk mencapai ridho Allah (mardhotillah). Sehingga terdapat dikotomi dalam ilmu dan praktek. Apakah para ilmuan pengembang ekonomi islam telah mempraktekkan apa yang mereka ajarkan misalnya cara berkonsumsi, cara berproduksi, cara mendistribusikan sumber daya dan
lain-lain,” ungkapnya.
Kemudian Prof.Dr.Zakaria Bahari juga menjelaskan tentang pentingnya sedekah. Sebaiknya dilakukan setiap hari sesuai kemampuan. Karena sedekah akan menambah rezeki, menyembuhkan penyakit dan membuat hati jadi tentram. Umat islam juga sebaiknya berwakaf. Kita bisa mengumpulkan/ menyalurkan lewat majlis taklim kemudian berkolaborasi dengan bank-bank syariah untuk mengelolanya karena keuntungannya bisa untuk dunia dan akherat. Di Malaysia banyak bangunan atau pusat pelayanan publik dibangun dengan dana wakaf. Sebaiknya di Indonesia juga perlu lebih dikembangkan wakaf karena penduduknya mayoritas muslim bahkan masyarakat muslim terbesar di dunia, karena esensi wakaf hasilnya kita gunakan untuk sedekah.
Farouk Abdullah Alwyni, MA,MBA, selaku penggagas acara, Dosen di Institut Perbanas yang juga alumni mengatakan kuliah umum tentang ekonomi syariah rutin dilaksanakan dua kali per-semester. Kami telah melakukan MOU dengan Universiti Sains Malaysia. Banyak pemikiran baru tentang syariah, bukan hanya sekedar fiqih misalnya produk keuangan yang konvensional bagaimana bisa dibuat secara syariah atau sesuai syariah. Misalnya tentang tata cara akadnya yang dimulai dari perspektif, paradigmanya seperti apa keuangan syariah itu. Yang coba dikembangkan adalah paradigmanya, yang membuat kami tertarik untuk bekerja sama. Kami akan mereview kembali tentang pendekatan masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial. Tidak bisa dikatakan bank syariah jika spiritnya tetap kapitalis tapi akadnya saja yang berubah, kode etiknya belum masuk. Nah, pendekatan ini yang kita coba secara dasarnya dulu.
Kami tertarik memperkenalkan di Perbanas karena Perbanas mempunyai program studi S1 Ekonomi Syariah. Kita mencoba memperkaya khazanah keilmuan, dan sementara untuk mahasiswa tentunya semakin menambah wawasan dan metodologi keilmuan melalui pendekatan yang berbeda. Kami saling mendukung karena pendekatan serta pemikiran-pemikiran para nara sumber memperkaya kajian, kami saling mengisi dan berbagi pengalaman,” pungkas Farouk Abdullah Alwyni yang juga Chairman Center For Islamic Studies in Finance, Economics and Development (CISFED) ini. (fri)