Mulai 1 Januari 2020,Pemerintah Naikkan Cukai Rokok Sebesar 23 Persen

JAKARTA – Mulai per 1 Januari 2020, Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23 persen, serta harga jual eceran menjadi 35 persen.

Hal ini diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas bersama Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) serta para menteri Kabinet Kerja lain. Rapat terbatas dilangsungkan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat (13/9/2019).

“Kenaikan ‘average’ atau rata-rata secara total 23 persen untuk tarif cukai dan 35 persen dari harga jual akan kami tuangkan dalam peraturan menteri keuangan yang akan kita berlakukan sesuai dengan keputusan Bapak Presiden 1 Januari 2020,” tutur wanita yang akrab dipanggil Mbak Ani tersebut.

Menurutnya, keputusan kenaikan tarif cukai dan harga rata-rata rokok eceran sudah final dan akan dituangkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK). Kendati begitu, pelaku industri bisa mulai memesan pita cukai kepada pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan dalam waktu dekat, tepatnya pada masa transisi pemberlakuan aturan baru.

Menkeu juga menjelaskan pemerintah telah mempertimbangkan keputusan itu baik dari sisi industri, tenaga kerja, hingga sektor pertanian.

“Diketahui bahwa kebijakan cukai bertujuan untuk tiga hal, dalam hal ini untuk mengurangi konsumsi, yang kedua adalah untuk mengatur industrinya, dan yang ketiga adalah penerimaan negara,” paparnya.

Disisi lain, kenaikan cukai rokok tersebut juga untuk memangkas keberadaan industri rokok ilegal. Pasalnya, menurut Menkeu, rokok berpita cukai yang cenderung meningkat harganya akan membuat perokok mencari rokok yang lebih murah.

“Salah satunya rokok ilegal yang tidak berpita cukai alias tidak menyetor pungutan kepada negara,” ujarnya.

Mbak Ani juga membantah anggapan bahwa keputusan pemerintah menaikan cukai rokok akan mematikan perekonomian petani tembakau. Justru menurutnya, pemerintah sudah mempertimbangkan berbagai implikasi di sektor-sektor lain, misalnya perkebunan tembakau, industri, kesehatan termasuk ketenagakerjaan.

” Kita tetap perhatikan bagaimana menjaga penerimaan negara, mengatur industri dan upaya mengurangi konsumsi rokok,” pungkasnya. (e/Santry)