TANJUNG SELOR – Selama 5 tahun, pemanfaatan Dana Desa di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) juga menyasar upaya percepatan penanganan stunting. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Kaltara, untuk tahun ini anggaran penanganan stunting yang dialokasikan dari Dana Desa 2019 mencapai 2,74 persen atau sebesar Rp 12.695.180.829 dari total pagu anggaran Dana Desa senilai Rp 463.268.514.000.
Dijelaskan Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, dengan anggaran spesifik untuk penanganan stunting dari Dana Desa tersebut, sejumlah kegiatan telah dilakukan. Seperti, pembangunan atau rehabilitasi Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Poliklinik Desa (Polindes), dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Lalu, konseling dan penyediaan makanan sehat untuk peningkatan gizi bayi bawah lima tahun (Balita), dan lainnya. “Sesuai laporan DPMD Kaltara, sejak 2015 hingga 2019, Dana Desa yang masuk ke Kaltara totalnya senilai Rp 1.641.730.431.000. Sementara untuk anggaran stunting, mencapai 12,34 persen atau sebesar Rp 202.646.017.558,” kata Irianto di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Pemanfaatan anggaran stunting dari Dana Desa itu, juga berkaitan dengan upaya konvergensi percepatan pencegahan stunting di Kaltara. Yang meliputi, perencanaan kegiatan pencegahan stunting dilakukan dengan berbasis data, intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif dialokasikan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran, pemantauan secara terpadu, sistem manajemen data yang baik untuk mengukur hasil pelaksanaan program atau kegiatan, dan evaluasi kinerja. “Anggaran stunting yang tersedia tersebut, sangat menopang upaya pemerintah dalam melaksanakan kegiatan penanganan stunting. Baik dalam bentuk program kegiatan maupun dukungan kebijakan penanganan stunting,” ungkap Gubernur.
Soal kebijakan, Pemprov Kaltara sudah menerbitkan 3 peraturan gubernur (Pergub) pendukung penanganan stunting. Yakni, Pergub No. 56/2018 tentang Rencana Aksi Daerah-Sustainable Development Goals (2018-2021), Pergub No. 12/2019 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), dan Pergub No. 67/2017 tentang Rencana Aksi Daerah-Pangan dan Gizi (2017-2021). “Dalam penanganan stunting sendiri, ada pembagian peran dan tugas dari setiap level pemerintahan. Untuk tingkat provinsi, peranannya adalah fasilitas pembinaan perencanaan, pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut atas kebijakan yang ada. Lalu, peningkatan kapasitas, mengkoordinasikan pelibatan institus non pemerintah dan penilaian kinerja,” ulas Irianto.
Pada level kabupaten, pemerintahannya berperan merencanakan dan menganggarkan program dan kegiatan untuk intervensi prioritas, pengelolaan layanan untuk intervensi gizi prioritas, mengkoordinasikan pemerintah kecamatan dan pemerintah desa, serta menyusun kebijakan daerah yang memuat kampanye publik dan komunikasi perubahan perilaku masyarakat. “Pada tingkat kecamatan, pemerintah berperan melakukan koordinasi intervensi pencegahan stunting, membuat pertemuan secara berkala, dan melakukan pemantauan dan verifikasi data. Sedangkan di tingkat desa, melakukan sinkronisasi dalam perencanaan dan penganggaran, memastikan setiap sasaran prioritas, dan memperkuat evaluasi serta mengkoordinasikan pendataan sasaran,” pungkas Gubernur.(humas)