Jakarta – Pasca Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk memindahkan Ibu kota Negara dari Jakarta ke Kalimantaan Timur, Panitia Khusus Ibu Kota di DPR tengah melakukan kajian. Berbagai pihak dari pemerintah dan masukan berbagai pihak telah diterima.
Anggota Panitia Khusus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan bahwa kajian telah rampung dan pandangan setiap fraksi telah diambil. Jawaban tim adalah menjawab rekomendasi surat Presiden yang ingin memindahkan Ibu Kota.
“Senin akan dibacakan di Paripurna. Dan PKS menolak (Ibu Kota Negara pindah dari Jakarta ),” ujar Mardani , Sabtu (27/9/2019).
Diketahui, ada delapan poin yang mendasari PKS mengambil sikap menolak perpindahan Ibu Kota Negara tersebut. Kedelapan poin itu sebagai berikut :
Pertama, rencana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024 baru dalam bentuk konsep rencana teknokratik. Artinya, RPJMN 2020-2024 ini belum menjadi dokumen perencanaan yang disahkan dalam bentuk peraturan presiden.
Kedua, dokumen kajian yang disampaikan Menteri PPN/Bappenas terkait penentuan lokasi masih dangkal dan sempit. Dangkal karena data dan kajian yang disajikan tidak memuat hitungan dan kalkulasi secara detail serta analisis mendalam berdasarkan berbagai teori. Sempit karena perspektif yang lebih mengemuka adalah dari sisi ekonomi. Dari perspektif politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan tidak banyak disinggung.
Ketiga, persoalan sumber daya manusia para aparatur negara (ASN) akan ikut terdampak. Kemungkinan besar 1 juta di antaranya harus ikut pindah ke ibu kota baru. Itu tentunya kemungkinan besar akan diikuti oleh kepindahan keluarganya yang akan membutuhkan fasilitas-fasilitas kehidupan, seperti hunian, sekolah, dan rumah sakit.
Keempat, biaya perpindahan Ibu Kota yang tidak sedikit jumlahnya. Pemerintah mengklaim biaya perpindahan Ibu Kota mencapai Rp466 triliun dan hanya 19 persen menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Meski begitu, hal tersebut tentu saja akan berdampak serius kepada keuangan negara
Kelima, dari aspek distribusi produk domestik bruto (PDB) Indonesia tahun 2018, sebagian besar di Jawa terutama di DKI menyumbang 17,3 persen dan Kalimantan Timur hanya sekitar 4,26 persen. Pola demikian sudah terjadi sejak lama. Pemerintah Ibu Kota Negara baru sulit untuk menyeimbangkan kontribusi per provinsi karena stimulan ekonominya berbeda.
Keenam, Pulau Kalimantan termasuk Kalimantan Timur di dalamnya, selama ini dikenal sebagai paru-paru dunia karena luasnya hutan tropis di pulau tersebut mencapai 40,8 juta ha. Kalimantan Timur sendiri menyumbang 12,6 juta ha (31 persen). Walaupun konsep yang ditawarkan pemerintah dalam wacana pemindahan ibukota ini adalah kota hutan seperti di London, PKS memandang belum ada konsep utuh yang ditawarkan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut.
Ketujuh, soal alasan pemerintah yang menyebut Jakarta dianggap sudah tidak layak menjadi Ibu Kota mengingat banyaknya masalah perkotaan seperti kemacetan, polusi udara, banjir, dan sampah.
PKS mengusulkan agar selain ada kajian dan kebijakan teknis pemindahan Ibu Kota, Pemerintah juga harus membuat membuat kebijakan strategis nasional untuk penyelesaian masalah perkotaan DKI Jakarta yang disusun bersama daerah setempat, para akademisi, dan aliansi masyarakat.
Kedelapan, dari sisi pertahanan pemerintah perlu mempertimbangkan posisi Kalimantan Timur yang berdekatan secara geografis dengan Laut Tiongkok Selatan (LTS) karena sedang menjadi perairan sengketa antara China dengan lima negara Asia lainnya. Perairan ini juga merupakan arena persaingan global antara Amerika Serikat dengan negara-negara sekutunya. (eddysantry)