Bulungan – Bangsa indonesia merupakan bangsa majemuk. Yakni sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama dan bahasa. Kemajemukan ini terjalin dalam satu ikatan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat.
Selain didasari oleh latar belakang sosial budaya, geografi dan sejarah yang sama, kesatuan bangsa indonesia juga didasari oleh kesatuan pandangan, ideologi dan falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Demikian dikatakan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Marthin Billa saat sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan bersama BNN Provinsi Kalimantan Utara di Tanjung Palas Ilir, Bulungan, Sabtu (20/11).
“Pandangan, ideologi dan falsafah hidup bangsa indonesia secara holistik tercermin dalam sila-sila Pancasila yang menjadi dasar negara indonesia,” ujar Marthin Billa
Sedangkan kesatuan pandangan, ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia, ungkap Marthin Billa, secara eksplisit tercantum dalam lambang negara yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna “beraneka ragam suku bangsa, agama, bahasa namun tetap satu Indonesia.
“Keragaman Indonesia adalah kekayaan sekaligus berkah bagi bangsa Indonesia,” tandas mantan Bupati Malinau tersebut.
Terlebih di Provinsi Kalimantan Utara, Marthin Billa mengungkapkan bahwa masyarakatnya sangat hererogen. Yakni terdiri dari berbagai latar belakang baik etnis, agama da budaya. Untuk itu perlu sebuah pondasi yang bangun oleh setiap individu dalam bentuk kebersamaan.
Kebersamaan, solidaritas dan kegotongroyongan pun hanya dapat diwujudkan dengan menjalankan apa yang telah di rumuskan oleh para pendiri bangsa dalam bingkai konsensus nasional.
“Konsepsi nasional itu adlah Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945,” tuturnya.
Tak hanya kepada masyarakat Tanjung Palas atau Kaltara, namun Marthin Billa juga menyeru seluruh elemen bangsa agar tetap memegang teguh kensensus nasional tersebut. Ia menegaskan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI telah final menjadi pegangaan hidup karena telah mencakup beberapa aspek kehidupan bangsa Indonesia.
Mustahil, menurut Marthin akan terwujud kehidupan masyarakat yang harmonis tanpa ada sikap solidaritas, tenggang rasa, dan kegotong royongan sementara masyarakatnya terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda.
“Kenapa kita harus menjadikan Pancasila sebagai dasar laku hidup bersosial? Karena Pancapsila adalah sumber dari segala sumber hukum. Sifat Pancasila yuridis formal maka mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada Pancasila,” papar Marthin
Selain itu Pancasila juga merupakan falsafah negara dan pandangan atau cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional.
“Karena itu Pancasila disepakati secara nasional, merupakan perjanjian luhur yang harus dijadikan pedoman bagi bangsa, pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia,” tegas Martin.
Sementara UUD 1945 menurut Marthin adalah norma konstitusional yang acuan dalam pembangunan karakter bangsa.
Keluhuran nilai dalam Pembukaan UUD 1945 menunjukkan komitmen bangsa Indonesia untuk mengantar bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kesejahteraan dan kehidupan yang berkeadilan sosial.
Sedangkan Bhineka Tunggal Ika adalah tutunan untuk menghargai perbedaan. Keberagaman ini harus dipandang sebagai kekayaan khasanah sosio-kultural, bersifat kodrati dan alamiah.
Lebih lanjut Marthin Blla mengingatkan, bahwa salah satu biang keladi dari perpecahan adalah fitnah, adu domba dan hoax atau pemberitaan palsu. Menurutnya banyak kasus hancurnya sebuah peradaban karena hoax.
“Fenomena hoax adalah sebuah kenyataan dan jeberadaannya sering kali merusak keharmonisan kehidupan bermasyarakat,” ujarnya
Ia mencontohkan, pada 1 September 1939, Jerman menginvasi Polandia. Untuk membenarkan tindakan tersebut, para propagandis Nazi secara salah mengklaim bahwa Polandia telah berencana, bersama sekutunya, Inggris Raya dan Prancis, mengepung dan memecah-belah Jerman dan bahwa Polandia sedang menganiaya etnis Jerman. Schutzstaffel (SS)–organisasi keamanan dan militer besar milik Partai Nazi Jerman–berkolusi dengan militer Jerman, melancarkan serangan palsu Polandia di sebuah stasiun radio Jerman.
Hitler kemudian menggunakan hoax ini untuk meluncurkan kampanye ‘pembalasan’ terhadap Polandia. ‘Mereka menembaki tentara Jerman pada pukul 05.45,” klaim Hitler seperti dilansir DW
Polandia terlambat dimobilisasi, dan pertimbangan politik memaksa tentaranya melakukan penempatan yang tidak pas. Polandia juga kalah jumlah
Meski bertempur dengan gigih dan menimbulkan korban serius di pihak Jerman, tentara Polandia dikalahkan dalam beberapa minggu. Dari Prusia Timur dan Jerman di utara dan Silesia dan Slovakia di selatan, unit Jerman, dengan lebih dari 2.000 tank dan lebih dari 1.000 pesawat, menerobos pertahanan Polandia di sepanjang perbatasan dan maju ke Warsawa dalam serangan pengepungan besar-besaran
“Imbasnya, ribuan rakyat sipil yang tak berdosa menjadi korban hanya karena berita palsu atau hoax. Untuk itu, kalau ada isu atau berita yang tidakk jelas atau hoax, jangan dibesar besarkan. Karena akan mengganggu atau menimbulkan saling tuduh atau fitnah yang akan merusak sendi sendi keharmonisan dan kebersamaan,” ujarnya
Marthin Billa juga mengingatkan, Sebagai Provinsi baru hendaknya masyarakat Kaltara mampu bersikap dewasa. Ia meminta apabila ada kesalahan kecil, hendaknya tidak dibesar – besarkan.
“Tetapi marilah kita lebih fokus untuk membangun Kalatra dengan semangat kebersamaan dan dengan semua potensi yang ada di Kaltara untuk membangun Kaltara yang maju, sejahtera dan aman,” tegas Marthin Billa
Pewarta : Retno Syalindri
Editor : Eddy Santry