Jakarta,-Berandankrinews.com
PP Kesehatan 28 tahun 2024 UU 17/2023 diteken Presiden Jokowi. Banyak aturan kebablas atau loss control bahkan distortif. Diantaranya pengenaan cukai makanan olahan dan siap saji. Hal tersebut dikaitkan dengan pangaturan kandungan gula garam dan lemak dalam makanan mencegah penyakit tidak menular.
Aturan ini bukan menyehatkan bangsa namun sebaliknya perberat penderitaan rakyat Indonesia. Menambah berat beban hidup rakyat dan persulit ekonomi kuliner rakyat Indonesia. Atau pasal 194 PP Kesehatan 28/2024 merupakan penjelmaan loss control of power, tegas Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (Keris) dr Ali Mahsun ATMO M Biomed, Jakarta, 5/8/2024
Lebih lanjut dokter ahli kekebalan tubuh àlumni FK Unibraw Malang dan FKUI Jakarta ini menambahkan, Indonesia memang dituntut lipatgandakan penerimaan negara minimal PDB naik 3 kali lipat dari Rp 15 ribu jadi Rp 45 ribu trilyun untuk transformasi jadi negara maju 2045.
Namun tidak serta merta bisa sewenang-wenang apalagi bebankan hal tersebut ke rakyat dan bangsa Indonesia. Juga tidak boleh ada loss control of power, abaikan kepentingan rakyat. Lebih dari itu, masih sangat besar sekali sumber penerimaan negara yang berserakan di negeri ini.
Indonesia mampu asal berani wujudkan tata kelola sumber daya yang sangat melimpah secara baik dan benar, serta berkemauan kuat cegah kebocoran dan penyalagunaan di atas supremasi hukum. Oleh karena itu, keberadaan Badan Penerimaan Negara RI langsung dibawah Presiden adalah keniscayaan Indonesia, dan Kemenkeu RI ke depan hanya sebagai bendahara negara.
Pengenaan cukai pada makanan olahan dan siap saji makin menjauhkan kehadiran negara berpihak kepada hajat hidup orang banyak, makin jauh dari amanah Pembukaan UUD 1945.
Negara yang semestinya meringankan bukan sebaliknya memperberat beban hidup rakyat Indonesia. Adalah loss control of power dongkrak penerimaan negara dengan bebankan cukai makanan olahan dan siap saji yang menambah beban hidup rakyat dan persulit ekonomi kuliner Indonesia.
Untuk itu dibutuhkan keberanian lakukan optimalisasi penerimaan negara dari “fenomena gunung es” sektor perpajakan dan cukai, tata kelola SDA Indonesia (hilirisasi), ekonomi digital, valuta asing, ekspor dan impor, serta masih banyak lagi sektor lainnya.
Keberanian mengelola secara baik dan benar, keberanian mencegah kebocoran dan penyalagunaan di atas supremasi hukum, serta keberanian tegakkan kedaulatan ekonomi Indonesia ke anak bangsa sndiri mau pun bangsa dan negara asing.
Banyak jalan menuju roma wujudkan Indonesia emas 2045. Karena Indonesia itu terkaya di dunia namun belum terkelola secara baik dan benar berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Namun sebaliknya terjadi distorsi di segala bidang, pungkas mantan Pembantu Rektor Univeesitas Darul Ulum Jombang Jatim yang juga Ketua Umum APKLI Perjuangan dan Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI).