TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan penyaluran bantuan keuangan (Bankeu) dengan kewajiban bagi daerah kabupaten dan kota untuk menyertakan program ekologis. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltara Nomor 6 Tahun 2019, tentang Tata Cara Pemberian Penyaluran dan Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan Khusus Bagi Kabupaten/Kota Berbasis Ekologis.
Dipaparkan Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, secara umum, bantuan keuangan yang diberikan kepada kabupaten dan kota bertujuan untuk membantu pemerintah kabupaten dan kota melaksanakan kegiatan yang merupakan kewenangannya dalam menunjang program strategis pembangunan provinsi dan nasional. “Dengan Pergub No. 6/2019, penegasannya adalah Pemprov Kaltara memberikan dukungan kepada pemerintah kabupaten dan kota dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup,” kata Irianto yang didampingi kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltara Edi Suharto, belum lama ini.
Pergub tersebut juga memiliki misi untuk meningkat peran aktif pemerintah kabupaten dan kota dalam membantu pencapaian kinerja Pemprov Kaltara dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. “Tujuan lainnya, adalah mendukung peningkatan penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat, meningkatkan sinergitas antara Pemprov dan kabupaten/kota, serta mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Kaltara,” urai Gubernur.
Secara teknis, pemberian bantuan keuangan berbasis ekologis mengacu pada 5 kriteria yang memiliki bobot tersendiri. Adapun 5 kriteria itu, yakni pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di area penggunaan lain (APL) dengan bobot 15 persen, penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) dengan bobot 20 persen, pengelolaan persampahan (25 persen), perlindungan sumber daya air (30 persen), dan pencegahan pencemaran udara (10 persen).
Di setiap kriteria tersebut, ada indikator yang memiliki bobot nilai merata per kriteria. “Semisal, dalam satu kriteria ada 4 indikator maka setiap indikator memiliki bobot nilai yang sama yakni 25 persen dari nilai bobot kriteria tersebut,” timpal kepala DLH Provinsi Kaltara, Edi Suharto.
Untuk penghitungan bobot sendiri, menggunakan skala linkert dengan kategorisasi yang telah ditentukan dari setiap indikator yang telah disepakati. “Ada 5 kategorisasi yang digunakan, yakni sangat memuaskan, memuaskan, cukup memuaskan, memuaskan, dan tidak memuaskan. Dari kategorisasi itu, diberikan skoring atau nilai yang akan didapatkan,” jelas Edi. Untuk menghitung nilai kriteria tersebut, digunakan rumus nilai kriteria (NK) sama dengan bobot kriteria dikalikan dengan rata-rata jumlah skor indikatornya.(humas)