PONTIANAK – Setiap pemerintah daerah di Kalimantan, khususnya Kalimantan Utara (Kaltara) diharapkan dapat berbagi ilmu dan pengalaman mengenai keberhasilan penanganan inflasi di daerahnya masing-masing. Selain itu, juga perlu meningkatkan kolaborasi sesama daerah di Kalimantan agar tercipta sinergi, khususnya dalam merangkai keterkaitan yang saling mendukung terkait supply and value change (suplai pasokan dan uang tunai) antar provinsi.
“Pada akhirnya, sinergitas itu akan mampu mendorong sumber baru pertumbuhan ekonomi. Dimana, sumber baru pertumbuhan ekonomi ini adalah salah satu common problem atau masalah umum yang dihadapi seluruh provinsi di Kalimantan,” kata Asisten II Sekretariat Provinsi (Setprov) Kaltara H Syaiful Herman usai menghadiri Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID se-Kalimantan Tahun 2019, kemarin (16/7).
Diungkapkannya, meski Kalimantan secara umum memasuki periode inflasi rendah, namun upaya pengendalianmua masih menghadapi banyak tantangan. Utamanya, pengendalian inflasi komponen bergejolak yang menjadi ranah utama tim pemantau inflasi daerah (TPID).
“Perlu strategi yang tepat untuk menjaga agar inflasi tetap stabil. Kuncinya sekali lagi adalah inovasi dan sinergi antar daerah untuk menciptakan output yang implementatif baik secara jangka pendek maupun jangka panjang,” ujarnya.
Dipaparkan H Syaiful, sesuai data Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kaltara, inflasi di Kaltara hingga Juni 2019 cukup terkendali pada level 3,1 persen. “Hal ini disebabkan stabilnya harga pangan pada Ramadan dan Idulfitri 2019.
Untuk pengendalian inflasi sendiri, TPID Kaltara telah melakukan sejumlah aksi. Seperti operasi pasar murah, sosialisasi belanja bijak melalui radio, serta pengawasan ketersediaan stok bahan pangan menjelang hari besar keagamaan nasional, dan lainnya,” beber H Syaiful. Sementara itu, secara spasial, seluruh inflasi di Kalimantan masih tergolong aman masih dalam sasaran inflasi nasional 3.51 persen.(humas)