DPW TBBR Kaltara Tegaskan Akan Dampingi Masyarakat Yang Digugat Hukum Oleh PT. KHL

Keterangan Foto : Ketua Dewan Pimpinan Wiayah TBBR / Pasukan Merah , Kalimantan Utara, Muriono

Nunukan – Hadirnya investor seharusnya dapat menjadi pembuka gerbang kesejahteraan. Simbiosis mutualisme antara pihak investor dengan masyarakat masyarakat setempat seyogyanya senantiasa terjalin agar satu sama lain saling menopang dalam membangun wilayah dimana investasi terjadi.

“Tapi yang saat ini terjadi di wilayah Sebuku dan sekitarnya bukan lagi menggambarkan simbiosis mutualisme tapi simbiosis parasitisme,” ungkap Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) atau Pasukan Merah , Muriono, Rabu (24/3).

Hal tersebut menurut Muriono, dapat dilihat dengan saat PT. Karang Djoeang Hijau Lestari (KHL) melaporkan masyarakat setempat ke Kepolisian lantaran diduga menyerobot lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut.

Muriono menilai bahwa pelaporan yang dilakukan pihak perusahaan tersebut bukan menyelesaikan masalah tapi justru akan menimbulkan ketersinggungan masyakarat.

” Kehadiran pihak investor seharusnya ada feed back kesejahteraan masyarakat, bukan memvonis mencuri di tanahnya sendiri,” ujar Muriono.

Diketahui, , Polres Nunukan telah menetapkan 5 tersangka dari 17 warga desa di Kecamatan Sebuku yang dilaporkan PT KHL atas dugaan pencurian buah sawit yang diklaim masuk di dalam HGU perusahan, pada Kamis (4/2/2021) lalu.

Penetapan tersangka dilakukan polisi setelah turun ke lapangan dan memastikan garis batas lahan PT KHL melalui HGU, pengukuran GPS, serta berkoordinasi dengan Dinas Perkebunan Kabupaten Nunukan.

Namun Muriono mengingatkan, walaupun melaporkan secara hukum adalah hak dari PT. KHL, akan tetapi penyelesaian dengan mengedepankan pendekatan sosial serta tetap memprioritaskan aspek kemanusiaan.

“Apakah manusiawi orang yang tengah menderita stroke juga ikut dilaporkan?” tandasnya.

Menyikapi hal tersebut, Muriono menegaskan bahwa DPW TBBR Kaltara akan melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang kini menyandang status tersangka itu.

“Ini bukan karena mereka adalah masyarakat yang se – adat dengan kami, tapi kami melihat bahwa sisi kemanusiaan telah dipinggirkan,” tutupnya. (ES)