Presiden Joko Widodo “Segera Melapor untuk Rakyat Yang tidak mendapatkan Bantuan terkait Covid-19


Jakarta-Berandankrinews.com
Presiden Joko Widodo “Saya Tegaskan Untuk Rakyat Yang Tidak Mendapatkan Bantuan Harap Melapor”

Presiden RI. Ir H. Joko Widodo menegaskan buat seluruh rakyat Indonesia yang ada di berbagai Provinsi khususnya di Pedesaan, di Kampung-Kampung dan di Pelosok-Pelosok harus Bersatu Padu untuk membantu orang-orang yang sekarang ini banyak yang tidak mendapatkan bantuan dari Kepala Daerah.

“Saya banyak mendengar dan melihat tentang Orang-Orang yang tidak mendapatkan bantuan dari Kepala Daerah dengan alasan tidak ada data yang lengkap mengenai penduduknya”

“Yang lebih memperihatinkan, saat Ini yakin telah membuat saya kecewa kepada orang-orang yang sudah memanfaatkan situasi Covid-19. Seperti Ini malah tambah di Ngada-ngada”

“Banyaknya Warga-Warga yang tidak mendapatkan bantuan hanya gara-gara sebagian orang yang memanfaatkan hak orang lain”

“Saya tahu dan saya mengetahui hal Ini pasti terjadi, makanya untuk rakyat yang tidak mampu yang tidak mendapatkan hak-hak kalian harap gotong royong bersatu saling membantu agar orang yang telah menggunakan Sembako tidak di gunakan seenaknya.

Kalau tidak kebagian cepat melakukan tindakan karena ini dari Pusat Pemerintah sudah jelas sekian Triliun Uang untuk bantuan sudah di transfer ke Daerah masing-masing”

“Dan saya tidak mau lagi ada Dana untuk rakyat malah di bagikan ke orang-orang yang mampu saja, harus bisa di ratakan jangan hanya untuk orang terdekatnya”

“Ingat, mau itu RT Atau RW, Lurah, Bupati, Wali Kota, Gubernur Kalau ada Penyalahgunaan Sembako dari Pemerintah Pusat maupun Dana Desa, untuk seluruh rakyat yang tidak mampu dan Bantuan-bantuan tidak di salurkan tepat sasaran,” Saya Tegaskan Sekali Lagi Akan Saya Hukum Seumur Hidup” sesuai hukuman seperti para Koruptor”

“Kemaren, Saya banyak pengaduan dari rakyat yang ada di Desa-desa yang katanya Sembako dari Pemerintah Pusat nyampe ke RT/RW ke Lurah ke bale desa tapi banyak yang tidak mendapatkan malah banyak yang mendapatkan Justru yang orang mampu, yang tidak mampu malah tidak mendapatkan”

“Saya tegaskan sekali lagi untuk rakyat yang tidak mendapatkan bantuan harap segera melapor jangan takut-takut, Kalau kalian takut sendiri melapor boleh kok sesama yang tidak mendapatkan juga bersatu untuk melaporkan hal ini demi Kemanusiaan dan Pemerataan Seluruh Rakyat Indonesia”

“Jangan cuma bisanya teriak-teriak ini dan itu tapi nyali melapor saja tidak ada”

“Sudah tau Itu sudah melanggar hukum malah pada diam aja”

“Yang di salahkan terus-menerus Pemerintah Pusat ini dan itu, Padahal dari Pemerintah Pusat sudah jelas menggelontorkan Dana-dana buat Pemerataan Seluruh Rakyat Indonesia itu sudah di salurkan ke setiap Provinsi, dan bukan dana sedikit

Sumber
Redaksi
bulletinterkini.com
Tertanggal 20-04-2020

Peran Aktif pengelola Tol KKDM dalam mengantisipasi penyebaran Covid-19


Jakarta-berandankrinews.com.
Sebagai salah satu operator jalan tol, PT Kresna Kusuma Dyandra Marga (KKDM) yang merupakan salah satu BUJT yang dimiliki oleh PT. Waskita Toll Road (“WTR”) secara langsung ikut aktif dalam rangka mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan jalan tol serta untuk memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan.

Kegiatan simulasi penanganan terhadap pengguna jalan tol yang diduga terpapar Covid-19 ini melibatkan pihak Kepolisian dan dilaksanakan di KM +10.600 arah Bekasi ke Jakarta.

Simulasi ini dilakukan untuk memastikan tanggap darurat terhadap kemungkinan terjadinya kondisi pengguna jalan tol mengalami gejala sakit sehingga perlu dilakukan penanganan segera. Simulasi ini juga sebagai bentuk dukungan dan tindak lanjut dari upaya pemerintah dalam menangani virus Covid-19.

Direktur Teknik dan Operasi PT. KKDM, Ir Ayuda Prihantoro berharap, pelaksanaan simulasi ini dapat menjadi latihan penanganan bagi petugas jika terdapat pemakai jalan tol yang diduga terpapar Covid-19.

“Guna mendukung pelaksanaan simulasi ini, para peserta telah dilengkapi dengan pengetahuan tentang pedoman penanganan, kesiapan sarana dan Alat Pelindung Diri (APD), seperti masker, sarung tangan, helm dan sepatu khusus, serta alat penyemprotan cairan disinfektan yang berjumlah 40 personil khusus dari pihak KKDM,” jelas Yuda usai kegiatan simulasi, Selasa (21/04/2020) di Kantor KKDM.

Selain itu juga dirinya berharap, petugas tidak hanya mendapatkan pengetahuan dari membaca aturan-aturan penanganan, namun bisa langsung mempraktekkan langkah-langkah serta penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) penanganan, sehingga mereka sudah paham ketika berhadapan pada situasi yang sebenarnya.

“Simulasi ini merupakan cara petugas berlatih jika menemukan keadaan tersebut. Pada penanganan pasien terduga Covid-19, selain keselamatan dan keamanan pengguna jalan, keselamatan petugas juga merupakan hal yang paling penting, jangan sampai kita justru malah membuat rantai penularan baru,” tegasnya.

Menurutnya, kesigapan petugas dan pemenuhan kelengkapan APD merupakan hal mendasar yang perlu dipersiapkan di tengah wabah Covid-19 yang saat ini sedang dihadapi. Dalam simulasi akan melibatkan petugas Mobile Customer Service dan Petugas Medis, serta petugas Patroli Jalan Raya (PJR).

“Pelaksanaan simulasi diawali dengan briefing petugas, penyampaian skenario simulasi, pelaksanaan tugas, penyelamatan pasien terduga Covid-19 ke rumah sakit rujukan, seperti rumah sakit Harum hingga berakhir pada aktivitas penyemprotan disinfektan untuk semua petugas dan kendaraan operasional terlibat. Hal ini dilakukan guna memastikan petugas dan kendaraan dalam keadaan steril dari Covid-19, sehingga dapat mengantisipasi penularan kepada petugas lainnya,” jelas Yuda lagi.

KKDM juga mengimbau pengguna jalan untuk tetap berhati-hati dan mentaati himbauan pencegahan Covid-19 jika kondisi memaksa untuk keluar rumah, serta memonitor pembaharuan informasi lalu lintas di seputar tol salah satu melalui Variable Message Sign (VMS) dan juga himbauan melalu media banner/spanduk yang berbunyi “Jalan Tol Becakayu Sadar dan Siaga Memerangi Covid-19” yang berjumlah 5 titik yang tersebar di pintu masuk dan pintu keluar tol.

“Dalam kondisi seperti ini, biasanya pengguna jalan tol Becakayu dalam satu bisa mencapai 20.000 pengguna, namun di saat pandemi Covid-19, pengguna jalan tol Becakayu hanya mencapai 4.000 pengguna. Jadi hampir 80% berkurangnya,” ungkapnya.

Sementara Kasat PJR Ditlantas Polda Metro Jaya (PMJ), Kompol Andi M Indra Waspada A. SH, SIK, MM, MSi menambahkan, kegiatan ini adalah salah satu dari program pihak kepolisian secara menyeluruh di ruas tol dalam kota yang diikuti oleh pengelola jalan tol.

“Berkaitan sejauh mana keterlibatan anggota PJR dalam proses penanganan ini yang berhubungan dengan keamanan di TKP. Kita menangani pertama ketika terjadi kecelakaan dan tentunya bekerjasama dengan pihak pengelola jalan tol, seperti KKDM,” ujarnya.

Adapun pada kegiatan simulasi ini melibatkan 8 personil dari pihak PJR dari Induk Jaya 2 Tol Becakayu. Selanjutnya, untuk kegiatan simulasi ini tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan daripada petugas.

“Artinya kita terus secara continue akan melaksanakan kegiatan seperti ini dalam rangka situasi pandemi Covid-19. Jadi begitu ada kejadian, secara tidak ragu petugas bisa menangani sesuai protokol kesehatan Covid-19,” ucapnya.

Lebih lanjut katanya, pada penanganan ini, semua petugas PJR dilengkapi dengan APD yang sesuai standar kesehatan Covid-19 dan untuk induk Becakayu, pihaknya menyiapkan 5 APD, yang digunakan pada saat kejadian terindikasi yang bersangkutan/korban terpapar virus Corona.

“Jadi seandainya ada informasi, korbannya ini luka berat atau meninggal dunia, maka secara otomatis anggota kami dari jajaran PJR sudah menggunakan APD. Namun untuk penanganan daripada korban, kita serahkan kepada petugas medis yang ada di pengelola jalan tol,” tutupnya.

Dalam kesempatan ini pula, KKDM juga melakukan aksi sosialisasi kepada pengguna jalan tol agar mematuhi tertib dalam menjalankan aturan dari pemerintah. Sosialisasi tersebut dibarengi dengan seperti aksi pemberian masker secara gratis dan pengecekan suhu tubuh serta penyemprotan disinfektan pada kendaraan pengguna jalan tol.

“Aksi ini juga sebagai sosialisasi kepada masyarakat agar tidak melakukan mudik atau piknik pada saat Ramadhan dan Lebaran. Sosialisasi ini mendukung aksi Pemerintah untuk #tidakmudik dan #tidakpiknik pada Lebaran 2020 ini sebagai salah satu cara memutus mata rantai Virus Covid-19. Mari kita bersama-sama memutus mata rantai Virus Covid-19,” tambah Yuda. (JNI/Red)

Cerpen Esai : Apa, mengapa, Asal mula “Genre Baru di era Virus CORONA

Jakarta-Berandankrinews.com

_Oleh: Denny JA_

Jakarta-berandankrinews.com

Satu era, tapi begitu banyak Bom Atom!

Inilah mungkin ekspresi yang tepat menggambarkan batin kolektif kita di era pandemik Virus Corona. Berkali-kali kita dikagetkan oleh berita. Di antara berita itu, ada yang mungkin baru sekali kita alami seumur hidup.

Sembahyang Jumat ditiadakan. Umroh distop. Bunyi adzan diubah. Bahkan mulai diperkenalkan lebaran online.

Ratusan meriam boleh dikerahkan. Ribuan teroris boleh disebar. Tapi mustahil ia bisa memaksa Umat Islam untuk tiga kali berturut-turut tidak sholat Jumat di Mesjid.

Tapi Virus Corona bisa memaksa itu.

Muncul pula dentuman lain. Dunia akan mengalami krisis paling buruk sejak perang dunia kedua. Ekonomi aneka negara tumbuh minus. PHK dimana-mana. Social distancing. Work From Home. Pembatasan Sosial Berskala Besar. Apa pula ini?

Belum selesai reda, terdengar pula letupan berbeda. Tiga ratus orang dikarantina di Mesjid. Mayat penderita Corona ditolak warga. Kantung plastik jenazah dibuka keluarga. Mayat penderita corona dipeluk, dicium. Seratus dokter wafat terpapar Virus Corona.

Wow! Terlalu banyak bom atom. Media berhasil merekam peristiwa itu sesuai dengan kaidah apa, siapa, dimana, mengapa, bagaimana?

Tapi bagaimana suara batin mereka yang menjadi korban? Bagaimana jeritan luka itu. Ini drama batin yang terlalu dalam untuk dilupakan. Namun jurnalisme biasa memang tidak dipersiapkan berimajinasi dengan dunia batin.

Kondisi inilah yang kemudian melahirkan cerpen (cerita pendek – red) esai. Kisah sebenarnya ini perlu direkam. Namun cerpen esai hadir khusus mengangkat dan menambahkan imajinasi sisi batin. Cerpen esai dengan sendirinya berbeda dengan jurnalisme biasa.

Sisi batin itu agar lebih menyentuh bolehlah didramatisasi. Tokoh, karakter dan tempat agar lebih mengejutkan bisa diubah. Suasana pendukung tak apa diimajinasikan.

Yang penting cerpen esai menyulap peristiwa sebenarnya untuk menghasilkan bacaan yang lebih menyentuh. Yang lebih mengajak merenung. Yang lebih menggugah. Yang lebih menggerakkan!

Sayapun bereksprimen menuliskan cerpen esai itu. Dalam waktu seminggu lahir enam cerpen esai. Begitu intensnya saya mendalami aneka bom atom peristiwa. Seolah inspirasi turun dari langit menggerakkan saya.

Lahirlah itu dramatisasi, kisah nyata yang difiksikan. Dalam cerpen berjudul: “Kak, Saya Di Karantina di Mesjid,” kisah itu berinduk dari berita 300 jemaah dikarantina di Mesjid Kebon Jeruk.

Cerpen esai saya menceritakan kisah Jemaah Tabligh yang membuat acara. Betapa tokohnya menyerukan: “Jangan takut berkumpul di Mesjid walau diserang Virus Corona. Jika gara-gara Virus Corona kita mati di mesjid, maka mesjid adalah sebaik-baiknya tempat untuk mati.”

Di banyak negara, Jemaah Tabligh ini menjadi medium penular. Disamping mereka tetap berkumpul, merekapun makan bersama dalam satu nampan besar. Penularan virus mudah sekali.

Mereka gencar diberitakan, dan kemudian diamankan, di India, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Filipina.

Semua fakta ini masuk dalam cerpen esai saya. Itu fakta yang sangat menarik.

Namun saya menghadirkan pula suasana batin yang tak ada di semua berita. Suasana batin itu adalah fiksi, imajinasi, dan karangan saya sendiri.

Dalam cerpen esai memang sudah dijelaskan kisah ini fiksi belaka.

Maka saya karang tokoh bernama Eko yang berada dalam mesjid itu. Saya ceritakan perjalanan batinnya hingga ia masuk ke dalam Jemaah Tabligh.

Ia awalnya seorang sekuler dan liberal belaka. Belahan jiwanya wafat. “Love of My Life”-nya tiada. Ia terguncang dalam kehidupan malam. Namun segera pula ia berbalik menjadi the true believer sebuah keyakinan.

Saya kisahkan pula kedekatannya dengan sang kakak. Dan betapa sang kakak yang dulu dianggap Eko superhero, di era pandemik ini tak berdaya.

Di tengah malam, putus asa sang kakak. Berharap tapi ia tanpa kuasa.

Pada cerpen esai itu berkumpulah fakta dan fiksi. Fakta itu dapat dilihat sumbernya di catatan kaki. Dalam cerpen esai fungsi catatan kaki sangat sentral sebagai pokok cerita.

Namun, tokoh, plot, percakapan dalam cerpen esai itu sepenuhnya fiksi. Dengan menghadirkan fiksi, penulis bebas berimajinasi seluas langit biru. Bebas pula pengarang menambahkan bumbu agar berita itu lebih menyentuh.

Pola yang sama saya ulangi dalam lima cerpen esai saya lainnya.

Sudah diduga, pola penulisan cerpen esai ini segera menarik penulis lainnya. Kini para penulis, cerpenis, penyair dari Aceh hingga Papua, juga negara tetangga bergerak. Bersama mereka ingin merekam suara batin era Virus Corona dalam cerpen esai.

Kumpulan cerpen esai mereka segera rampung dan dibukukan.

Seorang pembuat film bahkan siap memfilmkan kisah dalam cerpen esai itu.

Ada pula yang sedia membuat lomba cerpen esai di Asia Tenggara. Komunitas Citizen Jurnalism (PPWI – red) lebih cepat lagi. Mereka ingin membuat lomba merekam suka dan duka bulan Ramadhan di era Virus Corona. Mereka menginginkan lomba itu dituliskan dalam cerpen esai.

Muncullah kebutuhan yang lebih tinggi: Panduan Cerpen Esai. Apa itu cerpen esai? Apa bedanya dengan cerpen biasa? Apa yang harus ada dalam cerpen esai? Apa yang IN dan apa yang OUT? Mengapa kita memerlukan cerpen esai pula?

Karena enam cerpen esai sudah saya tulis, dan keenam itu ingin dijadikan rujukan, maka saya merumuskan lima ciri cerpen esai itu.

Pertama: cerpen esai adalah fiksi dari kisah nyata. Ibu kandungnya adalah peristiwa yang benar-benar terjadi. Ia bukan semata rekaan. Tapi peristiwa itu nyata, walau kemudian ia difiksikan.

Dengan sendirinya cerpen esai berbeda dengan jurnalisme yang tak boleh ada fiksi. Cerpen esai juga berbeda dengan cerpen biasa yang bisa menulis hayalan apa saja tanpa harus merujuk kisah nyata.

Cerpen esai, sebagaimana puisi esai, adalah gabungan fakta dan fiksi.

Kedua: dalam cerpen esai, fungsi catatan kaki sangat sentral. Tak ada catatan kaki maka tak ada cerpen esai.

Catatan kaki itu wakil dari kisah nyata yang akan difiksikan. Catatan kaki bukan hanya penambah informasi atau penjelas kata yang kabur. Catatan kaki itu ibu dari kisah cerpen esai.

Tentu tak semua catatan kaki cerpen esai seperti itu. Dalam beberapa catatan kaki, ada pula fungsi sebagai penambah informasi. Namun minimal ada satu catatan kaki di sana yang menjadi pokok cerita.

Ketiga: Cerpen Esai adalah gabungan cerpen dan esai. Ia cerpen yang bercita rasa esai. Juga esai yang bercita rasa cerpen.

Cerpen dalam arti, ia fiksi. Sedang esai di sini bukan esai dalam pengertian umum, tapi esai berjenis makalah akademik. Ia esai yang dituliskan berdasarkan riset. Sumber informasinya harus valid. Sumber informasi itu yang dijadikan catatan kaki.

Keempat: sama dengan cerpen biasa, panjang cerita ini sekitar 1000- 2500 kata, atau 6000- 10.000 karakter. Batasan ini longgar saja. Semata agar ia tak terlalu pendek untuk membuat drama. Dan tak perlu terlalu panjang pula karena yang ingin dikisahkan satu kesan saja.

Cerpen berbeda dengan novel.

Dalam satu cerpen esai, jika patokannya enam cerpen esai saya, hadir 5-10 catatan kaki.

Kelima: menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan komunikatif. Cerpen esai ini ingin ikut membawa sastra semakin dimengeri khalayak luas.

Ujar Albert Einstein, untuk tahu seberapa gagasanmu komunikatif, ceritakan gagasan itu ke anak SD. Lalu minta anak SD itu menceritakan gagasan itu ke temannya yang anak SD juga. Jika mereka mengerti, dirimu sudah menggunakan bahasa yang komunikatif.

Cerpen esai, sebagaimana puisi esai, juga mempunyai paham bahasa itu: semakin mudah dimengerti orang awam, Ia semakin baik. Semakin gelap dan rumit bahasanya, semakin ia gagal.

Inilah lima prinsip dalam satu kesatuan cara bertutur yang disebut cerpen esai.

Lalu apakah cerpen esai ini mahluk yang berbeda dari cerpen sebelumnya? Cerpen esai adalah bagian dari dunia cerpen. Sebagaimana Ikan Koi adalah bagian dari dunia ikan pada umumnya.

Namun cerpen esai memiliki karakternya sendiri, sebagaimana Ikan Koi juga memiliki karakternya sendiri. Apa karakter cerpen esai? Karakternya adalah gabungan lima ciri di atas dalam satu kesatuan.

Apakah cerpen esai ini berguna? Apakah cerpen esai ini genre baru? Apakah cerpen esai ini orisinal?

Menjawab hal itu saya serahkan sepenuhnya kepada perdebatan publik. Silahkan saja mereka bertekak-tekuk dengan teori, mengutip ini dan itu, dari malam sampai pagi.

Tentu saja inovasi sehebat apapun dalam sejarah tak ada yang sama sekali baru. Tak ada yang menciptakan apapun dari kekosongan.

Tapi lima prinsip di atas, dan diberi nama cerpen esai, lalu meluas digunakan puluhan penulis lain, menjadi format lomba, itu nampaknya baru.

Cerpen esai tak ada ambisi lain kecuali memberi pilhan tambahan cara bertutur.

Di era pandemik Virus Corona, cerpen esai mendapatkan momentum. Begitu banyak drama, begitu banyak kisah sebenarnya yang bisa difiksikan agar lebih menjadi bahan renungan.

Era pandemik virus corona akan dikenang karena banyak hal. Salah satunya, ia menjadi samudera inspirasi bagi begitu banyak cerpen esai.

Tahun 2012, saya menerbitkan buku puisi esai berjudul Atas Nama Cinta. Kini sudah terbit sekitar 100 buku puisi esai ditulis oleh ratusan penulis dari Aceh hingga Papua, dari Negara Asia Tenggara hingga Australia.

Tahun 2020, segera saya terbitkan kumpulan cerpen esai, berjudul kebalikannya: Atas Nama Derita. Melihat gelagat awal, cerpen esai agaknya juga akan menggeliat mengikuti “keponakannya”: puisi esai.

Jakarta-20-April 2020

Laporan
Muh Ishak Hammer

Dokter itu mencapai puncak gunung

Jakarta-Berandankrinews.com

_Sebuah Cerpen Esai (1)_

Kematian itu bukan sekadar angka dalam tabel statistik. Itulah responku ketika membaca berita sudah lebih dari 100 dokter di Italia wafat karena terpapar virus corona (2). Atau di Indonesia, dinyatakan sudah 24 dokter meninggal terkena Covid-19 (3).

Dokter itu tak hanya data. Ia punya keluarga. Ia punya istri dan anak yang menyanginya. Ia punya adik seperti aku ini yang sangat dekat padanya.

Sudah dua minggu aku berkerja di rumah. Itu hal yang tak sulit. Tapi kehilangan Cahya, kakak kandungku, dokter yang penuh pengabdian, sungguh menyentak. Dua malam sudah tidurku tak nyenyak.

Ketika Cahya wafat, dari rumah sakit, ia langsung dibawa ke pemakaman. Aku hanya bisa melihat dari jauh, bersama istri, anaknya dan cucunya.

Sejak seminggu ia diisolasi, aku tak melihat wajahnya. Ketika wafat, ia juga dibungkus kantong plastik. Tak pernah kubayangkan, berpisah dengan kakakku dalam suasana seperti itu.

Di hari ketiga kematiannya, kami tahlilan seadanya. Dokter Bambang sahabatnya iku hadir. Bambang ikut merawat kakakku ketika diisolasi.

Setelah tahlilan, Bambang berbisik padaku. “Jak, ada pesan dari kakakmu.” Aku kaget. “Ya, mas Bambang. Pesan apa ya?” Ujar Bambang: “Tak terlalu jelas. Ia terbata-bata. Hanya terdengar seperti “Tolong sampaikan ke Jaka. Aku mencapai puncak gunung.”

Aku terdiam. Itu kalimat yang sering ia ulang-ulang di masa kami remaja. Kini usiaku 57 tahun. Usia Cahya 59 tahun. Jarak usia kami hanya dua tahun.

Walau kakak-adik, kami juga kawan bermain. Banyak kawanku menjadi kawannya. Atau kawannya menjadi kawanku.

Sejak kematiannya, aku tidur sangat larut malam. Datang kembali memori bersama sejak masa kecil.

Ujarku dalam hati. “Cahya, kakakku sayang. Banyak yang aku sesali justru di babak akhir hidupmu. Kau seperti dulu. Keras kepala. Nekad.”

“Jika masih ada yang aku syukuri, itu karena kau mendapatkan harapanmu sejak dulu. Dirimu merasa sudah mencapai puncak Gunung.

Teringat saat aku kelas 1 SMA. Cahya kelas 3 SMA. Paman Beni sering berkunjung ke rumah. Paman sangat pandai bercerita dan mengugah semangat. Banyak pelajaran hidup kami peroleh dari paman. Ia seorang tentara.

“Tak ada kebahagiaan yang lebih tinggi bagi seorang tentara,“ ujar Paman, “Kecuali, ia mati dalam tugas. Manusia yang hidup untuk berjuang, hidupnya lebih bermakna. Ibarat pendaki, ia sudah sampai di puncak gunung.”

Inilah pertama kali aku mendengar istilah perlunya manusia sampai di puncak gunung. Kakakku Cahya sangat senang dengan istilah itu. Berkali-kali ia ulang: “Hidupku harus sampai di puncak gunung.”

Ia berkata kepada Paman Beni. “Paman, saya juga senang untuk sampai di puncak gunung. Tapi saya tak ingin berjuang seperti tentara yang kadang harus membunuh orang.”

“Saya ingin menjadi pejuang perdamaian yang menyembuhkan orang. Dokter akan menjadi profesi saya. Dedikasi saya nanti dalam melayani pasien sama tingginya seperti Mozart ketika main piano. Sama intensnya seperti Van Gogh ketika melukis.”

Keluarga kami banyak membaca. Sejak SMA, kami tahu Mozart, Van Gogh, Sigmun Freud, hingga William Shakepeare. Paman Beni juga yang banyak mempengaruhi.

Kakak mulai suka profesi dokter karena setiap Kamis malam ia mengikuti serial Dr. Kildare di TVRI. (4) Ini dokter muda yang pintar, ganteng, banyak disukai terutama pasien wanita.

Jika datang jam tayang serial itu, kakak tak bisa diganggu. Bahkan ia seringkali memaksaku ikut menonton menemaninya. Richard Chamberlien membintangi film itu.

Aku tak ingat lagi detail ceritanya. Tapi ada satu adegan yang aku ingat. Saat itu Dr. Kildare memeriksa wanita muda cantik yang agak genit. “Sakit apa yang kamu rasakan?” tanya Dr. Kildare. Gadis muda itu menjawab, “Aku bersedia menyatakan sakit apa saja asal bisa menjadi pasienmu.”

Aku dan kakak tertawa. Dr Kildare menjadi idola kakak. Suatu kali ia berkata: “Jaka, bagiku dokter itulah tentara di masa damai. Perangnya melawan penyakit.”

“Dokterpun bisa mati dalam tugas. Itu sama mulianya dengan tentara yang mati dalam tugas. Mereka sama-sama mencapai puncak gunung.”

Tahun 2020, usia Cahya sudah 59 tahun. Bulan Januari awal ia sudah pensiun sebenarnya. Apalagi yang mau ia cari?

Ia memiliki rumah sakit ukuran sedang. Ini sudah memberikan kenyamanan penghasilan walau ia tak bekerja lagi. Ia beberapa kali mendapatkan penghargaan di bidangnya, ahli paru-paru.

Namun Febuari 2020, ketika isu virus corona muncul, ia niatkan aktif kembali menjadi dokter. Kembali ia ingin menjumpai pasien.

Istri, anak dan cucunya protes. “Ayah, banyak tenaga muda di luar sana. Ayah tak lagi muda. Imunitas Ayah jauh berkurang. Ayah mau bunuh diri?”

Cahya hanya tertawa memeluk putri tersayang yang selalu bertindak menjadi komandan pengawas. “Sayang,” ujar Cahya, “Tenaga medis sangat kurang sekali. Ahli paru-paru seperti Ayah dibutuhkan.”

“Virus Corona itu seperti musuh yang masuk ingin menguasai negara kita. Dokter itu seperti tentara. Ia berada di garis depan. Ini musuh datang di depan mata, kok Ayah malah sembunyi?”

“Bagaimana jika Ayah terpapar Virus Corona,” tanya putrinya lagi. “Sayang,” ujar Cahya, “Ayahmu ini ahli paru-paru. Tahulah Ayah cara melindungi diri.”
Seperti biasa, ketika berkehendak, Cahya tak bisa dihalangi.

Cahya kembali bertugas. Hampir setiap hari ia curhat padaku. Lebih sering ia menelfonku hanya untuk melepas ketidak-puasannya.

Sebagai dokter senior, beberapa kali ia kecewa dengan pernyataan Menteri Kesehatan. Sang menteri banyak membuat pernyataan yang tak perlu dan blunder. Misalnya, ia menantang ahli dari Harvard untuk masuk ke Indonesia. Ia meyakini Indonesia bebas Virus Corona. (4)

Tak lama kemudian, Jokowi sendiri mengumumkan virus corona sudah menelan korban. Bahkan saat itu angka kematian akibat Virus Corona di Indonesia termasuk paling tinggi.

Cahya juga mengeluh kurangnya fasilitas dan alat kesehatan di rumah sakit rujukan. Ada satu ruang isolasi luasnya hanya 3 x 4 m2. Ruang itu diisi oleh enam orang. (5)

Padahal keenam orang itu belum diketahui pasti apakah positif atau tidak tertular virus. Bisa jadi, di ruang itu malah mereka saling menularkan.

Ada beberapa pasien yang sudah ditest darah dan thorax. Hasilnya baik. Tapi ia belum ditest Swab. Alatnya belum ada. Akibatnya, masih belum diketahui, ia positif atau negatif terpapar Virus Corona.

Pasien itu diminta menunggu berhari-hari di rumah sakit. Ia dilarang pulang. Jangan-jangan justru karena di rumah sakit, ia akhirnya terpapar.(6)

Cahya sendiri bekerja penuh dedikasi. “Tapi Jaka, jumlah tenaga medis tak cukup untuk melayani. Aku kadang harus menginap di rumah sakit. Hanya tidur 2-3 jam saja. (7) Bahkan ada dokter yang kelelahan dan tidur di lantai.” (8)

Dugaanku ketika Cahya lelah dan lengah, saat itulah ia terpapar oleh pasiennya sendiri.

Ketika masuk ruang isolasi pertama kali, Cahya mengirimkan pesan WhatsApp di japri.”Jaka, aku titip Rani.”

Teks itu lima hari sebelum kematiannya. Aku menduga ia sudah punya data dan firasat.

Rani adalah cucu kesayangannya berusia baru 8 tahun. Ayah dan Ibu Rani wafat kecelakaan mobil. Rani tinggal bersama Cahya dan Istri. Dua anak Cahya lainnya sudah menikah dan tinggal di rumah berbeda.

Hari itu, kuajak Rani main ke rumahku. Kutanya ia ingin menjadi apa besar nanti. “Aku ingin menjadi seperti kakek Cahya, menjadi dokter,” ujar Rani.

“Dengar ya sayang,” kataku kepada Rani. “Pilih saja, apapun yang berdetak di hatimu. Tapi apapun yang dirimu pilih, upayakan dirimu sampai ke puncak gunung.” Kuulangi berkali-kali kalimat favorit kakeknya.

“Ya, kakek Jaka,” jawab Rani senang.

Kupeluk Rani. “Ya, Allah, serasa aku memeluk jiwa kakakku.” (*)

April 2020

Catatan

1). Catatan kaki sangat sentral posisinya dalam cerpen esai. Ia sumber pokok cerita. Teks di atasnya hanya dramatisasi agar kisah sebenarnya lebih menyentuh.

Kisah dalam cerpen ini semata fiksi. Namun ia mengembangkan spirit seorang dokter senior di Perancis, Usia 68 tahun. Ia seharusnya sudah pensiun. Tapi ia ingin kembali aktif membantu kolega. Perancis menurutnya membutuhkan lebih banyak tenaga medis. Akhirnya, ia sendiri terpapar dan wafat. https://www.google.co.id/amp/s/amp.theguardian.com/world/2020/mar/22/he-sacrificed-himself-tributes-to-first-french-doctor-to-die-from-coronavirus

2). Jumlah dokter yang wafat karena Virus Corona di Itali melampaui angka 100. https://www.google.co.id/amp/s/www.thelocal.it/20200409/more-than-100-doctors-have-now-died-in-italys-coronavirus-outbreak/amp

3). Jumlah dokter yang wafat karena Virus Corana berjumlah 24. https://www.indozone.id/amp/0ysxeX/tangani-pasien-virus-corona-24-dokter-di-indonesia-meninggal-dunia

4). Menteri kesehatan menantang ahli dari Harvard masuk ke Indonesia. Menururnya Indonesia bebas Corona, antara lain karena banyak berdoa. https://m.liputan6.com/health/read/4177135/menkes-terawan-tantang-harvard-cek-virus-corona-di-indonesia

5). Sarana medis di Rumah Sakit rujukan tidak memadai. https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/16/11543851/rsud-rujukan-pemerintah-untuk-tangani-virus-corona-kurang-memadai-ini?page=all#page4

6). Lihat catatan kaki no 5

7). Dokter kurang istirahat. https://www.google.co.id/amp/s/news.okezone.com/amp/2020/04/01/525/2192620/curhat-dokter-saat-pandemi-corona-beban-kerja-bertambah-tidur-tak-bisa-nyenyak

8). Bahkan ada dokter yang tidur di lantai rumah sakit.

Sumber Denny JA

Laporan
Muh Ishak Hammer

Kasad Ikuti Webinar RSPAD Gatot Soebroto Dengan Rumah Sakit TNI AD

Jakarta- Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa terus mengawal RSPAD Gatot Soebroto dan 69 Rumah Sakit (RS) TNI AD di seluruh Indonesia yang dijadikan rujukan dalam penanganan Covid-19.(20 April 2020)

Pengawalan melalui webinar sebagai sarana pertukaran informasi dari RS TNI AD yang tersebar di Indonesia dengan RSPAD Gatot Soebroto.

Dalam webinar Kamis (16/04/2020), Kasad mengarahkan untuk meningkatkan metode webminar dengan menggunakan telepon seluler, sehingga mobilitas dapat tercipta dan saat teleconference dapat menghadirkan pasien untuk berkomunikasi langsung dengan dokter spesialis di RSPAD.

“Lakukan metode baru karena teknologi juga mendukung dan semakin berkembang. RS di daerah belum tentu ada dokter spesialis paru-paru, jadi mereka akan terbantu jika pasien bisa berkomunikasi langsung dengan dokter spesialis di RSPAD,” tegas Kasad.

Jenderal TNI Andika Perkasa menilai arahan yang diberikan agar RS TNI AD di daerah mendapatkan informasi yang lebih spesifik dalam menangani Covid-19.

Sementara itu, Waka RSPAD Gatot Soebroto, Brigjen TNI dr. A. Budi Sulistiya memberikan arahan agar melakukan tracking contact untuk mencegah bertambahnya kasus Covid-19. Salah satunya hal yang berkiatan dengan migrasi prajurit.

“Tracking contact ini penting sekali. Untuk itu disarankan kepada pimpinan untuk mengambil kebijakan yang tepat dalam rangka memutus penyebaran Covid-19,” pungkas dr. Budi Sulistiya.

(Nandang Hermawan)