JAKARTA, Berandankrinews.com – Ada 13 provinsi yang telah dievaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas rencana penguatan rantai pasok industri di dalam negeri. Ke-13 provinsi itu, yakni Lampung, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Riau, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. “Kaltara sendiri telah menyampaikan rencana penguatan rantai pasok industri didalam negeri kepada Kemendagri. Dalam hal ini, Pemprov (Pemerintah Provinsi) Kaltara akan memenuhi amanat UU No. 3/2014 terkait penyusunan Rencana Pembangunan Industri Daerah (RPID),” kata Gubernur Kaltara Dr H Irianto Lambrie, Rabu (13/3).
Dalam penguatan rantai pasok industri dalam negeri itu, sedianya Kemendagri menetapkan 5 langkah untuk dapat dipenuhi pemerintah daerah. “Setelah menyusun RPID, langkah selanjutnya adalah menetapkan RPID itu kedalam peraturan daerah (Perda) setelah dievaluasi oleh pemerintah. Perda inilah yang menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan industri di daerah dalam kurun waktu 20 tahun ke depan,” tutur Irianto.
Setelah itu, dilakukan evaluasi terhadap Raperda tentang RPID sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 113/2018. “Ada 6 hal yang patut diperhatikan dalam evaluasi ini, utamanya oleh pemerintah daerah. Yakni peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, RIPIN (Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional) dan KIN (Kebijakan Industri Nasional), RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) dan selaras dengan RPJP Provinsi dan Kabupaten/Kota, RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta potensi sumber daya industri daerah, kegiatan sosial ekonomi dan daya dukung lingkungan,” beber Gubernur.
Diungkapkan Gubernur, pentingnya rencana penguatan rantai pasok industri didalam negeri direalisasikan, yakni salah satunya untuk mengatasi hambatan pelaksanan investasi dan ekspor di Indonesia, juga daerah. “Selama ini, yang menjadi penghambat pelaksanaan investasi dan ekspor adalah perizinan dan keruwetan regulasi pusat dan daerah yang tumpang tindih serta tidak harmonis. Akibatnya, hanya beberapa daerah yang menjadi tujuan investasi dan memberikan kontribusi ekspor. Dampak lainnya, timbulnya kesenjangan perekonomian antar daerah,” tutup Irianto.(humas)