Berandankrinews.com — Jakarta – Sehubungan dengan dilarangnya operasional B737 Max baru-baru ini setelah 2 kecelakaan besar – penerbangan Lion Air JT 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan ET 302 maka IPI (Ikatan Pilot Indonesia) dan ITPI (Ikatan Teknisi Pesawat Udara Indonesia) telah berkolaborasi untuk memberikan rekomendasi Boeing 737 Max ke Dirjend Hubud dan DKPPU , ITPI dan IPI menerima legitimasi sebagai organisasi profesi insan penerbangan.
Dan rekomendasi untuk Boeing 737 Max tersebut akan dibawa sebagai referensi data untuk bertemu FAA dan Boeing Company serta seluruh dinas perhubungan dunia agar diadakannya perbaikan secara menyeluruh dan sampai pesawat tersebut layak dioperasikan.
Ketika Ibu Dirjend menyatakan Grounded untuk jenis pesawat B 737 Max 8 pasca kecelakaan Lion Air JT 610.
Indonesia yang diwakili oleh Ditjend Hubud
diundang oleh Boeing Company di Dalas USA untuk memverifikasi perbaikan terhadap Boeing Max . Untuk itu Dirjen minta dari para Pilot ( IPI ) & Teknisi Pswt ( ITPI ) memberikan bekal ( rekomendasi ) untuk berbicara seandainya Boeing Company & FAA menyatakan sudah laik terbang maka kita Indonesia melalui Ditjend Hubud akan mengajukan persyaratan yg salah satunya adalah Rekomendasi dari ITPI & IPI.
“Kami sangat mengapresiasi dan setuju atas Rekomendasi dari IPI dan IPTI ini sebagai bahan untuk bertemu Boeing Company dan FAA.” ujar Polana B. Pramesti Dirjend. Perhubungan Udara di DKPPU Cengkareng, Senin, (20/05/2019).
Secara kontekstual, jelas bahwa manual yang diterbitkan Boeing gagal memberikan informasi mengenai MCAS untuk kru penerbangan dan informasi yang cukup untuk personel pemeliharaan dalam manual yang diterbitkan.
Oleh karena itu, B737-Max tidak boleh dioperasikan sampai koreksi dan pembaruan terkait dengan sistem MCAS dilakukan dan semua rekomendasi Boeing dan persetujuan FAA dibuat untuk mematuhi semua Buletin Layanan (SB) berikutnya dan Airworthiness Directives (ADs).
Secara khusus, langkah-langkah berikut diharapkan untuk membantu memastikan standar keselamatan yang dapat diterima :
A. Semua aspek operasional, teknis, fungsional dan interaktif MCAS diungkapkan, diterbitkan dalam Boeing Manual terkait dan didistribusikan dengan cara yang paling efektif untuk memberdayakan kru penerbangan, pemeliharaan penerbangan, dan karyawan penerbangan teknis untuk secara efektif melindungi tingkat keselamatan yang dapat diterima.
Ini termasuk tetapi tidak terbatas pada penerbitan berikut ini :
- Prosedur perawatan untuk sistem MCAS dan elemen-elemen terkait.
- Prosedur perbaikan untuk sistem MCAS atau elemen-elemennya.
- Prosedur uji fungsional pasca-perbaikan MCAS.
- Informasi operasional sistem MCAS untuk Awak Penerbangan termasuk inter-hubungannya dengan sistem lain atau elemen-elemennya.
- Semua kemungkinan kelainan yang dapat menyebabkan aktivasi sistem MCAS yang salah, tidak perlu, atau berbahaya.
- Pedoman dan teknik kru penerbangan untuk secara jelas dan tanpa beban kerja yang berlebihan, mengidentifikasi aktivasi MCAS.
- Prosedur penerbangan untuk menonaktifkan aktivasi MCAS yang salah.
- Prosedur penerbangan untuk pemulihan manual setelah semua aktivasi MCAS yang memungkinkan termasuk dari kemungkinan keadaan pesawat yang tidak diinginkan (UAS).
- Silabus pelatihan dan pedoman untuk awak pesawat untuk semua acara MCAS yang memungkinkan.
B. Setelah semua rekomendasi di atas ditindaklanjuti, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara meminta maskapai penerbangan melakukan Uji dan Pembuktian pada B737 Max sebelum rilis lebih lanjut untuk transportasi penumpang.
C. Meminta pabrikan untuk transparan dalam memberikan semua informasi yang diketahui mengenai sistem pesawat yang ada, MCAS atau lainnya, dan elemen-elemennya termasuk perubahan dalam desain dan proses pengujian untuk memberdayakan awak pesawat agar menjadi mitra yang efektif dalam keselamatan penerbangan.
Diharapkan bahwa dengan itikad baik di semua sisi, keselamatan, transparansi dan upaya kerja sama dari seluruh komunitas penerbangan akan dipulihkan dan menjadi model yang dapat secara efektif memulihkan kepercayaan masyarakat yang akan bepergian dengan pesawat dan berkontribusi untuk menghormati kehidupan mereka yang hilang di dua peristiwa bencana yang tidak menguntungkan.
“Dalam pelaksanaan perawatan/perbaikan pesawat, kami bekerja berdasarkan, ‘ MPD'( Maintenance Planning Documents), yang dikeluarkan oleh pabrik dan menjadi Referensi Maintenance Planning Engineer Dept. (yang harus ada disetiap Airline). Untuk menerbitkan Operator Maint Progran (OMP),” ujar Hendro Gunawan Sugiarto Ketua Umum ITPI.
Hal ini membuktikan bahwa pekerjaan yang dilakukan Teknisi pesawat udara diseluruh dunia adalah sama sesuai standar Internasional. Indonesia juga terdaftar sebagai anggota Internasional Air Transport Association (IATA) sehingga License para penerbang dan Teknisi Indonesia juga berlaku pada penerbangan Internasional. Sehingga para penerbang dan teknisi Indonesia telah memenuhi persyaratan Internasional.
“Profesi kami sebagai Teknisi juga tidak berbeda dengan para Penerbang yang harus selalu update untuk menjaga kualitas dari sisi pengetahuan serta sikap yang secara periodik melakukan recurrent training sebagai syarat perpanjangan license, begitupun sumpah kami di Technical Log Book. Dalam mekanisme kegiatan kami, Penerbang dan Teknisi sangat bersinergi dan merupakan team work yang selalu mengedepankan keselamatan. Kami juga menyampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa transportasi udara masih yang teraman di dunia, semoga dengan adanya informasi dan pernyataan dari kami tidak mengurangi kepercayaan masyarakat untuk tetap menggunakan transportasi udara,” pungkas Hendro. (fri)