Menembak Bendera Merah, Potong Babi, dan Bermain ‘Trampoline, Prosesi Adat Agog Da Ulung Buaya Dalam Ilau Dayak Okolod Ke 9 Di Kecamatan Lumbis

NUNUKAN- Agog da ulung buaya, begitu nama prosesi adat Suku Dayak Okolod yang dilaksanakan ketika ingin memulai sebuah acara adat, seperti Ilau, penyambutan pasukan yang baru kembali dari perang, atau saat ada acara – acara adat yang lain. Prosesi ini dipimpin oleh tetua adat, dan diikuti oleh seluruh Warga Dayak Okolod.

Prosesi Agog da ulung buaya inilah yang dilakukan untuk mengawali Acara Musyawarah Besar (Mubes) Ke – 2 dan Ilau Dayak Okolod Ke – 9 di Kecamatan Lumbis, Kamis (16/5).

Dalam prosesi yang biasanya dilaksanakan di halaman rumah adat ini, puluhan warga Dayak Okolod membentuk satu barisan memanjang ke belakang, dimana Awang Gathang sebagai Tetua Adat Dayak Okolod berada paling depan. Mereka kemudian secara bersama – sama berjalan secara pelan dan teratur membentuk sebuah lingkaran besar mengelilingi patung kayu berkepala manusia, dan patung buaya di sebelahnya.

Sambil berjalan, tetua adat menyanyikan atau membaca syair atau mantra dalam bahasa dayak sebagai wujud permohonan kepada sang pencipta supaya diberikan keamanan, kemudahan, dan kelancaran selama berlangsungnya acara adat.

Setelah lingkaran besar terbentuk dengan sempurna, tetua adat berdiri di atas patung buaya dan kembali melanjutkan syair atau mantra. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan memotong binatang buruan berupa babi hutan, sebagai simbol kelimpahan rejeki bagi seluruh masyarakat.

Tidak berhenti sampai di situ, prosesi masih dilanjutkan dengan menembak bendera berwarna merah yang terpasang diujung tiang bambu yang berdiri di tengah – tengah halaman rumah adat. Dalam prosesi ini, senapan yang digunakan adalah senapan penabur, alat berburu yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat dayak.

Prosesi Agog da ulung buaya juga diwarnai dengan tradisi sabung ayam, dan bermain ‘trampoline’, dimana para tetua dan tokoh – tokoh adat berdiri di atas lembaran kulit binatang atau kulit kayu yang dijahit dan diletakkan tepat di tengah – tengah rumah adat. Secara beramai – ramai, kulit kayu tersebut selanjutnya diayunkan ke atas dan ke bawah, sehingga orang yang ada di atasnya ikut melompat seperti sedang bermain trampholine.

Selain karena Mubes dan Ilau dinilai sebagai acara besar, prosesi Agog da ulung buaya yang dilaksanakan dalam acara pembukaan ini juga bertujuan untuk mengingatkan masyarakat Dayak Okolod, terutama para generasi muda agar tidak lupa dengan akar budayanya sendiri.

Itulah sekilas tentang prosesi Agog da ulung buaya, sebuah tradisi tua yang harus dijaga dan dilestarikan sebagai khazanah dan kekayaan bangsa Indonesia. Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Masing – masing daerah memiliki adat istiadatnya masing – masing, mari kita saling menghormati dan menghargainya.

(PROKOMPIM)