NUNUKAN – Delapan calon PMI (pekerja migran Indonesia) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) oleh dua tersangka yang kini diamankan ke Mako Polsek Nunukan.
Delapan korban diduga TPPO tersebut terdiri dari tiga laki-laki dewasa, lima perempuan dewasa. Tak hanya itu bersama mereka juga terdapat tiga anak-anak.
Kanit Reskrim Polsek Nunukan Ipda Anjas Dicky Febrian mengatakan delapan calon PMI asal Kupang, NTT tersebut awalnya ditawari bekerja di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Utara (Kaltara) oleh seorang pria yang juga warga NTT inisial YA (30).
Selain itu YA mengiming-imingi gaji jutaan rupiah kepada delapan calon PMI tersebut.
“Delapan orang itu ditawari bekerja di perkebunan kelapa sawit di Kaltara dengan iming-iming gaji mulai Rp4 juta hingga Rp5 juta per orang. Delapan orang itu tidak saling kenal, tapi YA mengenal delapan orang itu. YA juga pernah kerja di perkebunan kelapa sawit di Berau, Kaltim,” kata Anjas Dicky Febrian dipolsek nunukan, Sabtu (13/01/2024), pukul 11.00 Wita.
Modus YA membujuk delapan calon PMI itu akhirnya berhasil sehingga warga NTT itu mau dibawa ke Nunukan.
Menurut Anjas, sebelumnya YA sudah berkomunikasi dengan seorang mandor sawit PT Borneo di wilayah Serudung, Malaysia.
Dari pengakuan YA, dia dijanjikan upah oleh mandor sawit di Malaysia sebesar Rp500 ribu per orang dari hasil pemotongan gaji delapan calon PMI tersebut.
“Jadi uang yang dipakai untuk berangkatkan delapan calon PMI dan tiga anak-anak dari Kupang menuju Nunukan adalah uang pribadi YA. Mandor sawit di Malaysia janjikan akan gantikan uang YA ketika calon PMI itu sudah bekerja di Malaysia,” ucapnya.
Lanjut Anjas,”Rp500 ribu itu sudah include dengan uang pribadi YA yang dipakai untuk bayar tiket kapal calon PMI,” tambahnya.
Setibanya di Nunukan, YA dan delapan calon PMI termasuk tiga anak-anak mereka tinggal di tempat penampungan sementara milik AM (57) di Jalan Teuku Umar, RT 013, Kelurahan Nunukan Timur.
Lebih lanjut Anjas beberkan bahwa tersangka YA dan AM tidak saling kenal sebelumnya. Namun, mandor sawit yang berada di Malaysia memberikan kontak AM pada YA agar bisa saling komunikasi ketika sudah berada di Nunukan.
“Tersangka AM itu perannya sebagai pengurus yang menyediakan tempat penampungan sementara Nunukan. Nantinya AM yang bawa para calon PMI ke Malaysia pakai uang pribadi AM,” ujar Anjas.
Tersangka AM dijanjikan upah oleh mandor yang berada di Malaysia sebesar Rp2 juta per orang.
“Kalau tersangka AM upahnya langsung dibayar di tempat oleh mandor di Malaysia,” tuturnya.
Namun, rencana AM memberangkatkan delapan calon PMI termasuk tiga orang anak mereka gagal, pasca percakapan AM dengan mandor sawit di Malaysia melalui video call didengar oleh satu diantara calon PMI tersebut.
“Salah seorang calon PMI mendengar percakapan AM dengan mandor sawit di Malaysia bahwa para calon PMI itu akan dibayar menggunakan uang Ringgit,” ungkap Anjas.
Merasa ditipu, akhirnya calon PMI menghubungi keluarga di Kupang, NTT lalu diteruskan berupa laporan ke Polsek Nunukan.
Dari hasil penyelidikan tersangka YA dan AM berhasil diidentifikasi oleh Unit Reskrim Polsek Nunukan.
“Pada Kamis 11 Januari 2024 sekira pukul 19.30 Wita kami melakukan upaya paksa mengamankan tersangka di tempat penampungan sementara calon PMI. Keduanya mengakui semua perbuatannya,” imbuh Anjas.
Sementara untuk delapan calon PMI termasuk tiga orang anak mereka sudah diserahkan Polsek Nunukan kepada Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kabupaten Nunukan.
Terhadap tersangka YA dan AM dipersangkakan Pasal 10 jo Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2017 tentang TPPO atau Pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan atau Pasal 81 jo Pasal 69 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
(*)