NUNUKAN – Wakil Bupati Nunukan H. Hanafiah hadir pada Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 dalam rangka Penyampaian Nota Pengantar Atas 4 (empat) Raperda Kabupaten Nunukan, diantaranya 2 (dua) Raperda yang diajukan Pemerintah Daerah dan 2 (dua) Raperda yang merupakan Inisiatif DPRD Kabupaten Nunukan.
Rapat Paripurna tersebut dibuka langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Nunukan Hj. Leppa di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Nunukan, Senin (11/07).
Hari ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan menyampaikan 2 (dua) Rancangan Peraturan Daerah, dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang kemudian akan disampaikan alasan-alasan filosofis, yuridis serta alasan sosiologis yang mendasari kedua Rancangan Peraturan Daerah ini disusun adalah :
Pertama, bahwa untuk melaksanakan amanat Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, mengharuskan pemerintah daerah untuk menetapkan seluruh jenis Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Peraturan Daerah dan menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah.
Secara umum dapat digambarkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan Re-strukturisasi jenis Pajak dengan melakukan re-klasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis Pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Hal ini memiliki tujuan untuk:
1. Menyelaraskan Objek Pajak antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak.
2. Menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan.
3. Memudahkan pemantauan pemungutan Pajak terintegrasi oleh Daerah, dan
4. Mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan.
Selain dari Re-Strukturisasi terhadap jenis pajak, penyederhanaan dilakukan pula terhadap jenis objek retribusi yang semula 32 (tiga puluh dua) jenis objek retribusi menjadi 18 (depalan belas) jenis objek retribusi dengan tetap dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi objek retribusi yakni, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar retribusi yang akan dipungut Pemerintah Daerah adalah retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, serta dengan biaya pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu, rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah.
Kedua, Rencana Pembangunan Industri Kabupaten Nunukan disusun berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2022-2042 sebagai implementasi misi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2022-2042 merupakan pedoman bagi pemerintah Kabupaten dan Kota serta bagi seluruh pelaku industri dalam rencana dan pengembangan industri di Indonesia.
Secara nasional, sektor industri menjadi moda penggerak utama pembangunan ekonomi, sehingga penyelarasan terhadap pembangunan Industri disetiap daerah perlu untuk dilakukan agar pembangunan ekonomi dari sektor industri dapat berjalan sinergi baik pusat maupun daerah.
Dengan demikian dalam upaya melakukan sinergi atas perintah perundang-undangan Pemerintah Kabupaten Nunukan telah menyusun Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Nunukan yang berpedoman pada Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), dengan tetap memperhatikan setiap aspek pembangunan industri yang dibutuhkan sesuai dengan karakteristik, potensi dan daya guna yang berada di kabupaten Nunukan dengan tetap mengacu pada rencana tata ruang Wilayah Kabupaten Nunukan.
Dari kedua alasan yang dikemukan diatas pemerintah daerah mengajukan 2 (dua) Rancangan Peraturan Daerah yakni :
1. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
2. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Kabupaten Tahun 2023-2042.
Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana yang telah disampaikan, merupakan wujud usaha Pemerintah Daerah dalam memberikan kepastian hukum, kedua rancangan peraturan daerah yang diajukan tersebut tentu sangat diperlukan sebagai instrumen dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, agar dapat berjalan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.
Selanjutnya Anggota DPRD Hj. Nikmah menyampaikan Nota Penjelasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan atas Prakarsa DPRD Kabupaten Nunukan dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Nunukan, Selasa (11/07).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah, telah merampungkan 2 (dua) rancangan peraturan daerah, namun baru dapat diajukan pada sidang paripurna dewan perwakilan rakyat daerah hari ini.
Rancangan peraturan daerah atas Prakarsa DPRD ini, selain dari perintah undang – undang yang lebih tinggi, DPRD Nunukan juga menilai perlu adanya pembaharuan terhadap peraturan daerah, baik itu menambah, merubah maupun mencabut beberapa peraturan daerah yang dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi Nunukan saat ini. Tentu hal ini juga sejalan dengan pembaharuan produk perundang-undangan secara nasional.
Alasan mendasar pengajuan 2 (dua) rancangan peraturan daerah atas inisiatif DPRD ini antara lain :
1. Raperda tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Kabupaten Nunukan :
Pada dasarnya kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan baik daerah atau nasional. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun yang bersifat lintas sektoral semuanya harus terarah dan terkait dengan penduduk. Dengan kata lain, penduduk harus menjadi subjek utama sekaligus objek utama pembangunan. Kemudahan bagi penduduk untuk memperoleh akses pelayanan bidang kependudukan dan pencatatan sipil merupakan salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum kepada warganya.
Administrasi kependudukan merupakan proses penataan dan penertiban dokumen dan data kependudukan yang dilakukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik yang optimal. Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara atas barang, jasa atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh pemerintah.
Lebih lanjut, mengenai pengertian dari administrasi kependudukan, disebutkan dalam pasal 1 UU no. 24 tahun 2013 bahwa administrasi kependudukan merupakan rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran pendudukan, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lainnya.
Dalam sebuah organisasi pemerintah, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat merupakan tujuan utama yang mustahil untuk dihindari karena memang sudah menjadi kewajiban dalam menyelenggarakan pelayanan dengan menciptakan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pemerintah berupaya untuk mencari solusi disetiap masalah yang sering dihadapi, termasuk kendala intern yang bersumber dari instansi pemerintah itu sendiri maupun kendala ekstern yakni kendala yang datangnya dari masyarakat pengguna jasa pelayanan umum. Selain itu pula, pegawai seharusnya senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik kepada setiap masyarakat secara menyeluruh.
2. Raperda tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan :
Pertumbuhan penduduk pada suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap meningkatnya alih fungsi lahan. Peningkatan jumlah penduduk selaras dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan terbangun. Permintaan akan lahan meningkat (demand side) sementara ketersediaan lahan tidak berubah (supply side). Hal ini tentu berdampak pada sumberdaya lahan yang terbatas sementara pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga nilai lahan tumbuh setiap tahunnya. Kondisi ini juga mengakibatkan nilai lahan antar sektor dikontestasikan. Sebagai contoh nilai lahan untuk pertanian diperbandingkan dengan nilai lahan untuk property/ perumahan/industri. Nilai lahan untuk industri dan perumahan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai lahan untuk pertanian khususnya sawah. Hal ini dikarenakan manfaat langsung yang diterima nilai lahan pertanian lebih kecil maka konversi lahan akan lebih mudah terjadi.
Masifnya konversi lahan pertanian ini akan mengancam ketahanan pangan. BPS menjelaskan hingga tahun 2003 rata – rata konversi lahan sawah sebesar Rp. 187.197,7 ha/tahun. BPS (2015) juga menyebutkan bahwa pada tahun 2014 terjadi penurunan produksi beras 0,83 juta ton. Alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lahan yang lain adalah masalah yang kompleks jika dilihat dari derajat pertumbuhan alih fungsi lahan, faktor topografi, kaitan dengan kehidupan sosial dan budaya, pertambahan populasi, tingkat kesejahteraan petani, irigasi, perluasan kota. Upaya peningkatan luas lahan pertanian pangan melalui konsolidasi dan reklamasi lahan (mengembalikan fungsi lahan) tidak dapat mengimbangi pengurangan luas lahan sawah karena konversi.
Disisi lain, program pemerintah pusat melalui konsepsi nawacita, menghendaki ketahanan pangan atau kemandirian pangan di indonesia hingga masuk ke dalam tujuan utama dalam 5 tahun ke depan. Meskipun Indonesia belum seratus persen mampu mewujudkan ketahanan pangan, namun cita – cita tersebut masih selaras dengan komitmen bersama antara pemerintah, dunia usaha, petani, dan konsumen. Tak pelak jika hak atas pangan dan ketahanan pangan menjadi pilar penting sebagai penopang ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional sebagaimana ketahanan pangan tersebut dapat dicapai salah satunya dengan penguatan sektor pertanian.
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh adanya konversi lahan yang begitu luas, maka diperlukan upaya pengendalian yang dapat mengontrol laju alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dengan menjadikan aspek daya dukung lingkungan dan ketersediaan lahan sebagai salah satu pertimbangan, salah satu upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif perlu didukung oleh suatu peraturan daerah yang dapat menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup, mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian secara tidak terkendali, dan menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian yang tersedia.
Masalah alih fungsi lahan pertanian terjadi di berbagai daerah termasuk di Kabupaten Nunukan misalnya, alih fungsi lahan persawahan menjadi perkebunan sawit mengakibatkan banyaknya areal persawahan yang terbengkalai. Bahkan, ketersediaan lahan berpengaruh akibat meluasnya konversi lahan sehingga para petani meninggalkan sawahnya. Hal ini berimplikasi terhadap kecendrungan turunnya produksi beras dikarenakan banyaknya petani yang beralih profesi menjadi pembudi daya rumput laut dan petani sawit.
(PROKOMPIM)