Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR – RI ), Ir. Deddy Yevry Hanteru Sitorus menyesalkan arogansi oknum aparat Kerajaan Malaysia yang diduga melakukan tindak penganiayaan terhadap seorang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Nunukan.
Menurut Deddy, seberapa besarpun kesalahan seseorang, ia penyiksaan tetap merupakan pelanggaran. Terlebih, ungkap Deddy, hal ini diatur dalam UU No 5 Tahun 1998 Tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,
“Tindakan pihak keamanan Malaysia ini termasuk biadab dan tidak ber-peri-kemanusiaan! Apakah tidak ada cara beradab untuk menyelesaikan masalah seperti ini, apakah tidak ada hukum yang manusiawi untuk persoalan seperti ini selayaknya negara beradab?”, ujarnya, Rabu (23/6)
Seorang warga Negara Indonesia (WNI) asal Nunukan bernama Efendi Putra alias Gohan bin Dudi mengalami tindakan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh aparat Malaysia di muara perairan Sungai Ular, Kabupaten Nunukan, pada Jumat (18/06/2021).
Dilansir dari kabar Nunukan, Hj. Refi ibunda Gohan menyatakan keberatannya terhadap dugaan penganiayaan yang menimpa anaknya.
‘’Anakku dikasih bonyok, sampai kritis dia di hospital Tawau, saya tidak terima, saya akan tuntut masalah ini,’’ ujarnya, Selasa (22/6/2021).
Refi menceritakan pertama kali mendapatkan kabar tersebut dari rekannya yang bertugas sebagai perawat di Hospital Tawau pada Sabtu, (19/06/2021).
Perawat tersebut menghubungi Refi melalui panggilan video dan memperlihatkan kondisi Gohan yang babak belur dan harus menjalani tindakan operasi.
‘’Panik sekali saya waktu itu. Saya tanya dia siapa buat begitu? apakah polis Malaysia? dia mengangguk lemah. Saya tanya lagi sama siapa di speedboat? dia jawab dengan bisikan kalau dia hanya berdua dengan Juma pemilik speedboat, tanpa membawa penumpang,’’ lanjutnya.
Setelah sampai ruang operasi, komunikasi terputus dan sampai hari ini Refi tidak bisa menghubungi anaknya ataupun perawat hospital Tawau yang pertama kali mengabarkan kondisi Gohan.
‘’Yang jelas saya mengutuk kekerasan yang terjadi pada anak saya. Kalaupun dia melewati batas Negara harusnya cukup diusir, bukan dihajar sedemikian rupa. Itu brutal, tidak manusiawi dan saya meminta keadilan,’’ kata Refi lantang.
Refi sudah melakukan sejumlah komunikasi dengan pihak keluarganya yang bekerja di Kerajaan Malaysia, dan berharap bisa mengusut kekerasan yang menimpa anaknya.
Terlebih informasi yang dia dapat dari sejumlah instansi, termasuk dari aparat Malaysia, ada enam kali tembakan yang keluar dalam aksi tersebut.
Deddy Sitorus menegaskan, seharusnya tindak kekerasan tidak boleh terjadi terlebih terhadap seorang WNI yang dilakukan oleh Aparat Negara lain. Untuk itu ia berharap, pihak Kementerian Luar Negeri RI, Konsulat Jendral di Tawau dan aparat Indonesia yang bertugas di (perairan) perbatasan perlu dimampukan untuk melindungi warga Indonesia.
“Lengkapi mereka dengan peralatan yang memadai, anggaran yang cukup dan keterampilan yang dibutuhkan. Kejadian seperti ini tidak boleh dibiarkan dan jangan sampai terulang di masa depan,” tegasnya,”
Pewarta : Eddy Santry