MAKASSAR, SAWIT INDONESIA – Pemerintah memberikan perhatian khusus berkaitan rendahnya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit di Sulawesi Selatan. Faktor rendahnya harga adalah persoalan rendemen sawit dan minimnya jumlah pabrik sawit.
Dalam presentasi berjudul “Penguatan Kemitraan Petani dan Tata Niaga Sawit Provinsi Sulawesi Selatan”, Jenderal TNI Dr. H. Moeldoko, S.I.P., Kepala Staf Kepresidenan RI, memaparkan data berkaitan rendahnya harga TBS sawit di Sulawesi Selatan.
“Harga TBS di Sulawesi Selatan termasuk
yang terendah dibandingkan dengan provinsi sentra sawit lainnya. Terbatasnya jumlah pabrik sawit membuat harga tidak kompetitif,” ujar Moeldoko saat menjadi Keynote Speaker dalam FGD Kemitraan Petani Kelapa Sawit Provinsi Sulawesi Selatan yang disertai dengan pelantikan pengurus DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Sulawesi Selatan periode 2020-2023, Jumat (9 April 2021).
Data periode Maret-April 2021, harga TBS di Sulsel sebesar Rp 1.610 per kilogram. Masih di bawah provinsi lain seperti Sumatera Utara sebesar Rp 2.360 per kilogram dan Riau sebesar Rp 2.240 per kilogram. Begitupula di Kalimantan Timur sebesar Rp 2.014 per kilogram.
Moeldoko menginstruksikan kepada pemerintah provinsi agar berkoordinasi dan memberikan perhatian khusus terhadap harga TBS petani yang Karena masalah ini juga pernah disampaikan petani sawit di Sulawesi Selatan dalam kegiatan KSP Mendengar.
“Untuk itu, sangat diperlukan mendukung iklim investasi perkelapasawitan di Sulsel. Dan juga rendemen minyak sawit juga harus diperbaiki karena dinilai masih rendah,” tegas Moeldoko yang juga menjabat sebagai yang juga Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO.
Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko mengatakan pemerintah sangat berkepentingan terhadap industri kelapa sawit karena berkontribusi bagi ekspor sawit non migas senilai US$25,60 miliar (Rp 320 triliun) pada 2020. Selain itu, lebih dari 20 juta keluarga petani bergantung dari perkebunan kelapa sawit.
Perhatian pemerintah kepada petani sawit sangatlah besar melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Presiden Joko Widodo memberikan target Peremajaan Sawit Rakyat
atau program replanting mencapai 500 ribu ha dalam tiga tahun mendatang.
Dari target tadi, dalam presentasinya, Moeldoko menyampaikan total keseluruhan lahan yang telah diremajakan mencapai 200.252 Ha dan telah melibatkan setidaknya 100.858 petani swadaya maupun plasma. Sampai dengan 2024, target yang masih harus dicapai 300.000 Ha.
“Pola kemitraan dapat menjadi solusinya agar petani dapat pendampingan. Pemerintah juga akan bantu berikan solusinya,” jelas Moeldoko.
Badaruddin Puang Sabang, Ketua DPW Apkasindo Sulsel menjelaskan rendahnya harga TBS di Sulsel karena merujuk tawar menawar harga. “Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bikin harga rendah, petani menawar lebih tinggi. Biar transaksi jadi, ujung-ujungnya diambillah harga tengah,” terangnya.
Menurutnya, kalaupun muncul besaran rendemen dalam transaksi. Tetapi, besarannya sepihak dari pabrik sawit. Di sinilah ketidakadilan itu muncul. Praktis harga di Sulawesi Selatan di bawah harga TBS di Sumatera.
Sampai sekarang kata ayah tiga anak ini, besaran rendemen sawit Sulsel belum ada tertera di peraturan gubernur sesuai arahan di lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Pekebun.
Solusi permasalahan ini, kata Badar, Apkasindo Sulsel mendorong agar rendemen sawit masuk dalam lampiran aturan daerah. Tujuannya aga semua pabrik sawit setempat dapat mengikutinya.
Badaruddin menuturkan sudah ada dukungan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Sulsel dengan mengeluarkan rekomendasi kepada DPW Apkasindo Sulsel untuk melakukan uji rendemen.
“Rencana akan dilakukan pengujian bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dinas Pertanian Sulsel dan BPDPKS. Mudah-mudahan BPDPKS berkenan membantu pembiayaan untuk ini. Kebetulan melalui DPP Apkasindo, kami sudah mengirimkan permohonan,” jelas doktor Manajemen SDM jebolan Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar.
Ia menegaskan salah satu tugas pokok APKASINDO untuk memastikan harga yang diterima petani dapat Berkeadilan.”APKASINDO adalah organisasi profesi petani sawit, bukan LSM. Maka, filosofi kerja APKASINDO jelas dan terukur,” ujarnya.
Ketua Umum DPP Apkasindo, Ir. Gulat ME Manurung, MP, CAPO, sangat mengapresiasi penjabaran visi dan misi DPP Apkasindo di DPW APKASINDO Sulsel. “Inilah bedanya petani sawit dulu dan sekarang. Sekarang petani sawit sudah naik kelas, sudah generasi kedua. Maka, keinginan setara menjadi pilihan,” ujarnya.
Lelaki 48 tahun ini berharap DPW APKASINDO daerah lain meniru inovasi yang dilakukan oleh Sulsel. “Yuk kita bikin Apkasindo ini benar-benar bermanfaat untuk petani sawit. Jangan vakum dan pasrah. Harus mau jemput bola” pintanya.
Moeldoko sebagai Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO juga menegaskan APKASINDO harus dapat bermanfaat dan membantu persoalan petani sawit.
“APKASINDO harus menjadi jembatan penghubung petani sawit dengan pemerintah, dan menjadi jembatan kepada pengusaha dan kelompok lainnya. Gunakan organisasi untuk memberikan nilai positif kepada masyarakat,” tegasnya
Sumber : majalah sawit Indonesia / BerandaNKRINews / sal